Advertisement
Plengkung Gading Ternyata Punya Makna Filosofi, Sultan Jogja Konon Dilarang Melewati Tempat Ini

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Salah satu bangunan yang ikonik di Jogja adalah Plengkung Gading. Bangunan bersejarah ini ternyata punya makna dan filosofi tersendiri. Sultan Jogja konon tak boleh melewati bangunan ini.
Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya merupakan sebuah peninggalan sejarah yang memiliki bentuk seperti pintu gerbang yang melengkung. Itulah mengapa disebut dengan istilah Plengkung yang berarti melengkung.
Advertisement
Dilansir dari laman resmi Pemerintah DIY, istilah Gading berasal dari warna pintu tersebut yang memiliki warna putih atau gading. Berarti bangunan ini bisa disebut dengan gerbang yang melengkung berwarna putih. Bangunan ini termasuk gapura yang digunakan sebagai pintu masuk menuju jeron benteng Kraton Jogja.
BACA JUGA: Cerita GKR Mangkubumi Gadaikan BPKB Mobil dan Perlihatkan Saldo Rekening
Bangunannya termasuk satu dari lima plengkung yang menghubungkan ke kraton. Adapun kelima pelengkung tersebut yakni Plengkung Tarunasura, Plengkung Nirbaya, Plengkung Madyasura, Plengkung Jaga Surya dan Jagabaya. Diantara kelima lengkung tersebut yang paling terkenal ialah Plengkung gading dan Plengkung Tarunasura.
Bentuk dari kedua plengkung tersebut masih terjaga keasliannya hingga kini sehingga keduanya sangat dikenal di tengah masyarakat. Nama asli dari Plengkung ini ialah Plengkung Nirbaya yang terletak di arah Selatan Alun-Alun Selatan Jogja. Bangunan ini dijadikan pintu keluar jenazah Sultan yang sudah wafat menuju Makam Imogiri.
Konon katanya Sultan yang masih hidup tidak diperbolehkan melewati plengkung di benteng bagian selatan tersebut. Plengkung Gading sempat diperbaiki bentuk aslinya pada tahun 1986 untuk menjaga keasliannya. Adapun Nirbaya sendiri memiliki arti bebas dari bahaya duniawi dan diartikan sebagai sifat yang sederhana.
Menurut Badan Pelestarian Cagar Budaya DIY, dahulu di tempat itu terdapat parit yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan musuh. Parit tersebut memiliki lebar hingga 10 meter dengan kedalaman 3 meter. Namun pada tahun 1935 parit itu hilang dan kini sudah dijadikan sebagai jalan.
Sayangnya tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan bekas parit tersebut dialihfungsikan menjadi sebuah jalan. Adapula jembatan gantung pada setiap Plengkung yang berfungsi sebagai jalan untuk masuk ke dalam benteng dengan melewati parit. jika musuh datang maka jembatan akan ditarik ke atas menjadi pintu penutup Plengkung.
Di kawasan Plengkung Gading Anda juga akan menemukan menara sirine yang digunakan hanya dua kali saja. Pertama digunakan pada 17 Agustus untuk mengingat detik-detik proklamasi dan digunakan juga pada saat bulan Ramadhan menjelang berbuka puasa. Hal ini menjadi keunikan tersendiri dari kawasan tersebut.
Pengunjung juga dapat menikmati keindahan malam di dekat bangunan ini yang menyuguhkan lampu-lampu indah di sekitarnya. Pengunjung akan dibawa pada suasana tempo dulu yang didukung oleh bangunan yang mempertahankan gaya kuno. Pengunjung bisa mengambil foto di sana dengan suasana yang sangat unik ala zaman kolonial Belanda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Presiden RI Prabowo Subianto Apresiasi Pemda Telah Menyiapkan Gedung untuk Sekolah Rakyat
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Pemkab Bantul Masih Mendata Calon Siswa Sekolah Rakyat
- Komitmen Royal Ambarrukmo Yogyakarta Terhadap Lingkungan: Adakan Acara Refood Cycle
- Soal Dugaan Mafia Tanah di Tamantirto Bantul, Bupati Halim: Laporan Sudah Diterima, Saat Ini Kami Proses
- Kasus Bermunculan, Pemkab Bantul Siap Bentuk Satgas Pemberantasan Mafia Tanah
- Penumpang di Stasiun Lempuyangan Alami Kenaikan di Triwulan Pertama 2025
Advertisement