Advertisement
Lebih Terjangkau, Prosedur IMA Mampu Deteksi Glaukoma Lebih Dini

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Glaukoma menjadi salah satu penyebab kebutaan paling tinggi di dunia. Untuk mendeteksi glaukoma cukup sulit, karena 80-90% tidak bergejala, sehingga kerap disebut sebagai pencuri penglihatan. Tidak adanya gejala, membuat glaukoma rata-rata baru terdeteksi saat kerusakannya sudah lebih dari 50%.
Berangkat dari kondisi ini, spesialis mata dari JEC Eye Hospital and Clinics, Emma Rusmayani melakukan penelitian untuk memberikan alternatif deteksi dini glaukoma melalui penanda biologis Ischemia Modified Albumin (IMA).
Advertisement
PROMOTED: Dari Garasi Rumahan, Kini Berhasil Perkenalkan Kopi Khas Indonesia di Kancah Internasional
Penelitian berjudul 'Tinjauan Kadar Ischemia-Modified Albumin, Tumor Necrosis Factor Alfa, dan Malondialdehyde Pada Humor Akuos dan Serum Darah Sebagai Penanda Iskemia Lokal dan Sistemik Pada Glaukoma Primer' mengantarkannya meraih gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dalam ujian terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan di Gedung Pascasarjana, Selasa (20/9/2022), dia menyampaikan, melalui temuannya deteksi dini bisa dilakukan dengan metode sederhana dan ongkos yang relatif lebih terjangkau.
BACA JUGA: SAPDA DIY Minta Pelaku Pencabulan Anak Difabel Dihukum Berat
"Sebenarnya secara garis besar biayanya kurang dari Rp500 ribu. Saat ini dengan alat-alat yang jauh lebih canggih pemeriksaan relatif lebih sederhana dan terjangkau," ucapnya.
Dia mengatakan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi bagi penderita glaukoma atau orang dengan faktor risiko untuk mendapatkan deteksi lebih dini penyakitnya. Sampel yang diambil bukan melalui darah, tetapi mengambil cairan humor akuos di dalam mata.
"Di dalam cairan tersebut apabila terlihat hasil IMA yang tinggi, dapat disimpulkan sudah terjadi proses iskemia dan penipisan RNFL yang merupakan alarming sign dari pasien glaukoma," jelasnya.
Menurutnya, jika glaukoma diketahui lebih dini bisa dilakukan intervensi kepada pasien. Sehingga bisa membatasi hilangnya luas penglihatan. "Seperti diketahui glaukoma ini akan berakhir pada kebutaan yang bersifat permanen. Kalau bisa dideteksi lebih dini tentu bisa mencegah pasien dari kebutaan," ungkapnya.
BACA JUGA: Peduli Sekitar, UGM Luncurkan Kibar
Lebih lanjut dia mengatakan, penderita glaukoma di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Pasien glaukoma yang kerap ditemui di poliklinik biasanya sudah kondisinya sudah sangat lanjut.
"Harapannya prosedur IMA bisa dilakukan pada semua dokter mata di Indonesia sebagai bagian dari praktik sehari-hari sehingga bisa lebih banyak deteksi glaukoma lebih dini lagi," jelasnya.
Salah satu Tim Pembimbing, Muhammad Bayu Sasongko berharap agar penelitian ini bisa berkembang di tahun-tahun mendatang. Ia optimis hasil penelitian ini akan berkembang dalam 5-10 tahun ke depan. "Ini menjadi awal dan mendapatkan ilmu yang lebih luas lagi," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Berita Pilihan
Advertisement

Vaksin Booster Kedua Bakal Jadi Syarat Mudik Lebaran 2023? Begini Penjelasan Kemenkes
Advertisement

Kemegahan Desa Wisata Karangrejo Borobudur Menyimpan Kisah Menarik Bersama Ganjar
Advertisement
Berita Populer
- 7 Singkatan Nama Jalan di Jogja, Lebih Populer Dibanding Kepanjangannya
- Viral Video Penangkapan Penculik Anak di Kalasan, Polisi Pastikan Hoaks
- Kantor Imigrasi Yogyakarta Turut Hadir dalam Pembukaan ATF 2023
- YIA Berikan Ruang Transit Khusus Para Delegasi ATF
- Usai Panen Raya Jagung, Warga Sodo Gunungkidul Gelar Tradisi Apeman
Advertisement
Advertisement