Advertisement
Semangat Komunitas Resan, Menjaga Sumber Air di Gunungkidul

Advertisement
Harianjogj.com, JOGJA—Resan Gunungkidul rutin menanam pohon dan membersihkan sumber mata air. Mereka berharap bisa menjaga mata air yang sudah ada, dan menghidupkan lagi yang pernah mati.
Di sebuah pameran di Gunungkidul, sempat ada pertanyaan yang kira-kira berbunyi, ‘Apa yang bisa kita berikan pada alam?’ Pameran dari Ikatan Perupa Gunungkidul itu kemudian menciptakan benih-benih Resan Gunungkidul. Semua bermula dari kekhawatiran masyarakat Gunungkidul akan kelangkaan air.
Advertisement
Banyak orang yang mengatakan Gunungkidul itu banyak air, namun tidak terlihat wujudnya. Menurut beberapa informasi, sumber air di Gunungkidul berada di bawah tanah. Sehingga kelestarian alam di atasnya cukup penting, termasuk tentang pohon-pohonnya.
BACA JUGA : Sepanjang 2023, Pemkab Gunungkidul Telah Membangun 761 Sambungan Air Bersih
Sejak 2019, Resan Gunungkidul rutin menanam pohon di berbagai wilayah Gunungkidul. Menurut anggota Resan Gunungkidul, Tri Marsudi, jenis pohon yang ditanam kebanyakan jenis yang bisa menjadi pengikat air atau pohon konservasi. “Dengan menanam pohon, harapan kami mata air yang sudah ada bisa lestari, yang pernah ada [namun mati] semoga kembali hidup, atau justru muncul sumber-sumber baru,” kata Marsudi, Selasa (16/1/2024).
Eksplorasi Resan Gunungkidul bisa bermula dari cerita masyarakat. Misal dulu di tempat tertentu pernah ada mata air. Namun saat ini sudah mati karena timbunan sampah atau lainnya. Anggota Resan kemudian akan membersihkan dan menggali ulang mata air tersebut.
Tidak jarang beberapa waktu setelahnya, mata air kembali muncul. Bahkan hanya berselang beberapa hari saja. Pola seperti ini beberapa kali terjadi. Istilah aksi ini bernama ‘resik sumber’ atau membersihkan sumber mata air.
Untuk penanaman pohon, sepekan sekali Resan rutin berkeliling ke berbagai wilayah di Gunungkidul. Tidak ada jumlah pasti orang yang bergabung di setiap agenda. Tidak ada struktur resmi di Resan Gunungkidul, dan tidak ada pula kewajiban tertentu. Sehingga yang sedang ada waktu luang, maka bisa langsung bergabung.
Dalam sekali penanaman, mereka bisa membawa sekitar 50 bibit pohon. Resan Gunungkidul membibitkan sendiri pohonnya. Bisa dengan stek, cangkok, atau tabur benih. Dalam keseharian, para anggota selalu membawa gunting, cutter, atau pisau. Apabila di jalan mereka menemukan bibit pohon, maka akan mereka ambil, dan mereka rawat. Nantinya bibit-bibit ini akan menjadi amunisi pada proses penanaman rutin.
“Prinsipnya, menanam 1.000 bibit pohon, bisa hidup satu saja sampai besar itu sudah Alhamdulillah. Kadang baru tumbuh dikit, terus musim kemarau, kemudian dipotong orang untuk pakan ternak,” kata laki-laki berusia 44 tahun itu.
Hari ini menanam bibit pohon, beberapa hari kemudian hilang, sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Resan Gunungkidul. Ada yang untuk makan ternak, ada pula yang kemudian takut apabila pohon tersebut membesar. Salah satunya pohon beringin. Masih banyak masyarakat yang menganggap pohon besar nantinya akan menjadi sarang setan.
Terlebih ada beberapa pohon besar yang kemudian dibalut dengan kain putih. Padahal kain tersebut sebagai cara agar tidak disentuh atau ditebang. Justru apabila ada pohon besar, kemungkinan di sekitarnya terdapat mata air.
Nama Pohon
“Hal seperti itu makhluk halus] ada, selamanya kita akan berdampingan. Kadang kami dibuat simple aja, dari pada setannya manggon di rumahmu, biar di pohon aja kan,” kata Marsudi.
Sejak awal berdiri sampai saat ini, hampir semua wilayah Gunungkidul pernah Resan Gunungkidul sambangi. Jumlah anggota di dalam WhatsApp Grup sekitar 70 orang. Namun total anggota bisa mencapai 500 orang.
Tidak semua anggota terdata, dan bisa datang pergi sesuai agenda. Tidak adanya struktur resmi, membuat semua orang bisa menjadi anggota. Selama punya visi dan misi yang sama, tentang upaya konservasi lingkungan dan menghijaukan Bumi.
Dari berbagai aksi penanaman ini, Marsudi menjadi sadar apabila banyak nama daerah di Gunungkidul yang berasal dari nama pohon. Misal Karangtengah, berasal dari pohon Karang. Daerah Panggang, Tepus, Duwet, Logandeng, Kedungpoh, sampai Karangmojo, semuanya juga berasal dari nama pohon.
“Banyak jenis pohon yang menjadi nama daerah, yang aku cari [fisik pohonnya]. Satu yang pengen aku punya tapi belum ketemu itu pohon Tepus, sejauh ini belum dapet,” kata Marsudi, yang juga Kepala Dusun Kedungpoh Lor ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Prabowo Hadiri Forum KTT Perjanjian Damai Penghentian Perang Gaza
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
- Perhatikan! Jadwal dan Tarif KA Prameks Jogja Kutoarjo Pekan Ini
- Jadwal dan Tarif Perpanjangan SIM Keliling di Jogja Hari Ini
- Update Jadwal KRL Jogja Solo Keberangkatan Hari Ini 13 Oktober 2025
- Jadwal dan Tarif Angkutan Wisata Malioboro Jogja ke Borobudur Magelang
- Jadwal Pemadaman Listrik di Jogja Hari Ini, Senin 13 Oktober 2025
Advertisement
Advertisement