Advertisement
Begini Hitung-hitungan UMK yang Ideal menurut Serikat Buruh DIY

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Puluhan anggota Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY mendatangi DPRD DIY, Senin (27/11/2023).
Kedatangan mereka kali ini untuk menyampaikan aspirasi soal upah minimum kabupaten/ kota. Salah satunya adalah permintaan untuk memperbaharui formulasi penghitungan UMK.
Advertisement
Ketua MPBI DIY, Irsad Ade Irawan menuturkan formulasi penghitungan yang saat ini digunakan menjadikan kenaikan UMK tak signifikan. "Formula yang sudah ada cuma kebanyakan angka, kebanyakan rumus, kebanyakan hal-hal yang secara signifikan tidak membantu kenaikan upah buruh. Jadi semuanya bagi kami adalah upah buruh yang rumit, formula yang rumit, tapi tidak memberikan dampak yang signifikan," ujar Irsad saat ditemui seusai audiensi di DPRD DIY, Senin.
Melalui forum ini, MPBI DIY turut memberikan masukan soal penghitungan besaran UMK yang ideal.
Nilainya, dihitung dari upah minimum tahun berjalan dijumlahkan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi serta ditambah lagi dengan setengah dari nilai survei kebutuhan hidup layak (KHL). "Mengapa KHL itu penting karena itu amanat undang-undang," imbuhnya.
Misalnya, dia mencontohkan formulasi yang digunakan untuk menghitung UMK Kota Jogja 2024. UMK yang diterapkan pada 2023 adalah sebesar Rp 2.324.775.
Sementara inflasi berada pada angka 3,44 persen, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,16%, dan 50% dari KHL adalah 2.065.985.
Maka, akan diketahui UMK Kota Jogja 2024 idealnya berada pada angka Rp 4.590.691.
Namun, alih-alih mencapai UMK ideal, UMK saat ini saja menurut Irsad belum mencapai nilai KHL yang selama ini telah disurvei oleh MPBI DIY.
Sejauh ini, KHL di DIY menurut Irsad dapat dicapai dengan upah minimum sebesar Rp 3,5 juta sampai Rp 4 juta.
Jika rumus formulasi UMK tak bisa mencapai KHL, maka baginya yang perlu diganti adalah rumusnya. Bukan justru nilai KHL yang terus diturunkan. "KHL bagi kami tetap menjadi elemen penting karena itu merupakan cerminan atau angka faktual yang didapatkan dari harga pasar," ujarnya.
BACA JUGA: Pekerja Sepakati Usulan UMK Bantul, Diajukan ke Provinsi Senin Depan
Ketua Komisi D, Koeswanto menuturkan penentuan upah didasari oleh UU No. 6/2023 dan Peraturan Pemerintah No. 51/2023.
Penentuan upah juga dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing daerah. Sehingga, baginya tak mungkin untuk menyamakan penghitungan upah dengan daerah lain, mengingat adanya perbedaan besaran PAD yang didapatkan oleh masing-masing daerah.
"Kalau tuntannya mengacu pada PAD Provinsi lain ya tidak bakalan mungkin. Tentu saja sudah dipikirkan sesuai dengan kemampuan daerah," katanya.
Koeswanto juga mendorong para buruh untuk refleksi dan koreksi diri. Utamanya terkait kualitas kerja. Dia mengungkap, misalnya banyak properti yang berkembang di DIY, tapi tak memakai tenaga kerja dari DIY.
"Harus koreksi diri di situ, kenapa kok bisa seperti itu, kenapa tidak lokal padahal tenaga kerja lokal banyak. Ini ada permasalahan, seperti apa kualitas tenaga kerja di sini. Tidak mungkin pengusaha mau rugi dengan dikorupsi waktu misalnya. Harus dikoreksi jangan hanya menuntut-menuntut," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Ratusan Ribu Penerima Bansos Terindikasi Terlibat Judi Online, Ini Komentar Sosiolog UGM
- Udara di DIY Bikin Menggigil, Angin Monsun Jadi Penyebabnya
- 23 Kambing Mati di Turi Sleman Akibat Keracunan Pakan
- Lurah Srimulyo Membantah Tuduhan Korupsi Penyalahgunaan Tanah Kas Desa
- SPMB 2025, Banyak SMP Negeri di Bantul Kekurangan Siswa, Ternyata Sebagian karena ke Pondok Pesantren
Advertisement
Advertisement