Tantowi Shah Hanif, Annisa Urrohmah, Langit Lintang Radjendra yang tergabung dalam Tim Cemerlang adalah tiga sosok muda dibalik aplikasi super bernama Dentalint ini. Sesuai namanya, Dentalint yang merupakan kependekan dari Dental Intelligence memang aplikasi pintar dengan kecerdasan AI.
Backend dan AI Engineer Dentalint, Tantowi Shah Hanif mengungkapkan ada miliaran orang di dunia yang terdampak karies gigi atau gigi berlubang. Di Indonesia prevalensi karies gigi angkanya bahkan mencapai kurang lebih 88,8%. Sementara dari 57,6% penduduk yang memiliki masalah kesehatan gigi dan mulut hanya sekitar 10,2% yang mengakses layanan kesehatan gigi.
Selain itu keresahan karies gigi juga muncul dari Tantowi dan teman-teman perkuliahannya yang mungkin memiliki penyakit gigi dan terkadang malas dan takut untuk menemui ke dokter gigi.
“Dari permasalahan ini kami akhirnya membuat sebuah aplikasi atau platform kesehatan gigi yang menggabungkan kecerdasan buatan atau AI. Lalu ada juga teknologi Augmented Reality (AR) untuk pembelajaran yang lebih interaktif. Terdapat pula integrasi dengan Rekam Medis Elektronik,” ungkap Tantowi dikonfirmasi pada Senin (23/12/2024).
Dentalint memiliki fitur canggih bernama Capture. Fitur utama dalam aplikasi ini akan mendeteksi karies gigi dari pengguna aplikasi dengan cara pemindaian gigi. Pemindaian gigi ini menggunakan algoritma Machine Learning YOLOv8.
“Jadi setelah dilakukan scan, hasil scan ini kemudian akan dijelaskan oleh AI lainnya yang berjenis Large Language Model (LLM)). Yang biasanya kita pakai sehari-hari yaitu contohnya yaitu CGPT. Namun di sini kita menggunakan Gemini AI buatan dari Google,” jelasnya.
BACA JUGA: Kehilangan Gigi Tidak Hanya Dialami Lansia, Polident Luncurkan Aplikasi Polina dan Gigi Tiruan Gratis
LLM akan menganalisis dan mendapatkan feedback dan rekomendasi dari AI itu sendiri. Hasil deteksinya nyaris sama cepatnya dengan foto kilat. “Untuk prosesnya sendiri itu kurang lebih sekitar 4-5 detik,” ujarnya.
Berdasarkan foto yang diambil dari satu sudut, dalam hitungan detik, masyarakat bisa tahu giginya berlubang atau tidak. “Untuk saat ini hanya satu sudut saja. Jadi dari satu sudut akan dilakukan scan,” imbuhnya.
Cara pakai aplikasi tergolong sangat mudah dan digunakan segala macam usia. Pengguna aplikasi cukup masuk ke aplikasi dan melakukan scan gigi dengan beberapa catatan yang sudah tertera pada aplikasi. Catatan itu berupa petunjuk bagaimana cara memposisikan foto tersebut agar AI dalam aplikasi dapat menganalisis dengan tepat dan cepat.
User atau pengguna akan mendapatkan hasil berupa gambar dengan klasifikasi tertentu. Ada empat klasifikasi tingkat karies gigi yang akan dihasilkan dari hasil pemindaian. Empat klasifikasi itu mencakup Healthy atau gigi sehat dan Initial Caries, lalu ada Moderate Caries dan Extensive Caries. Empat level ini akan menentukan level-level kerusakan dari ggigi pengguna.
“Jika terdapat karies kemudian di bawahnya akan dijelaskan bagaimana cara agar gigi tersebut dapat selalu sehat. Selanjutnya jika terdapat karies maka akan dijelaskan bagaimana cara mendapatkan solusi dari AI tersebut,” ungkapnya.
Meski bisa menampilkan tingkat karies dalam hitungan detik, diperlukan waktu berbulan-bulan bagi Tantowi dan koleganya untuk merakit aplikasi ini. Ide deteksi cepat karies gigi ini tercetus dan dimatangkan dari Agustus sampai September 2024. Setelah didapat prototipenya berupa desain, tim butuh waktu kurang dari dua bulan untuk pengembangan kode dan arsitekturnya. “Itu kami buat kurang lebih selama 1 bulan setengah mulai dari pertengahan September sampai akhir Oktober,” cerita Tantowi.
Merakit aplikasi rumit dengan fitur canggih tentu bukan lah hal yang gampang. Tantowi cs sempat kesulitan untuk menerka kebutuhan user agar mau menggunakan aplikasi kita.
“Disini kita menawarkan beberapa hal yaitu yang pertama pengecekan gigi secara cepat lalu juga terintegrasi dengan Satu Sehat [Kemenkes] sehingga user itu dapat lebih percaya dengan aplikasi kami karena sudah terintegrasi dengan Satu Sehat dari pemerintah,” lanjutnya.
Awal pengembangan aplikasi ini memang baru membidik sebatas karies gigi. Namun, UIUX dan Product Manager Dentalint, Annisa Urrohmah tak menutup kemungkinan aplikasi ini akan dikembangkan ke berbagai aspek kesehatan gigi lainnya.
“Pengembangan ini baru sebatas karies gigi saja mungkin kalau misal ke depannya itu kami memiliki kesempatan lagi untuk bisa mengembangkan aplikasi bisa dikembangkan ke penyakit gigi lainnya,” imbuhnya.
Sekalipun canggih dan bisa mendeteksi lubang gigi secara cepat, perangkat untuk mengakses aplikasi ini tidak ribet. Dengan smartphone keluaran 2018 ke atas, deteksi lubang gigi ini bisa ditinggal dan digunakan semua kalangan. Cukup satu sudut foto, klik dan lima detik kemudian masyarakat tahu kondisi giginya.
“Jadi yang penting ketika dia itu mengambil gambar, gambarnya itu jelas sehingga bisa dideteksi AI kami,” ungkapnya .
Jangan salah, meskipun cepat tingkat keakuratan aplikasi ini cukup tinggi yakni rata-rata 87%. Malahan dalam pengujiannya keakuratan aplikasi ini pernah tembus di angka 92%.
“Keakuratannya itu kan berdasarkan training AI-nya Nah itu kalau kami tes itu sudah sampai 92% dan rata-rata sekitar 87%,” tandasnya.
Tingkat akurasi ini mengacu pada parameter yang diukur dari data set yang diambil sebelumnya. Data set iini diambil Annisa dan kawan-kawannya di beberapa sumber terakreditasi seperti dari dokter gigi.
Apabila hasil scan menunjukkan pengguna aplikasi memiliki karies, teknologi LLM akan membuat solusi bahwa user harus melakukan cek lebih lanjut ke dokter.
“Untuk itu kami sudah arahkan menggunakan fitur Janji Temu yang sudah ada pada aplikasi kami,” ujarnya.
BACA JUGA: Ini Dampak Jika Anda Malas Membersihkan Gigi dan Mulut
Fitur Janji Temu sendiri berkolaborasi dengan rekamedis elektronik yang sudah tersertifikasi Satu Sehat sehingga ketika mendaftarkan ke suatu klinik yang menggunakan rekam medis pengguna.
“Jadi disini kita ibaratnya itu melempar ke klinik terdekat atau rekam medisnya mereka,” imbuhnya.
Selain fitur Capture dan Janji Temu, Dentalint juga punya fitur Augmented Reality (AR). Fitur ini berfungsi untuk mengedukasi cara menggosok gigi dengan standar yang ada.
“Jadi edukasinya itu lebih interaktif tidak hanya dengan baca tapi dengan melakukan dengan melakukan AR secara langsung,” terangnya
Fitur AR ini sendiri bisa digunakan sebagai media edukasi kepada anak-anak secara langsung. Karena fiturnya yang interaktif dan sangat mudah digunakan. Gratis, aplikasi canggih Dentalint ini bisa diakses di laman Dentalint.
“Mungkin untuk saat ini kan AR-nya sendiri itu dia hanya hanya untuk untuk mengedukasi gosok gigi sesuai standar ke depannya mungkin akan merambah di bagian-bagian aspek lain seperti cara merawat gigi yang baik dan benar dan mungkin beberapa hal terkait kesehatan gigi lainnya,” lanjutnya.
Harapan Tantowi, aplikasi ini dapat mencegah karies gigi di Indonesia. Terlebih dapat membuat anak-anak itu lebih perhatian terhadap kesehatan gigi mereka.
“Mungkin saya sama seperti Tantowi, berharap bahwa karya segi di Indonesia ini bisa dikurangi karena memang itu menjadi masalah utama dan selain itu juga berharap pengembangan AI terutama di bidang kesehatan itu semakin dikaji dan semakin dikembangkan di Indonesia karena memang masih awal dan masih belum semaju di luar negeri jadi berharapannya bisa menjadi awal bagi kami juga untuk bisa belajar lebih lanjut mengenai AI,” timpal Annisa.
Dosen Prodi Teknologi Rekayasa Perangkat Lunak, Departemen Teknik Elektro dan Informatika, Sekolah Vokasi, UGM sekaligus pendamping tim, Dinar Nugroho Pratomo menilai pengembangan AI di bidang kesehatan ini sangat potensial.
“Ya,sangat potensial sekali apalagi sebenarnya idenya ini sangat bagus apalagi kalau diambil dari semenjak zaman COVID-19, apalagi kan susah untuk harus ketemu dan lain-lain dengan adanya aplikasi ini kita tetap harus ke dokter, kita bisa melihat bagaimana penyakit gigi yang dialami,” kata Dinar.
Kepala Laboratorium Rekayasa Perangkat Lunak SV UGM itu berharap aplikasi ini dapat terus berkembang. Kesuksesan aplikasi ini dinilai Dinar juga akan memotivasi mahasiswa lain untuk menciptakan temuan yang bermanfaat bagi sesama.
“Harapannya adalah mahasiswa yang sudah mengikuti, jadi punya bisa mengembangkan ini lebih lanjut, misal bisa berkolaborasi dengan Kemenkes atau dengan vendor-vendor yang lain untuk mengembangkan aplikasi,” ujarnya.
“Jadi bisa lebih bisa menguntungkan dengan banyak hal kemudian menjadi motivasi juga untuk mahasiswa yang lain untuk lebih bisa berpikir kritis mengembangkan ilmu di luar pendidikan atau perkuliahan setiap harinya,” tukasnya.