Advertisement

Promo Desember

Gedangsari Jadi Kapanewon di Gunungkidul yang Paling Rawan Longsor

David Kurniawan
Kamis, 10 November 2022 - 14:37 WIB
Jumali
Gedangsari Jadi Kapanewon di Gunungkidul yang Paling Rawan Longsor Warga bersama-sama dengan tim relawan sedang melakukan bersih-bersih talut ambrol di Dusun Jatibungkus, Hargomulyo, Gedangsari, Minggu (11/4/2021). - Ist/dok BPBD Gunungkidul\\r\\n

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL -- Kapanewon Gedangsari menjadi daerah di Gunungkidul yang paling rawan longsor. Hal ini terlihat Kajian Risiko Bencana yang disusun BPBD Gunungkidul di 2022.

BACA JUGA : EWS Tanah Longsor di Gunungkidul Tidak Berfungsi

Advertisement

Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana, BPBD Gunungkidul, Agus Wibawa Arifianto mengatakan, peta kajian risiko bencana telah selesai dibuat. Berbagai aspek bencana dikaji dan salah satunya berkaitan dengan longsor.

Secara garis besar peta kerawanan meliputi berbagai aspek mulai dari potensi penduduk terdampak; kerentanan fisik serta kerentanan ekonomi.

Berdasarkan tiga indikator tersebut, Kapanewon Gedangsari menjadi wilayah dengan risiko tertinggi di Gunungkidul.

“Untuk zona rawan ada di Patuk, Nglipar, Gedangsari, Ngawen, Semin hingga Ponjong. Tapi, berdasarkan kajian yang dilakukan, risiko tertinggi ada di Gedangsari,” kata Agus kepada wartawan, Kamis (10/11/2022).

Agus mencontohkan, untuk warga terdampak di Kapanewon Gedangsari mencapai 64,70%. Adapun kapanewon lain di Bumi Handayani tingkatnya hanya 44,27% atau di bawahnya.

“Potensi penduduk terpapar di Gedangsari ada 26.672 jiwa,” katanya.

Hal yang sama juga terlihat dari peta potensi kerugian fisik terhadap bangunan. Berdasarkan kajian di Gedangsari mencapai 54% sehingga risikonya tertinggi dibanding kapanewon lain.

“Dari data ini diketahui jika Kapanewon Gedangsari memiliki risiko kerusakan bangunan yang tinggi apabila terjadi longsor,” ungkapnya.

Dia menambahkan, kajian kerawanan juga menyangkut sektor ekonomi. Potensi kerugian ini diakibatkan bencana tanah longsor merupakan hasil analisa dari sektor yang berkontribusi dalam nilai PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) meliputi pertanian, perkebunan dan kehutanan.

“Potensi kerugian ekonomi bencana tanah longsor di Gedangsari mencapai 0,054%. Sedangkan kapanewon lainnya hanya 0,032% atau di bawahnya,” katanya.

Menurutnya, faktor risiko longsor di Kapanewon Gedangsari tinggi juga tidak lepas dari kondisi geografis yang didominasi wilayah perbukitan. Kondisi ini diperkuat dengan kajian terkait dengan potensi kerusakan lingkungan pada saat terjadi longsor mencapai 93,37%.

“Dengan peta kerawanan ini, maka upaya mitigasi terus dilakukan agar dampak dari bencana bisa ditekan sekecil mungkin,” katanya.

Carik Mertelu, Heri Cahyana mengatakan, sebanyak 90% wilayah di Mertelu masuk daerah rawan longsor. Sebab, lokasi tempat tinggal warga berada di perbukitan.

“Ada sembilan dusun dan semuanya rawan longsor. Hingga saat ini masih aman dan musim hujan tidak menjadi masalah bagi warga,” kata Heri.

Menurut dia, upaya antisipasi longsor sudah dilakukan. Selain membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (FBRB) di kalurahan, juga ada pemasangan satu EWS dari Pemerintah DIY.

“EWS masih berfungsi dengan baik. Sudah dicoba oleh tim ahlinya dan bunyi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pulangkan 91 WNI dari Suriah

News
| Sabtu, 21 Desember 2024, 21:57 WIB

Advertisement

alt

Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup

Wisata
| Sabtu, 21 Desember 2024, 10:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement