Marak Pariwisata Privat di Gunungkidul, Ini yang Diminta Walhi dari Pemda DIY
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta mendesak Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pemda DIY maupun Kabupaten Gunungkidul untuk mendukung dan menguatkan pengelolaan pariwisata berbasis komunitas.
Salah satu wujud dukungan dapat dilakukan dengan membuka akses Pantai Sanglen, Kalurahan Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul dan memberi pendampingan pengelolaan pantai kepada pelaku wisata.
Advertisement
Deputi Direktur Walhi Yogyakarta, Dimas Perdana mengatakan ekspansi pariwisata modern mendorong pembangunan pariwisata privat yang masif di DIY pada umumnya dan Gunungkidul pada khususnya.
Walhi mencatat ada pengembangan bisnis pariwisata privat lebih dari lima titik di Kabupaten Gunungkidul. Terbaru, pengembangan bisnis melalui pembangunan Obelix di Pantai Sanglen sedang dilakukan.
Menyusul pembangunan tersebut, akses masuk ke Pantai Sanglen lantas ditutup oleh Kesultanan.
Harianjogja.com sempat meninjau Pantai Sanglen pada Senin (5/8/2024). Di portal jalan masuk terdapat banner berlogo Kraton bertuliskan Dilarang Memasuki Kawasan Pantai Sanglen Tanpa Seizin Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Di sisi yang lain, penutupan akses masuk menggunakan seng.
Penutupan tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terkait dengan potensi terjadinya konflik antara warga dengan pihak Obelix yang berada di bawah PT. Biru Bianti Indonesia. Selain itu warga dianggap tidak memiliki izin dalam melakukan aktivitasnya.
Menurut Dimas, pembangunan Obelix bertentangan dengan Undang-undang (UU) No. 13/2012 tentang Keistimewaan mengenai pertanahan yang termaktub pada Pasal 32 Ayat (5) yang berbunyi Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-sebesarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Artinya, sektor bisnis pariwisata privat tidak dapat berada di atas tanah tersebut.
Dia menambahkan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No. 33/2017 juga telah menegaskan bahwa pengelolaan tanah kasultanan dan tanah kadipaten hanya dapat diberikan izin ketika untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Sebab itu, Walhi menyimpulkan penutupan Pantai Sanglen justru menegaskan sebuah posisi bahwa tidak ada sikap keberpihakan terhadap warga, tetapi kepada pemodal atau pengembang bisnis pariwisata privat. “Pariwisata modern memiliki karakter yang identik dengan pembangunan fisik berskala besar, orientasi profit semata, eksploitatif atau komersialisasi sumber daya, dan merusak lingkungan maupun tatanan sosial-budaya lokal,” kata Dimas dalam rilis.
Titik sentral bisnis pariwisata privat adalah pada perolehan ekonomi jangka pendek bagi kalangan pemodal.
BACA JUGA: Cegah Konflik Pembangunan Kios di Obelix, Kraton Tutup Akses ke Pantai Sanglen
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gunungkidul, Agung Danarta mengaku prinsip berinvestasi adalah mengikuti tahapan yang ada melalui online single submission (OSS). “Terkait pembangunan Obelix di Pantai Sangle, kami melihat belum ada perizinan yang masuk di OSS,” kata Agung dihubungi, Minggu (1/9/2024).
Pendaftaran perizinan di OSS ini krusial, karena melalui tahapan yang ada, pemangku kepentingan terkait akan mengasesmen terhadap pemenuhan syarat-syarat atau dokumen perizinan seperti dokumen lingkungan hidup oleh investor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
687 Warga Negara Asing Terjaring Operasi Jagratara, Pelanggaran Izin Tinggal Mendominasi
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Lima Truk Dam Asal Jogja Buang Sampah ke Saptosari Gunungkidul, Sopir Diamankan Polisi
- Catat! Malam Jumat Kliwon Pekan Depan Ada Sendratari Sang Ratu di Parangkusumo
- 124 Warga Sidomulyo Sleman Terima Ganti Rugi Tol Jogja-Solo Seksi 3 Sebesar Rp53 Miliar
- Tok! Eks Dirut PT Tarumartani Divonis 8 Tahun Penjara atas Dugaan Korupsi Rp8,7 Miliar
- 500 Kiai dan Nyai Sebut Harda-Danang sebagai Pilihan Tepat untuk Sleman Baru
Advertisement
Advertisement