Advertisement

Asal Usul Nama Mi Lethek Bantul yang Tercatat Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Jumali
Minggu, 26 Mei 2024 - 09:17 WIB
Abdul Hamied Razak
Asal Usul Nama Mi Lethek Bantul yang Tercatat Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Ibu-ibu kelompok wanita tani (KWT) saat memasak bakmi goreng berbahan baku mi lethek pada pemecahan rekor penyajian mi lethek terbanyak di Dunia dalam Festival Kuliner Mataraman 2024 di Pantai Baru, Poncosari, Srandakan, Bantul, Sabtu (25/5/2024) - Harian Jogja/Jumali

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Pembuat mi lethek tertua di Bantul, Yasir Ferry, 49, angkat bicara terkait dengan asal usul, cara membuat dan kenapa akhirnya mi lethek tercatat sebagai warisan budaya tak benda (WBTb) pada 2019.

Yasir Ferry mengungkapkan, dirinya adalah generasi ketiga dari pembuat mi lethek asal Bendo, Trimurti, Srandakan, Bantul. Awalnya, pendahulunya membuat mi dari tepung gaplek, pada 1940.

Advertisement

"Ya, karena warna dari mie yang dibuat tersebut gelap. Orang kampung menyebutnya lethek [kotor]. Ya, karena mi warnanya kecoklatan, sehingga disebut mi lethek," katanya di temui di Pantai Baru, Poncosari, Srandakan, Bantul, Sabtu (25/5/2024).

BACA JUGA: Dorong Kreasi Menu Baru Khas Kulonprogo, Dispar Gelar Menoreh Food Festival

Lebih lanjut Ferry menyampaikan, warna kecoklatan dari mi lethek terjadi karena proses pembuatannya masih tradisional dan tanpa melibatkan pewarna, serta tanpa pengawet. Mi lethek yang dibikin sepenuhnya berbahan baku gaplek dan tepung tapioka.

Untuk membuat mi lethek, Ferry mengungkapkan dibutuhkan waktu sekitar dua hari. Awalnya, gaplek diubah menjadi tepung dan direndam.

"Tujuannya agar getahnya hilang. Setelah itu tepung ditiriskan dan dicampur dengan tepung tapioka dalam silinder yang digerakkan menggunakan tenaga sapi. Nanti, setelah tercampur, kita tambahkan air," ungkapnya.

Setelah tercampur rata, kata Ferry, adonan tersebut dikukus kembali. Usai dikukus, adonan akan kembali diolah dalam silinder yang digerakkan oleh tenaga sapi. "Nah, pas disilinder itu, kita cek. Jika kadar airnya terlalu tinggi, tinggal tambahkan tepung tapioka kering," jelasnya.

Usai proses pengolahan adonan, lanjut Ferry, maka adonan akan dipres menjadi bentuk mi. Setelah itu, mi yang terbentuk itu dikukus. Setelah itu, mi dikeluarkan dari kukusan dan direndam di ember.

"Tujuannya, agar lendir lem yang ada hilang. Baru setelah itu dibentuk kotak-kotak dan dijemur di bawah matahari," jelasnya.

Karena proses pembuatan mi lethek yang butuh proses panjang, maka Ferry mengaku hanya bisa membuat mi lethek sebanyak 1 ton setiap kali produksi.

BACA JUGA: Warung Makan Yu Ngademi, Kuliner Legendaris Penghuni Pasar Ngasem

Menurut Ferry, jumlah produksi tersebut, saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan mi lethek di Kabupaten Bantul. Sebab, saat ini banyak berdiri warung bakmi di Bumi Projotamansari. Selain itu, mi lethek juga bisa diolah menjadi mi godhok, Magelangan, oblok-oblok dan plencing

"Kami jual per pack mi lethek isi lima kilogram senilai Rp100.000 dan sejauh ini hanya sekitar Bantul," terangnya.

Ferry mengungkapkan, salah satu alasan mi lethek mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai warisan budaya tak benda (WBTB), adalah karena cara pembuatannya yang masih tradisional. "Sehingga ke depan, jika ingin dikembangkan, kita harus tetap dipertahankan tradisionalnya," jelasnya.

Sementara Plt Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Bantul, Slamet Pamuji mengakui jika mi lethek telah tercatat WBTb.

"Ada di dalam surat keputusan (SK) dengan nomor 362/M/2019, mi Lethek sebagai WBTb," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Gempur Rokok Ilegal

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Perputaran Uang Judi Online Ribuan Anggota DPR Mencapai Rp25 Miliar

News
| Rabu, 26 Juni 2024, 18:17 WIB

Advertisement

alt

Inilah Rute Penerbangan Terpendek di Dunia, Naik Pesawat Hanya Kurang dari 2 Menit

Wisata
| Sabtu, 22 Juni 2024, 11:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement