Advertisement

Pria Ini Punya Cara Jitu Angkat Derajat Kopi Merapi Lebih Tinggi

Lajeng Padmaratri
Sabtu, 20 Agustus 2022 - 03:37 WIB
Arief Junianto
Pria Ini Punya Cara Jitu Angkat Derajat Kopi Merapi Lebih Tinggi Sumijo memanen kopi. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN — Indonesia memiliki banyak jenis kopi lokal. Salah satunya ialah Kopi Merapi, kopi yang ditanam dari lereng Gunung Merapi. Salah satu sosok yang membawa Kopi Merapi makin digemari ialah Sumijo.

Warga asli Petung, Kalurahan Kepuharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman tersebut merupakan Ketua Koperasi Kebun Makmur, sebuah koperasi yang khusus mewadahi petani kopi di Kabupaten Sleman dan pengolahan kopinya.

Advertisement

Sepanjang hidupnya diserahkan untuk pengembangan potensi kopi dari Lereng Merapi, termasuk saat ini mengelola Warung Kopi Merapi, sebuah warung yang menawarkan sajian kopi sekaligus pemandangan Gunung Merapi di Petung.

BACA JUGA: 7 Perguruan Tinggi DIY Ikut Sukseskan Pemilu, KPU: Kampus Jadi Bagian dari Ad hoc

Saat ditemui di kantor koperasi yang berlokasi di Jalan Kaliurang Km 20, Pakem, Sleman, Sumijo didampingi karyawan koperasi itu menceritakan perkembangan Kopi Merapi. Menurutnya, kopi di sana sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. “Cerita simbah dulu, sejak zaman Belanda udah ada tanaman kopi di Lereng Merapi. Bahkan, ada kopi endemik di sana. Tetapi karena pada 1930 ada erupsi besar [Gunung Merapi], tanaman kopi jadi kena,” ujar Sumijo kepada Harian Jogja, Selasa (9/8) lalu.

Sejak kecil, pria 47 tahun itu sudah diajak kakek-neneknya ke kebun kopi di Petung. Begitu beranjak dewasa, dia pun memiliki ketertarikan untuk terus bergelut sebagai petani kopi. “Sejak 1992,  ikembangkan kopi jenis arabika di sana. Nah, mulai dari persiapan lahan sampai menanam, saya sudah ikut,” kata dia.

Dia bersama-sama petani kopi di Sleman pun membentuk Asosiasi Petani Kopi Kabupaten Sleman pada Hal itu dilakukan agar bisa menjaga harga jual kopi bisa tetap tinggi dari petani. Setahun setelahnya, mereka sempat ekspor kopi ke Amerika Serikat. Namun, karena kuotanya kurang untuk ekspor, para petani Kopi Merapi bekerja sama dengan petani kopi di Deles, Boyolali dan Wonosobo.

Sayangnya, karena sarana dan prasarana kurang dan kualitas kopi tidak sama, akhirnya ekspor itu dihentikan. Petani pun merugi hingga Rp20 juta. Kondisi itu membuat semangat para petani mengendur. Namun, Sumijo berupaya tetap membayar utang para petani.

Caranya, dia meminjam uang ke Pemkab Sleman sebesar Rp180 juta. Sebanyak Rp20 juta ia pakai untuk membayar utang petani, sementara selebihnya digunakan untuk membeli alat pengolahan kopi dan bahan baku. “Kami sepakat waktu itu bahwa kopi itu perlu diolah, jangan terlalu berorientasi ekspor kalau masih greenbean atau masih mentah,” kata dia.

Akhirnya mereka membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kebun Makmur pada 2004 dengan Sumijo menjadi ketuanya. Di kelompok itu, mereka mengolah kopi dan mulai menjual dalam bentuk kopi bubuk.

Strategi Pemasaran

Berbagai dinamika dihadapi Sumijo dalam membawa Kopi Merapi diminati banyak orang. Namun, salah satu langkahnya yang jitu untuk membuat kopi ini dikenal ialah memasarkannya langsung ke konsumen kopi.

Mulanya, kopi bubuk yang mereka produksi rencananya akan dijual ke warung-warung. Namun, karena minim peminat, Sumijo pun mengalihkan pemasaran Kopi Merapi ke pemakai langsung. “Seperti kedai, kafe, hotel, resto, dan konsumen langsung di tingkat rumah tangga. Kenapa begitu, karena kedai kopi di Jogja banyak. Katanya bisa lebih dari 1600 kedai, dari angkringan sampai kafe besar, itu belum termasuk hotel dan tempat oleh-oleh. Jadi potensinya tinggi sekali di kancah lokal,” ucap dia.

Meyakini potensi kopi di tingkat lokal masih tinggi, Sumijo pun enggan kembali berpikiran untuk ekspor. Sebab, menurutnya menuruti pasar lokal saja kini ia masih belum bisa penuhi seluruhnya.

BACA JUGA: Rangkaian Grebeg UMKM dan Jogja Fashion Week Dimulai

Pada 2008, KUB ditingkatkan menjadi koperasi. Anggotanya yang aktif ada 55 petani, mereka aktif menyetor panenan kopi sekaligus menjadi anggota. Namun, di luar itu masih ada ratusan petani yang belum bergabung ke koperasi dan hanya sebatas menyetor hasil panen.

“Produksi petani kopi di Lereng Merapi itu masih sangat tinggi, tetapi yang tertampung dan bisa dijual itu perbulan Target kami tahun ton per bulan. Sementara yang dari petani itu lebih dari itu, bisa lima kalinya, jadi ada yang langsung dijual ke pedagang,” ucap dia.

Kopi dengan vulkanis yang lembut, tetapi terlalu kental diminati penikmat kopi di Jogja. Walau begitu, Sumijo mengaku baru 10% kedai di Jogja yang ia suplai. Ia berharap bisa terus memperluas pemasaran Kopi Merapi di kancah lokal. “Potensi kopi di Sleman masih besar. Kami saat ini sedang mengembangkan agriculture tourism, jadi di samping Warung Kopi Merapi akan dikembangkan pusat edukasi dan wisata kopi,” kata Sumijo.

Dia meyakini, kopi tidak hanya berfungsi ekonomi. Selain itu, kopi juga bisa berfungsi untuk konservasi. “Jika pemasaran kopinya lancar, akhirnya butuh area kebun kopi yang luas. Dengan area kebun kopi terjaga, konservasi di area itu juga jadi lestari,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas

News
| Rabu, 30 Oktober 2024, 07:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Makanan Ramah Vegan

Wisata
| Minggu, 27 Oktober 2024, 08:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement