Advertisement
KOPI SUROLOYO: Sangat Diminati, tetapi Kewalahan Hadapi Pesanan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kopi Suroloyo bagaikan ulat yang sedang naik daun. Kopi ini awalnya tak banyak dikenal potensinya, tetapi sekarang seakan berada dalam fase kepompong. Butuh usaha keras berdarah-darah untuk mengembangkannya sebelum menjadi kupu-kupu: diakrabi, dicintai sekaligus dicari-cari karena keunikannya. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Uli Febriarni.
“Astagfirullah.” Sejumlah pengunjung berseru pada Festival Ngopi di Bukit Menoreh di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Senin (31/12/2018) malam. Hujan turun bersama terpaan angin kencang. Tidak terlalu deras, tetapi cukup membuat hadirin takut, khawatir, panik. Panggung bergoyang dan terlihat hendak ambruk. Alam lebih bersahabat satu jam sebelum 2018 berakhir. Kemudian kembang api bekerlapan pada pergantian tahun. Agenda selanjutnya disebut-sebut sebagai menyeruput kopi pertama 2019.
Advertisement
Malam yang absen cahaya bulan itu membawa dingin menusuk tulang. Windarno yang mengenakan batik dan belangkon terpaksa mengenakan jaket bertuliskan merek sepeda motor. Penampilannya tak menarik perhatian, kecuali ketika ia beraksi dengan teko berleher sempit dan biji-bijian kopi yang ia ambil dari stoples kaca transparan berstiker Kopi Suroloyo, yang diberi embel-embel Arabika maupun Robusta.
Windarno bukan hanya mengolah kopi di kedainya, melainkan juga membuka hatinya selapang-lapangnya untuk berbagi pengetahuan: perihal cara merawat kopi, potensi kopi dan banyak ihwal lain yang bertautan dengan budi daya kopi, khususnya kopi Suroloyo. Menurut dia, kopi Suroloyo sebetulnya sudah populer di seluruh Indonesia dan luar negeri. Tetapi bahan bakunya masih terbatas.
“Sekali panen dapatnya satu ton, sekali keluar [diolah dan dikonsumsi] langsung ludes. Tidak sampai setengah tahun sudah habis. Jadi kalau stok hanya sedikit, hanya bisa untuk suvenir dan kedai di Suroloyo,” ujar lelaki yang karib dipanggil Mas Win ini.
Kopi Suroloyo di dalam benaknya adalah kopi yang punya prospek jadi emas di pasar internasional karena kopi ini punya keunikan yang tak dimiliki kopi lainnya. Bahkan tanaman yang tumbuh di sekitar tanaman kopi Suroloyo belum tentu bisa memberikan efek terhadap rasa dalam kopi. Misalnya, ada tanaman rempah di sebelah pohon kopi, belum tentu biji kopi punya samar-samar rasa rempah. “Kopi ini cuek pada ciri khasnya, fruity [bercita rasa buah]. Itu pun, tiap tahun rasa kopi akan berbeda,” ujar Windarno.
Kadang samar muncul rasa stroberi, terkadang ada rasa gula jawa, bisa juga rasa nangka. Pada panen 2015, dalam kopi Suroloyo sempat terkecap rasa apel, padahal tak ada satu pun pohon apel di kebun kopi.
“Kalau ada stok kopinya, bisa betul-betul go international. Kalau go international tetapi tidak ada barangnya [kopinya], lalu mau bagaimana? Kami pernah mengalami stop kontrak [karena tak mampu menyetok kopi].”
Menurut lelaki yang sudah menggeluti perkopian sejak 2010 ini, sudah saatnya pemerintah mendampingi para petani kopi dari hulu sampai hilir.
“Kalau pemerintah mau membantu bibit, jangan asal memberikan bibit. Tapi berikan kami bibit yang sesuai di Suroloyo,” kata dia.
Di Suroloyo, yang kerap dikembangkan adalah kopi Lini-S sekitar 22 tahun. Sementara, kopi Kartika baru sekitar 10 tahun.
Saat ini, sepengetahuan Windarno, ada sekitar 30 petani yang mengembangkan kopi. Bahkan mayoritas penduduk Dusun Keceme, sekitar 80 keluarga, memiliki tanaman kopi yang bercampur baur dengan teh, sayuran dan tanaman lainnya.
“Walau cuma beberapa pohon, tetapi kalau diopeni [dirawat] betul, hasilnya bagus,” ucap dia.
Kopi Suroloyo sudah melanglang sampai Selangor. Diminati pula oleh pencinta kopi asal Belanda, Swiss. Dari dalam negeri, penikmat dari Bangka dan Makassar. Menurut Windarno, jatuh cinta dengan kopi Suroloyo. Mereka rata-rata mengetahui kopi Suroloyo dari media sosial.
“Kami belajar media sosial juga,” ujar Win lagi.
Penyeruput kopi Suroloyo berasal dari beragam usia: anak kecil, remaja, mahasiswa, hingga rombongan orang berumur.
“Minum kopi akan menyehatkan tubuh. Dengan syarat, ditelan tanpa gula.”
Kepala Dinas Pariwisata Kulonprogo Niken Probo Laras menuturkan festival malam itu menjadi salah satu upaya menjenamakan objek wisata Puncak Suroloyo sebagai wisata kopi.
Kopi Menoreh dan Kopi Suroloyo yang merupakan komoditas unggulan di Desa Gerbosari, diproyeksikan menjadi ikon.
“Kelak, wisatawan selain bisa menikmati keindahan alam, juga bisa merasakan kopi lokal yang bisa diminum di sini atau untuk oleh-oleh,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BMKG: Waspadai Curah Hujan Esktrem di Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Hadapi Climate Change, Pemkot Jogja Beri Penghargaan bagi Pegiat Lingkungan
- Dewa United vs PSS Sleman Starting XI: Duel Penyerang Timnas Hokky Caraka dan Egy Maulana Vikri
- 96 Perusahaan Promosikan Potensi Industri Perfilman di JAFF Market 2024
- Ratusan Unit Rusunawa di DIY Belum Terisi, Ini Daftarnya
- 19.000 Undangan Tak Sampai ke Tangan Pemilih, Bawaslu Minta KPU Bantul Lakukan Evaluasi
Advertisement
Advertisement