Advertisement

Petani Garam di Gunungkidul Belum Punya Pasar

Rahmat Jiwandono
Rabu, 17 Juli 2019 - 15:12 WIB
Yudhi Kusdiyanto
Petani Garam di Gunungkidul Belum Punya Pasar Ilustrasi budidaya garam. - Bisnis Indonesia

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Petani garam di kawasan Pantai Sepanjang, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari dan dan Pantai Nguyahan, Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, belum menemukan pasar garam yang dihasilkan. Saat ini, biaya produksi garam di kedua pantai tersebut berada di atas harga pasaran.

Kepala Bidang Tangkapan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul, Purwono Sulistyo Hadi, mengatakan kualitas garam yang dihasilkan dari pantai selatan Gunungkidul lebih baik dibandingkan garam yang dihasilkan petani garam di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Menurutnya, untuk bisa mendapatkan pasar yang tepat serta laba minimal harga garam Rp4.000 per kilogram. "Faktanya harga 10 kilogram garam di sini hanya Rp20.000, padahal break even point [BEP] atau titik balik impasnya di atas Rp2.000," ujarnya, Rabu (17/7/2019).

Advertisement

Dia menyatakan kualitas garam di Bumi Handayani layak dijual seharga Rp4.000. "Kalau dijual dengan harga Rp2.000 justru rugi," katanya.

Disinggung soal produsen garam yang sudah mempunyai izin pangan industri rumah tangga (PIRT), Sulis menyatakan tahap awal untuk punya IRT ialah proses pembuatan kemudian pengolahan garam. Sekarang jajarannya tengah mengajarkan proses pengambilan garam dari air laut, penyaluran ke lokasi tambak garam, pemanasan, dan pembersihan limbah-limbah dari proses pembuatan garap. "Kami berkoordinasi dengan DKP DIY dalam memberikan pelatihan kepada produsen garam agar punya PIRT," tutur dia.

Kepala Seksi Kenelayanan DKP Gunungkidul, Dewi Asthi, mengungkapkan hasil produksi garam di kedua pantai tersebut sebesar 100 kilogram per bulan. Diakuinya, kendala dalam pembuatan garam adalah alat yang bisa mengurangi kadar air. "Petani garam di Pantai Sepanjang dan Nguyahan tidak punya alat itu," ucapnya.

Kepala Disperindag Kabupaten Gunungkidul, Johan Eko Sudarto, mengatakan potensi produksi garam di Bumi Handayani sangat bagus. Sayangnya, kemampuan produksi sampai saat ini belum diimbangi dengan kemampuan pemasaran. "Saat ini yang diperlukan adalah peningkatan kapasitas dan kualitas dari produk tersebut, bagaimana caranya agar bisa diterima oleh pasar atau konsumen," ujarnya.

Dia menyebut dari sisi kapasitas juga perlu diperhatikan seperti izin dari BPOM, PIRT, label halal, merek dan kemasan. "Baru nanti pangsa pasar yang disasar siapa, kemudian dari sisi kualitas juga harus terus diperhatikan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Petinggi Freeport Temui Jokowi, Ini yang Dibahas

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 18:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement