Advertisement
Machine Learning Memudahkan Nasabah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Hadirnya platform layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi atau peer-to-peer lending (P2P lending) membantu meningkatkan inklusi finansial dengan memberikan akses secara digital kepada calon nasabah yang selama ini sulit mengakses layanan keuangan konvensional seperti bank, multifinance maupun koperasi simpan pinjam.
Dalam beberapa tahun terakhir P2P lending di Indonesia berkembang pesat. Hingga akhir Oktober 2018 telah disalurkan pinjaman total sebesar Rp15,9 triliun dari seluruh platform yang telah terdaftar dan diawasi OJK.
Advertisement
Relationship Manager Trust IQ Irwan Hermawan mengatakan TrustIQ menjadi P2P lending yang telah terdaftar dan diawasi oleh OJK. TrustIQ yang merupakan bagian dari Trusting Social group yang merupakan tekfin yang bergerak di bidang telco credit scoring bekerja sama dengan penyedia layanan seluler. TrustIQ didukung oleh personel berpengalaman di bidang big data, machine learning dan perbankan baik di dalam maupun luar negeri.
“TrustIQ dan Trusting Social bekerja sama dengan penyedia layanan seluler untuk menganalisis risiko kredit berbasis machine learning. Dengan penetrasi pengguna layanan telepon seluler yang hampir 90 persen dari dari total penduduk Indonesia, hal tersebut dapat mengatasi salah satu permasalahan analisis risiko kredit yang kredibel,” kata Irwan, Senin (11/2/2019).
Dijelaskan dia, kelebihan TrustIQ dibandingkan P2P lending lainnya adalah dengan menggunakan Telco Credit Scoring berbasis teknologi machine learning, TrustIQ dapat memberikan proses persetujuan yang cepat.
Industri P2P lending adalah industri yang baru maka tantangan terbesar bagi pelaku industri adalah edukasi kepada masyarakat mengenai layanan yang saat ini tersedia. Layanan P2P lending dapat memberikan layanan pinjaman kepada nasabah yang sebelumnya tidak terlayani oleh perbankan maupun multifinance. Namun nasabah tetap harus berhati-hati dan memastikan menggunakan layanan dari P2P yang terdaftar di OJK.
Irwan mengatakan selain akses terhadap layanan keuangan, salah satu problem inklusi finansial adalah kemampuan industri keuangan untuk menilai risiko kredit terhadap calon nasabah. Hal itu dikarenakan banyak calon nasabah yang belum pernah mendapatkan pinjaman sebelumnya maka tidak data pinjaman yang biasanya digunakan untuk menilai risiko kredit.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metoda analisis penilaian risiko kredit alternatif menggunakan machine learning dan data-data lain sebagai bahan penilaian sebelum suatu aplikasi pinjaman dapat disetujui.
Dijelaskan Irwan, machine learning adalah cabang atau pengembangan dari aplikasi kecerdasan buatan yang fokus mengembangkan sistem yang mampu belajar sendiri menggunakan data-data sebagai bahan pembelajaran.
Di Indonesia pengetahuan mengenai machine learning masih terbatas di kalangan akademisi dan praktisi teknologi informasi. Walaupun tanpa disadari layanan berbasis machine learning telah dinikmati oleh konsumen secara luas.
Contohnya adalah layanan chatbot dari platform e-commerce. Dengan memanfaatkan teknologi machine learning, para pelaku industri keuangan dapat membuat model analisis risiko kredit berdasarkan data-data alternatif yang tersedia sehingga dapat mengelola risiko secara keseluruhan dengan lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Progres TPS 3R Karangmiri Mengalami Perlambatan, Pengolahan Sampah Pemkot Jogja Bertumpu pada Nitikan
- Mengalami Era Baru Koneksi Internet dengan Izzi Life dari Life Media
- Digugat Vendor Snack Pelantikan KPPS yang Sempat Viral, Ini Tanggapan KPU Sleman
- PPP Incar Posisi Calon Wakil Wali Kota Jogja
- Calon Perseorangan Pilkada DIY 2024 Harus Mengantongi Ini
Advertisement
Advertisement