Advertisement
Politik Uang Ibarat Cokelat, Jangan Cuma Mau Dikasih yang Manis-Manis

Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO—Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kulonprogo mengeluarkan beragam cara dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi sebagai pemilih yang cerdas dan tidak terbujuk rayu politik uang. Salah satunya dengan membagikan cokelat kepada masyarakat dan sejumlah peserta sosialisasi pengawasan pemilu.
Tak ada benang merah antara sebatang cokelat jenis dark chocolate dengan pemilu. Namun di Kulonprogo, nyatanya sebatang cokelat menjadi satu produk edukasi untuk mengenalkan pemilu. Ada satu filosofi yang bisa dipelajari dari sebatang dark chocolate. Setidaknya itu yang diyakini oleh tim internal Bawaslu Kulonprogo.
Advertisement
"Cokelat kami bagikan sebagai pengingat. Jangan terima yang manis-manis saja, yang pahit juga perlu. Demikian pula seperti rasa saat menikmati cokelat," ujar Koordinator Divisi Hukum Sengketa dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kulonprogo, Panggih Widodo, ketika ditemui di kantornya, Rabu (21/11/2018).
Selain menjadi media pendukung dalam sosialisasi pencegahan politik uang, Bawaslu berharap kerja sama antara UMKM dan Bawaslu ini turut membantu memopulerkan produk Kulonprogo.
Ketua Bawaslu Kulonprogo, Ria Harlinawati, menjelaskan alasan Bawaslu menggunakan cokelat dalam sosialisasi sebagai bentuk kreativitas dan inovasi dalam upaya optimalisasi sosialisasi dan pencegahan politik uang. "Agar lebih menarik masyarakat," kata dia.
Ria menambahkan Bawaslu sudah memetakan kerawanan yang ada di tiap kecamatan. Ada kecamatan yang hampir seluruh wilayah desa di dalamnya merupakan daerah rawan pelanggaran, termasuk di satu desa ada kerawanan dari sejumlah jenis pelanggaran yang berbeda. Namun ada juga wilayah kecamatan yang tak semua desa di dalamnya menjadi wilayah rawan pelanggaran. Tentunya, bentuk jenis kerawanan desa-desa ini berbeda-beda satu sama lain.
Khusus rawan politik uang terdata di sebanyak 81 desa. Aspek rawan konflik di 63 desa; rawan politik SARA ada di 34 desa; rendahnya profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu tingkat desa ada di 26 desa. Minimnya netralitas pihak yang dilarang menunjukkan dukungannya secara langsung terhadap peserta pemilu, tercatat ada di 64 desa. Namun, Ria enggan menjelaskan lebih rinci desa mana saja yang rawan tersebut. Hanya saja, sebagian besar desa rawan tadi berada di lima kecamatan meliputi Samigaluh, Kalibawang, Wates, Panjatan, Sentolo. "Kerawanan politik menggunakan data temuan kasus dalam pemilu periode sebelumnya. Jadi kami dalam penentuan ini memang harus berdasarkan data dan pantauan langsung oleh panwaslu tingkat desa maupun kecamatan," kata dia.
Lewat pemetaan yang dilakukan sejak sebelum masa kampanye, tidak menutup kemungkinan terdapat lebih dari satu aspek kerawanan pelanggaran di sebuah desa. Contohnya, di desa A memiliki kerawanan dalam praktik politik uang, tapi tidak menutup kemungkinan di desa tersebut juga rawan netralitas aparatur negara.
"Dengan pemetaan ini kami melihat lebih rawan mana dulu, misal desa A memiliki sejumlah kerawanan, tapi yang menonjol rawan politik uang, maka dalam pengawasaan kami lebih fokus penanganan politik uang tanpa mengesampingkan aspek kerawanan lain, tujuannya agar efektif dan tepat sasaran," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Menhub Komitmen Perkuat Keselamatan Semua Moda Transportasi
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Warga Kotabaru Budi Daya Maggot untuk Tangani Sampah Organik
- Polda DIY Perpanjang Operasi Aman Nusa I Progo Selama Sepekan
- Pemkab Bantul Salurkan Lima Ton Pupuk untuk Petani Lahan Pasir
- Antisipasi Banjir, Pemkot Jogja Bangun Sumur Resapan di Tiga Ruas Jalan
- Keluarga Sopir Taksi Online Tuntut Pelaku Dihukum Mati
Advertisement
Advertisement