Advertisement
Menyambut Ramadan, Ratusan Orang Ikuti Nyadran di Makam Sewu
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Ratusan orang mengikuti nyadran Makam Sewu, Pedukuhan Pedak, Kalurahan Wijirejo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul, Senin (4/2/2024).
Nyadran merupakan tradisi yang biasa digelar oleh masyarakat Jawa menjelang Ramadan dengan tujuan mempersiapkan diri lahir dan batin sebelum menghadapi bulan suci.
Advertisement
Ketua panitia Nyadran Makam Sewu Hariyadi mengatakan, bahwa nyadran adalah serangkaian adat yang biasa digelar oleh masyarakat muslim Jawa. Nyadran juga merupakan sejumlah rangkaian untuk menghadapi bulan puasa dengan tujuan mencucikan diri baik lahir dan batin.
“Melalui nyadran ini, akan terjalin hubungan tidak hanya dengan Tuhan, tapi juga sesama dan leluhur. Melalui nyadran, kita bersama-sama mendoakan para leluhur kita,” kata Haryadi saat ditemui di kompleks Makam Sewu Pedukuhan Pedak, Bantul, Senin (4/3/2024).
Untuk tradisi nyadran di Makam Sewu, Haryadi menururkan, dimulai sejak kemarin, Minggu (3/3/2024). Masyarakat melakukan bersih-bersih makam leluhur, setelah itu dilakukan doa dzikir tahlil. Setelah itu dilanjut dengan kenduri dan akhirnya tabur bunga atau nyekar di makam Panembahan Bodho.
BACA JUGA: PGRI DIY Tak Setuju Dana BOS Digunakan Buat Program Makan Siang Gratis
“Untuk Panembahan Bodho ini kan tokoh islam yang pertama kali mesyiarkan Islam di daerah sini,” terang Haryadi.
Menurut Haryadi, Panembahan Bodho adalah Raden Trenggono dan julukannya Ki Joko Bodo. Julukan bodho karena Raden Trenggono karena enggan mewarisi tahta Adipati dan memilih untuk mensyiarkan agama Islam.
Haryadi mengungkapkan sebelum dilakukan nyekar di makam Panembahan Bodho, pihaknya memang menggelar kirab bregodo dan gunungan. Di mana kegiatan kirab dan gunungan itu sebagai simbol ahli waris dan leluhur menyampaikan sedekah ke masyarakat sekitar.
“Untuk itu tadi ada doa dan dikendurikan. Setelah itu, ubo rampe gunungan disedekahkan ke masyarakat sekitar dan yang hadir,” ucap Haryadi.
Di sisi lain, Haryadi mengungkapkan, tradisi nyadran yang digelar pihaknya kini juga telah masuk dalam warisan budaya tak benda. “Dan ini juga telah tercatat di dinas kebudayaan. Jadi tidak hanya sekadar tradisi dalam menghadapi Ramadan,” ucapnya.
Sementara salah satu peserta nyadran Makam Sewu, Lasimin, 67, warga Margokaton, Seyegan, Sleman sengaja datang ke lokasi tersebut untuk mengikuti kegiatan nyadran.
“Setiap mau Ramadan, pasti ada nyadran dan kirab disini. Ini tradisi disini. Kebetulan, makam dari mertua saya juga disekitar komplek makam ini. Jadi saya tiap tahun kesini untuk nyekar dan ikut nyadran,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
PBB Sebut Butuh 14 Tahun Bersihkan Puing di Gaza Imbas Agresi Israel
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Pj Walikota Jogja Singgih Raharjo Maju Pilkada, Begini Respons Pemda DIY
- Cegah Mafia Tanah, Kantor Pertanahan Jogja Dorong Masyarakat Punya Sertifikat Tanah Elektronik
- 70 Kasus Flu Singapura Ditemukan di Jogja, Dinkes: Tidak Perlu Panik
- Komplotan Spesialis Pengganjal ATM di Gerai Ritel Modern Ditangkap Polresta Jogja
- Ada Kabel Semerawut, ORI DIY: Laporkan!
Advertisement
Advertisement