Advertisement

Sejak Januari-September 2024, Puluhan Anak di Gunungkidul jadi Korban Kekerasan Seksual

Andreas Yuda Pramono
Kamis, 19 September 2024 - 15:17 WIB
Abdul Hamied Razak
Sejak Januari-September 2024, Puluhan Anak di Gunungkidul jadi Korban Kekerasan Seksual Ilustrasi kekerasan seksual anak. - Pixabay/Ulrike Mai

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Sebanyak 35 anak di Gunungkidul menjadi korban kekerasan seksual sejak Januari – 17 September 2024.

Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Gunungkidul, Asti Wijayanti merinci dari 35 anak sebanyak 26 orang di antaranya anak perempuan dan sembilan lainnya berjenis kelamin laki-laki.

Advertisement

BACA JUGA: Pelajar SMP di Gunungkidul Mengaku Ditampar Kepala Sekolah hingga Trauma Tak Mau Sekolah

Asti menegaskan pihaknya berupaya semaksimal mungkin dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Apabila Dinsos-PPPA menerima laporan, mereka akan langsung melakukan asesmen.

"Hasil dari asesmen akan menentukan tindakan yang akan diambil terhadap korban dan pelaku. Apalagi jika keduanya masih berstatus anak atau berjenis kelamin perempuan," katanya, Kamis (19/9/2024).

Dinas akan mendampingi penanganan kasus secara tuntas. Tuntas artinya korban dapat menjalani kehidupan normal sebagaimana biasanya sebelum menjadi korban.

Ihwal upaya pencegahan, Dinsos-PPPA terus melakukan sosialisasi di berbagai sekolah mulai tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) terkait kekerasan seksual.

Peserta didik utamanya akan mendapat materi mengenai kategori tindakan yang masuk dalam kekerasan seksual.  

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini mendorong masyarakat agar tidak takut untuk melapor apabila mengetahui kejadian kekerasan seksual, utamanya jika menyangkut anak.

Korban, kata dia tidak dapat dianggap sebagai aib dan memalukan, sehingga harus ditutupi. Pola pikir semacam ini justru berbahaya dan berdampak pada perkembangan anak.

Lebih jauh, dia menegaskan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak bukan hanya tugas Dinsos-PPPA, namun juga Dinas Pendidikan, hingga Kantor Kementerian Agama (Kankemenag).

Kankemenag ikut mengembang tanggung jawab, karena kekerasan seksual juga terjadi di lingkungan Pondok Pesantren. Hal ini juga terjadi di Kapanewon Saptosari beberapa waktu lalu di mana guru mengaji berinisial S mencabuli delapan muridnya.

“Kami akan tetap memantau kasus yang ada di Saptosari. Penanganan sudah ada perkembangan. Kami mengoptimalkan agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi di Gunungkidul,” kata Diyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menkumham: RUU Keimigrasian untuk Wujudkan Penegakan Kedaulatan NKRI

News
| Jum'at, 20 September 2024, 01:37 WIB

Advertisement

alt

Menikmati Keindahan Alam dan Sungai di Desa Wisata Srikemenut Bantul

Wisata
| Rabu, 18 September 2024, 10:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement