Advertisement

Plengkung Gading Ternyata Punya Makna Filosofi, Sultan Jogja Konon Dilarang Melewati Tempat Ini

Bhekti Suryani
Minggu, 20 Februari 2022 - 14:17 WIB
Bhekti Suryani
Plengkung Gading Ternyata Punya Makna Filosofi, Sultan Jogja Konon Dilarang Melewati Tempat Ini Plengkung Gading - Dok.Pemda DIY

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Salah satu bangunan yang ikonik di Jogja adalah Plengkung Gading. Bangunan bersejarah ini ternyata punya makna dan filosofi tersendiri. Sultan Jogja konon tak boleh melewati bangunan ini.

Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya merupakan sebuah peninggalan sejarah yang memiliki bentuk seperti pintu gerbang yang melengkung. Itulah mengapa disebut dengan istilah Plengkung yang berarti melengkung.

Advertisement

Dilansir dari laman resmi Pemerintah DIY, istilah Gading berasal dari warna pintu tersebut yang memiliki warna putih atau gading. Berarti bangunan ini bisa disebut dengan gerbang yang melengkung berwarna putih. Bangunan ini termasuk gapura yang digunakan sebagai pintu masuk menuju jeron benteng Kraton Jogja.

BACA JUGA: Cerita GKR Mangkubumi Gadaikan BPKB Mobil dan Perlihatkan Saldo Rekening

Bangunannya termasuk satu dari lima plengkung yang menghubungkan ke kraton. Adapun kelima pelengkung tersebut yakni Plengkung Tarunasura, Plengkung Nirbaya, Plengkung Madyasura, Plengkung Jaga Surya dan Jagabaya. Diantara kelima lengkung tersebut yang paling terkenal ialah Plengkung gading dan Plengkung Tarunasura.

Bentuk dari kedua plengkung tersebut masih terjaga keasliannya hingga kini sehingga keduanya sangat dikenal di tengah masyarakat. Nama asli dari Plengkung ini ialah Plengkung Nirbaya yang terletak di arah Selatan Alun-Alun Selatan Jogja. Bangunan ini dijadikan pintu keluar jenazah Sultan yang sudah wafat menuju Makam Imogiri.

Konon katanya Sultan yang masih hidup tidak diperbolehkan melewati plengkung di benteng bagian selatan tersebut. Plengkung Gading sempat diperbaiki bentuk aslinya pada tahun 1986 untuk menjaga keasliannya. Adapun Nirbaya sendiri memiliki arti bebas dari bahaya duniawi dan diartikan sebagai sifat yang sederhana.

Menurut Badan Pelestarian Cagar Budaya DIY, dahulu di tempat itu terdapat parit yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan musuh. Parit tersebut memiliki lebar hingga 10 meter dengan kedalaman 3 meter. Namun pada tahun 1935 parit itu hilang dan kini sudah dijadikan sebagai jalan.

Sayangnya tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan bekas parit tersebut dialihfungsikan menjadi sebuah jalan. Adapula jembatan gantung pada setiap Plengkung yang berfungsi sebagai jalan untuk masuk ke dalam benteng dengan melewati parit. jika musuh datang maka jembatan akan ditarik ke atas menjadi pintu penutup Plengkung.

Di kawasan Plengkung Gading Anda juga akan menemukan menara sirine yang digunakan hanya dua kali saja. Pertama digunakan pada 17 Agustus untuk mengingat detik-detik proklamasi dan digunakan juga pada saat bulan Ramadhan menjelang berbuka puasa. Hal ini menjadi keunikan tersendiri dari kawasan tersebut.

Pengunjung juga dapat menikmati keindahan malam di dekat bangunan ini yang menyuguhkan lampu-lampu indah di sekitarnya. Pengunjung akan dibawa pada suasana tempo dulu yang didukung oleh bangunan yang mempertahankan gaya kuno. Pengunjung bisa mengambil foto di sana dengan suasana yang sangat unik ala zaman kolonial Belanda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Timah, Bos Maskapai Penerbangan Terlibat

News
| Sabtu, 27 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement