Advertisement

FEATURE: Enggan Pindah dari Kawasan Rawan Bencana Merapi lantaran Tak Boleh Pelihara Ayam

Fahmi Ahmad Burhan
Kamis, 24 Mei 2018 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
FEATURE: Enggan Pindah dari Kawasan Rawan Bencana Merapi lantaran Tak Boleh Pelihara Ayam Pengungsi di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Rabu (23/5/2018). - Harian Jogja/Fahmi Ahmad Burhan

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Warga yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III enggan pindah dan menempati hunian tetap (Huntap) yang disediakan pemerintah. Kekhawatiran akan hilangnya mata pencaharian dan perubahan lingkungan menjadi alasan mereka tetap tinggal di area berbahaya.

Di samping rumah yang ditempati Senen masih terlihat bekas teras-teras rumah yang dilahap erupsi Merapi 2010 lalu. “Habis semua. Rumah habis, ternak juga habis,” kata Senen di rumahnya yang berada di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Rabu (23/5/2018).

Advertisement

Menurut dia, pada 2010 lalu, sapi warga ludes semua dilahap ganasnya wedus gembel. Kini, Senen menempati rumah di antara reruntuhan teras-teras itu. Tahun demi tahun berlalu sejak erupsi meluluhlantakkan tempat tinggalnya dan ia bangun kembali rumah untuk ia tempati. Di samping rumahnya ada kandang untuk tiga ekor sapi, penanda kebangkitan yang disusun Senen perlahan-lahan.

Tetangga Senen, Mariam, ingat betul kala itu rumahnya habis dilahap erupsi. Berbekal tanah kosong, dia membangun rumah seluas 20 meter persegi. “Mulai dari awal lagi,” katanya.

“Dulu banyak warga bangun rumah dari bambu dan kayu, seadanya saja.”

Kalitengah Lor adalah dusun paling ujung. Dusun ini berada di radius lima kilometer dari puncak. Tak ayal, ketika gemuruh Merapi menggetarkan dusun pada Jumat (11/5/2018) dua pekan lalu, penghuninya langsung waswas.

Senin (21/5/2018) sore pukul 17.50 WIB, gemuruh terdengar lagi. Erupsi sore itu adalah yang ketiga dalam satu hari. Seisi dusun langsung tunggang langgang menuju Balai Desa Glagaharjo.

Tak ada peringatan apapun memang, juga tak ada bunyi sirene pada sore itu. Namun, tetap saja warga tak mau kecolongan. Mereka jeri tragedi 2010 bakal kembali terulang.

“Trauma juga, gemuruhnya keras,” kata Senen.

Sepeda motor, pikap dan angkutan lainnya dipakai untuk mengangkut warga.

Kecemasan tak hanya melanda Kalitengah Lor. Penduduk empat dusun mengungsi sampai menginap di Balai Desa Glagaharjo, yaitu dari Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Srunen, dan Singlar.

Rawan Bencana

Dusun Kalitengah Lor dan dua dusun lainnya yaitu Dusun Kalitengah Kidul juga Dusun Srunen masuk pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) III di Desa Glagaharjo. “Idealnya, di KRB III tidak boleh ada aktivitas apa pun, termasuk untuk tempat tinggal,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Makwan.

Tapi, menurut Makwan, larangan itu tak bisa diterapkan secara kaku. “Tergantung situasi, memang masih banyak yang menempati KRB III, tapi ketika waspada, warga harus meningkatkan kewaspadaannya,” ujar dia.

Sekretaris Desa Glagaharjo Agralno mengatakan Pemda DIY maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman sudah membujuk agar warga mau menempati huntap yang sudah disediakan. Namun Agralno mempertanyakan sejauh mana pemerintah bisa menyediakan fasilitas huntap yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan di KRB III.

“Apakah kehidupan warga akan sama ketika menempati huntap? Apakah kondisi huntapnya juga sama?” tanya Agralno.

Menurut Agralno, ada sebagian warga Desa Glagaharjo yang mau tinggal di huntap. Tapi, sebagian besar warga masih menempati rumah mereka di KRB III. Di Dusun Kalitengah Lor ada 177 keluarga masih menetap di KRB III.

Penduduk Dusun Kalitengah Lor Supri mengatakan sebagain besar warga enggan pindah ke huntap karena khawatir hidup bakal jadi boros.

“Di sini kami kalau mau nasi, sayur ya gampang carinya, kalau di huntap kan apa-apa serba beli,” ucap Supri.

Warga Kalitengah Lor lainnya Poniman memikirkan hal yang sama. “Kalau ke huntap kan tidak bisa bawa sapi, bawa anjing, karena jarak antar rumah berdekatan,” kata dia.

Perubahan sosial juga mencemaskan mereka.

“Kadang di sini ada kenduri, dan memakai ayam, sedangkan di huntap pelihara ayam saja enggak boleh,” ujar Poniman.

Rumah 36 meter persegi (6X6 meter) yang disediakan untuk penghuni KRB III tak diambil. Menurut Supri, ketika mereka sudah pindah ke huntap, lantas tiap tahun anggota baru keluarga lahir, rumah itu bakal sangat sesak.

Meski demikian, penduduk Kalitengah Lor sudah siap ketika bencana datang. Berbagai tanda jalur evakuasi di sepanjang jalan dipasang, begitu pun dengan tanda titik kumpul yang persis berada di depan rumah Senen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement