Advertisement
Warga Jogja, Waspada Iming-Iming Rumah Murah!

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Masyarakat Jogja diimbau untuk waspada dengan iming-iming perumahan murah dan harga yang jauh dari harga pasaran. Bisa jadi ada masalah dalam pemanfaatan izin atau status tanah yang digunakan untuk membangun kawasan perumahan itu. Seperti yang baru-baru ini terjadi di kawasan Caturtunggal, Sleman, seorang pengusaha disomasi oleh Gubernur DIY lantaran melanggar ketentuan pemanfaatan tanah desa.
Predikat keistimewaan yang disandang Jogja memang melekat dengan status kepemilikan tanah yang berbeda dengan wilayah lain. Terdapat tanah kasultanan dan kadipaten yang penggunaannya tidak boleh sembarangan. Sebagian tanah itu ada yang diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah desa. Jenisnya beragam mulai dari tanah kas desa, tanah pelungguh berupa bagian dari tanah desa yang dipergunakan untuk tambahan penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa, atau tanah pengarem-arem yang bisa dipergunakan untuk tunjangan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang purna tugas.
Advertisement
Aturan soal penggunaan tanah ini lengkap dan detailnya ada di Peraturan Gubernur (Pergub) No.33/2017 tentang Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten, Pergub No. 34/2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa serta Pergub No. 35/2017 tentang Pola Hubungan Kerja dalam Pengawasan Urusan Pertanahan. Khusus pada Pergub No. 34/2017 salah satu pasalnya berbunyi tentang larangan penggunaan tanah kas desa untuk hunian tinggal. Fenomena di lapangan pengusaha atau penyewa dinilai belum membeberkan secara detail pemanfaatan tanah desa, sehingga rentan diperjualbelikan kepada masyarakat dalam bentuk perumahan.
"Memang harus hati-hati bahwa tanah kas desa tidak boleh diperjualbelikan, prakteknya kami lihat bahwa di lapangan di atas tanah desa itu ada rumah dan tanah diperjualbelikan. Jelas itu penyerobotan dan sudah melanggar ketentuan," kata Kepala Sat Pol PP DIY, Noviar Rohmad dalam gelar wicara yang diselenggarakan Harian Jogja dengan tema Sosialisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kas Desa, Selasa (27/9/2022).
BACA JUGA: 16 Anggota Polri Jalani Sidang Etik Terkait Penembakan Brigadir J
Menurut Noviar, ada ketentuan dalam Pergub No. 34/2017 bahwa tanah kas desa dilarang pemanfaatannya untuk rumah tinggal. Masa penyewaan juga dibatasi dengan durasi 20 tahun. Setelah habis masa sewa, bangunan beserta tanah harus dikembalikan kepada pemerintah desa. Perpanjangan masa sewa untuk selanjutnya dipastikan cukup ketat lantaran harus memuat pemanfaatan tanah desa berikut bangunan secara mendetail. Selain itu, penyewaan juga tidak hanya berupa tanah namun juga bangunan yang ada di atasnya.
"Itu yang disebut dengan bangun guna serah dan guna serah bangun. Kalau mau mengajukan lagi yang lewat 20 tahun itu harus sesuai dengan ketentuan. Kalau tidak memenuhi ya tidak bakal diizinkan. Makanya sekarang kan banyak izin pemanfaatan untuk rumah singgah, ini yang perlu diperjelas lagi," kata Noviar.
Jenis Pelanggaran
Sat Pol PP DIY beberapa waktu lalu rajin menyegel bangunan yang ditengarai pemanfaatannya tidak sesuai dengan izin pada tanah kas desa. Menurut Noviar, sebagian besar pelanggaran tanah kas desa jenisnya berupa tidak melalui persetujuan Gubernur, padahal perangkat desa wajib mengajukan permohonan izin pemanfaatan kepada Kraton terlebih dahulu sebelum memulai proses pemanfaatan. 90 persen pelanggaran disebut Noviar berada pada tanah berstatus pelungguh yang diperuntukkan bagi perangkat desa. Mestinya pemanfaatan tanah ini sewanya harus melewati APBD kalurahan untuk kemudian digunakan sebagai tambahan penghasilan perangkat desa.
"Setelah kita telusuri ternyata ada tanah pelungguh yang langsung disewakan tanpa melalui izin Gubernur atau masuk ke APBD Kalurahan lebih dulu," ujarnya.
Pelanggaran lain yakni berupa penambahan luas tanah dari total luas yang diberikan izin oleh Kraton. Atau penyewa yang belum mendapat hak kekancingan sudah melakukan pemanfaatan tanah kas desa. Saat ini Sat Pol PP DIY mengaku tengah mencermati 12 lokasi yang ditengarai melanggar ketentuan pemanfaatan tanah kas desa, saat ini proses penyelidikan tengah dilakukan. Hanya saja tindakan hukum yang dilakukan masih sebatas penyegelan sebagai peringatan kepada penyewa. Noviar mengakui bahwa hak penindakan berada pada instansi terkait dalam hal ini Dispetaru DIY.
"Sesuai dengan ketentuan bahwa pengawasan dilakukan oleh dinas, kami sebetulnya mengawasi jika dinas meminta. Tapi ketika ada laporan yang masuk kita langsung tindak, berupa penyegelan sampai dengan somasi," kata dia.
Sat Pol PP DIY selama ini mengacu pada kewenangan ketugasan berupa menjaga keamanan dan ketertiban wilayah dengan menegakkan aturan kepala daerah. Sehingga ketika ada aduan pelanggaran pemanfaatan tanah kas desa tindakan yang diambil baru sebatas penyegelan. Padahal dalam Pergub ada empat penindakan yang akan dilaksanakan jika pemanfaatan tanah kas desa diketahui tidak sesuai peruntukkan, mulai dari peringatan tertulis, pencabutan izin pemanfaatan, penyitaan aset dan diserahkan ke pemerintah desa serta diproses hukum.
"Memang apa yang selama ini kami lakukan masih sangat kecil pengawasan untuk seluruh tanah desa dari 392 kalurahan di DIY, makanya kami harap dari pemerintah kalurahan bisa menerapkan aturan sesuai dengan Pergub dan peraturan kelurahan yang telah dibuat sendiri," ujarnya.
Merevisi Pergub No. 34/2017
Analis Hukum Muda Biro Hukum Setda DIY, Retno Wulansari mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan revisi terhadap Pergub DIY No. 34/2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa. Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Kabupaten Kota dan juga perangkat desa di seluruh DIY untuk menemukan solusi agar pemanfaatan tanah kas desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satu aturan baru yang nantinya akan dimasukkan dalam Pergub revisi itu adalah mengenai perincian site plan pemanfaatan tanah kas desa. Di aturan sebelumnya dokumen mengenai rencana pemanfaatan memang sudah diatur namun perlu diperjelas.
"Kami sudah inventarisasi masalah dalam pemanfaatan tanah desa dan kami cari solusinya. Dan dituangkan dalam draft Pergub baru nanti termasuk site plan untuk jadi dokumen yang harus ditampilkan oleh pemerintah desa untuk izin sewa, penambahan lewat Rapergub 34 ini diharapkan jadi solusi," kata dia.
Retno menyatakan, sejak awal semangat penyusunan Pergub No. 34/2017 berupaya untuk mengatur pemanfaatan tanah kas desa agar bisa menyejahterakan masyarakat. Namun setelah kurang lebih empat tahun bergulir, kenyataannya jauh dari yang diharapkan. Ada kendala yang belum bisa dimaksimalkan oleh perangkat desa saat pengurusan pemanfaatan tanah kas desa. Misalnya saja mengenai laporan pemanfaatan tanah kas desa oleh penyewa tidak selalu diperoleh oleh perangkat desa. Kemudian mengenai evaluasi empat tahun sekali terhadap pemanfaatan tanah juga jarang dilaksanakan.
"Makanya ini jadi tantangan sendiri, agar pemanfaatan tanah desa ini ke depan tidak hanya diketahui oleh perangkat desa tapi juga dipahami dan dilaksanakan oleh mereka," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Dominan Cerah dan Panas, Berikut Info Prakiraan Cuaca Klaten Sabtu 23 September
- Suhu Tembus 35 Derajat Celsius, Cek Prakiraan Cuaca Wonogiri Sabtu 23 September
- Sekjen PDIP: Mega Ketemu Jokowi, Cawapres Ganjar Tinggal Nunggu Pengumuman
- Partai Demokrat Pilih Prabowo karena Dinilai Lebih Adil dan Bisa Diandalkan
Berita Pilihan
Advertisement

3 Tersangka Suap Eks Kabasarnas Segera Jalani Proses Sidang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Rute Bus Trans Jogja, dari Prambanan, Adisucipto, Condongcatur, dan Jombor, Jangan Salah Pilih
- Prakiraan Cuaca, Jumat 22 September 2023, Siang Hari Cerah Menyengat
- Gelar Musda XIII, Ini Tantangan Organda DIY ke Depan
- Top 7 News Harian Jogja Online, Jumat 22 September 2023
- Jadi Warisan Budaya Dunia, Sumbu Filosofi Tingkatkan Kunjungan Wisata ke Jogja
Advertisement
Advertisement