Kopi Merapi Go International
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN- Untuk pertama kalinya, Kopi Merapi akan tampil di Helsinki Coffee Festival, Finlandia. Tahun ini, festival tersebut akan digelar pada 20-22 April di kawasan industri dan bisnis Cable Factory. Selama tiga hari, penduduk Finlandia yang dikenal sebagai salah satu peminum kopi terbanyak, akan merasakan taste Kopi Merapi.
Bupati Sleman Sri Purnomo bersama pejabat terkait lainnya akan membawa langsung produk Kopi Merapi. Tidak hanya bubuk, bibit stek dan biji Kopi Merapi juga akan ditampilkan pada festival tersebut. "Kopi Merapi dari sisi taste [rasa] masuk kelas Eropa. Sudah ada tester dari Finlandia dan menyatakan Kopi Merapi memiliki kualitas internasional," kata Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman Heru Saptono beberapa waktu lalu.
Advertisement
Selain mengantongi Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) Kopi Merapi juga mendapat pengakuan atau sertifikat Indikasi Geografis (IG). Dengan begitu, kata Heru, produksi dan distribusi Kopi Merapi layak dipasarkan ke mancanegara. Baginya, taste dan aroma Kopi Merapi melebihi kopi branded lainnya. Ini dikarenakan keasrian tanaman biji kopi berasal dari Merapi. "Produk kopi itu dipengaruhi oleh tanah, air dan ketinggian. Merapi salah satu lokasi yang dinilai cocok untuk tanaman kopi berkelas, baik jenis Arabika maupun Robusta," paparnya.
Keadaan geografis lereng Merapi, mulai Tempel, Turi, Pakem hingga Cangkringan berada pada ketinggian lebih dari 500 – 999 mdpl. Ketiga wilayah ini memiliki luas 6.538 hektare atau 11,38 % dari total luas wilayah. Selain itu juga ada lahan seluas 1.495 hektare yang masuk pada kategori ketinggian lebih dari 1000 mdpl.
Karakteristik wilayah dan topografi ini sesuai dengan kondisi ideal untuk pembudidayaan komoditas kopi. Berdasarkan pedoman teknis budidaya kopi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, kondisi ketinggian di lereng Merapi dinilai cocok untuk tanaman kopi, baik jenis arabika maupun robusta.
Seriusi Pengembangan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman tidak main-main untuk melakukan pengembangan Kopi Merapi. Kawasan lereng Gunung Merapi akan dijadikan sentra perkebunan dan produksi kopi. Tahun ini, untuk tahap pertama Pemkab menyiapkan lahan seluas 6 hektare untuk pengembangan perkebunan kopi. Pengembangan itu tidak hanya di Desa Umbulharjo dan Kepuharjo, tetapi juga di kawasan Glagaharjo, Cangkringan.
"Enam hektare itu belum termasuk rencana di Glagaharjo. Satu hektare akan ditanami 2.000 bibit, jadi total ada 12.000 bibit kopi yang tanam," kata Heru.
Erupsi Gunung Merapi pada 2010 menyebabkan sekitar 90% persen lahan kopi rusak. Padahal waktu itu luas lahan kopi di lereng Merapi antara 500-850 hektare. Pasca-erupsi, tinggal 200-300 hektare lahan perkebunan kopi yang bisa dikembangkan.
Saat ini perluasan dan reklamasi lahan perkebunan bekas erupsi Merapi masih dilakukan. Penataan-penataan lahan untuk perkebunan kopi terus berjalan. "Langkah awal, kami menanam tananam pelindung dengan harapan tanaman kopi tidak mati ketika musim kemarau," ujarnya.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan kebijakan Pemkab mengembangkan perkebunan Kopi Merapi bukan tanpa alasan. Saat ini, katanya, Kopi Merapi sudah mendunia. Meski begitu, jumlah produksi dan stok Kopi Merapi hingga kini belum mampu memenuhi permintaan pasar, terutama pasar luar negeri.
Berdasarkan Data Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman, data luasan dan produksi kopi di Sleman 2017 sebagai berikut. Untuk luasan tanaman kopi Robusta 224,55 hektare, luasan panen 54,94 hektare dan luas produksi 334,76 hektare. Adapun untuk Arabika, luasan tanamannya 46,20 hektare, luasan panen 31,40 hektare dan luas produksi 147,72 hektare. "Produktivitasnya dari tahun ke tahun meningkat. Dari 4,62 pada 2015, menjadi 4,87 [2016] dan 5,58 pada 2017 lalu," katanya.
Dengan pengembangan yang dilakukan, dia berharap perkebunan kopi di lereng Merapi dapat memenuhi permintaan pasar tersebut. “Ke depan diharapkan kopi Merapi bisa semakin terkenal dan dapat mendukung sektor pariwisata juga," ucapnya.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman Heru Saptono menambahkan, saat ini di lereng Merapi banyak bermunculan warung-warung kopi yang menyajikan kopi Merapi. Salah satunya, di Tugu Ambruk, Kepuharjo. Ke depan, Pemkab akan mendorong warga untuk membuka usaha sejenis. "Warga setelah dilatih kami dorong untuk mendirikan warung serupa. Tidak hanya di Umbulharjo dan Kepuharjo, tetapi juga Glagaharjo," katanya.
Instansinya juga akan bersinergi dengan Dinas Pariwisata dan komunitas wisata di lereng Merapi untuk menghidupkan warung-warung kopi tersebut. Salah satunya dengan menyatukan paket wisata Jeep Lavatour. "Ini agar wisatawan bisa singgah di salah satu warung kopi, mereka bisa menikmati kopi dengan view Merapi," ujarnya.
Siap Bersaing
Ketua Koperasi Usaha Bersama (KUB) Kebun Makmur Cangkringan, Sumijo mengatakan kualitas dan cita rasa Kopi Merapi berbeda dengan produk kopi daerah lain. Pengaruh abu vulkanik Gunung Merapi dan lokasi di lereng gunung menjadikan rasa kopinya sangat khas.
Saat ini, Kopi Merapi sudah memiliki pasar sendiri dengan distribusi ekslusif. Mulai hotel, kafe, toko oleh-oleh, ataupun warung kopi di wilayah DIY. Dia optimistis, Kopi Merapi mampu bersaing dengan kopi-kopi hasil produksi daerah lainnya karena kualitasnya bisa diandalkan.
"Kami tidak takut bersaing dengan kopi-kopi hasil produksi daerah lain karena kopi Merapi memiliki kualitas dan aroma yang berbeda," katanya.
Penikmat kopi Merapi, katanya akan merasakan aroma berbeda dengan kopi lainnya. Aroma yang dihasilkan tidak begitu berat dan tidak bermasalah untuk lambung. Karena selain diproduksi secara alami, proses penanamannya menggunakan pupuk organik dari abu vulkanik dan pupuk kandang.
"Tahun ini kami targetkan volume penjualan kopi Merapi mencapi satu ton per bulan. Diharapkan tahun depan bisa mencapai dua ton per bulan," katanya optimistis.
Data Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman
Data luasan dan produksi kopi di Sleman 2016-2017
Robusta
Luasan tanaman
2016: 233,07 ha
2017: 224,55 ha
Luasan panen
2016: 64,60 ha
2017: 54,94 ha
Luas produksi
2016: 331,95 ha
2017: 334,76 ha
Arabika
Luasan tanam
2016: 51,80 ha
2017: 46,20 ha
Luasan panen
2016: 34.00 ha
2017: 31,40 ha
Luas produksi
2016: 148,10 ha
2017: 147,72 ha
Total lahan kopi Robusta dan Arabika
2016: 480,05 ha
2017: 482,50 ha
Produktivitasnya dari tahun ke tahun meningkat. Dari 4,62 pada 2015, menjadi 4,87 (2016) dan 5,58 pada 2017 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Hujan Deras, Dapur di Rumah Warga Kasihan Bantul Roboh Timpa Penghuni
- Bencana Hidrometeorologi, Pemkab Gunungkidul Segera Tetapkan Status Siaga
- Prediksi Cuaca BMKG, Seluruh Wilayah DIY Diguyur Hujan Lebat 3 Hari ke Depan
- Liga 1 Besok, PSS Jamu PSBS Biak, Ini Head to Head Kedua Tim
- KPU Bantul Mulai Mendistribusikan Undangan Nyoblos di Pilkada
Advertisement
Advertisement