Advertisement

Miliaran Rupiah Dana Ganti Rugi Bandara Kulonprogo Mengendap di PN Wates

Jalu Rahman Dewantara
Senin, 04 Maret 2019 - 10:37 WIB
Nina Atmasari
Miliaran Rupiah Dana Ganti Rugi Bandara Kulonprogo Mengendap di PN Wates Kondisi kawasan relokasi perumahan warga terdampak pembangunan New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) di Desa Kebonrejo, Kecamatan Temon, Selasa (23/10/2018). - Harian Jogja/Jalu Rahman Dewantara

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Sebanyak Rp56,05 miliar berupa uang ganti rugi bagi warga terdampak pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) masih mengendap di Pengadilan Negeri (PN) Wates.

Adanya konflik keluarga, status tanah masih dalam persengketaan serta warga terdampak yang belum mau mencairkan meski sudah mengetahui, diduga menjadi alasan dana konsiyansi itu belum juga cair.

Advertisement

“PN Wates tugas pokok dan fungsinya hanya sebagai penitipan saja,” ucap Juru Bicara PN Wates, Edy Sameaputy, Minggu (3/3/2019).

Berdasarkan rekapitulasi data konsinyasi per 26 Februari 2019 di PN Wates, menunjukkan masih terdapat 63 berkas perkara konsinyasi dana kompensasi pembebasan lahan untuk NYIA yang belum dicairkan.

Jumlah itu merupakan total data permohonan konsinyasi yang diajukan ke PN Wates hingga 31 Desember 2018 lalu sebanyak tercatat 282 perkara. Sementara sebanyak 36 perkara di antaranya sudah dicabut dan sisanya menjalani proses penetapan konsinyasi. Dari perkara yang sudah ditetapkan, sudah ada 183 yang dicairkan dananya.

Anggota Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) asal Desa Palihan, Kecamatan Temon, Sofyan, mengungkapkan saat ini memang masih terdapat warga termasuk dirinya yang konsisten menolak pembangunan NYIA sehingga tidak mengambil dana konsinyasi.

Jumlahnya mencapai 28 orang dari sembilan kepala keluarga. “Menurut kami [PWPP-KP] konsinyasi itu tidak sah dan menganggap tanah itu masih milik kami,” ucapnya.

Namun, terdapat juga belasan warga penolak bandara yang sudah mencairkan dana kompensasi tersebut dengan mengajukan sejumlah syarat. Namun, dia mengaku tak tahu persis persyaratan seperti apa yang dimaksud.

Sofyan mengungkapkan seusai digusur paksa pada Juli 2018 lalu, dirinya beserta warga penolak memilih untuk tinggal di rumah kerabat maupun pindah ke tempat lain. Sebagian dari mereka memilih untuk bercocok tanam dengan sistem sewa lahan mengingat lahan yang dimiliki sudah habis berganti beton bandara.

Dia mengaku setelah penggusuran, warga menjadi kacau. Tak hanya itu, organisasi yang dulu membantu kelompoknya belakangan mulai berbalik arah dan membujuk warga untuk melunak dengan mendukung pembangunan bandara.

Kepala Seksi Kemasyarakatan Desa Palihan, Muslihudin Sukardi, mengakui masih ada sejumlah warganya, terutama warga penolak bandara, yang belum bersedia mencairkan dana konsinyasi. Namun, dia meyakini sebagian besar orang dari kelompok tersebut itu sudah mulai mengurus dokumen persyaratan pencairan ke pemerintah desa.

“Beberapa waktu lalu sudah ada yang mengurusnya tapi saya kurang tahu apakah itu sudah sampai tahap pencairan atau belum, tetapi itu cuma sedikit kok, banyak yang sudah mencairkan,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Libur Paskah, 26.153 Penumpang Naik Turun di Stasiun Wilayah Madiun

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement