Putusan Hakim Soal Korupsi di Jogja Dinilai Kurang Tegas
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sepanjang 2022, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja menangani 16 kasus korupsi. Hukuman paling berat dijatuhkan untuk kasus kredit fiktif Bank Jogja dengan terdakwa Farrel Everald Fernanda dengan hukuman 16 tahun penjara.
Catatan Jogja Corruption Watch (JCW) atas penyelenggaraan Pengadilan Tipikor Jogja selama 2022, dinilai kurang tegas memberikan hukuman berat bagi koruptor. Dibanding kerugian negara atas tindakan korupsi, menurut JCW, vonis yang diberikan hakim belum memberatkan koruptor.
Advertisement
Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba membandingkan kasus korupsi tanah kas desa di Kalurahan Srigading, Kapanewon Sanden, Bantul yang dilakukan lurahnya dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp174,3 ratus juta hanya dihukum satu tahun penjara. “Tentu melihat kerugian negara dengan hukumannya belum setimpal,” katanya, Selasa (3/1/2022).
Kamba menjelaskan putusan perkara korupsi yang konstruksi perkaranya memiliki irisan kerugian keuangan negara terbilang cukup besar, akan tetapi hanya divonis ringan. “Hasil pemantauan vonis perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Jogja ini, JCW meminta Mahkamah Agung (MA) untuk tegas dan mengevaluasi hakimnya khususnya di Pengadilan Tipikor,” jelasnya.
Namun, JCW turut memberikan apresiasi pada Pengadilan Tipikor Jogja yang selama 2022 banyak membuktikan dan memutuskan bersalah kasus korupsi yang ditanganinya. “Meskipun ada vonis bebas tapi tentu ada pertimbangan hakim,” ujarnya.
BACA JUGA: Korban Longsor Terakhir di Sleman Ditemukan
MA perlu mencermati vonis ringan kepada terdakwa korupsi, jelas Kamba, salah satunya dengan mengidentifikasi hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan bahkan vonis bebas. “Jika ditemukan adanya kekeliruan, maka MA harus mengevaluasi secara tuntas terhadap kinerja hakim-hakim tersebut tentunya dengan tolak ukur yang objektif bukan berdasar pada like and dislike,” tegasnya.
Menanggapi catatan tersebut, Kepala Humas Pengadilan Tipikor Jogja, Heri Kurniawan menjelaskan keputusan hakim sudah didasarkan dengan fakta-fakta persidangan yang ada. “Kalau evaluasi belum dilakukan karena masih menyisakan kasus, tapi sejauh ini semuanya berjalan dengan lancar,” katanya, Senin (2/1/2023) sore.
Heri menyebut dalam menjalankan persidangan korupsi tak ada tantangan khusus yang dihadapi Pengadilan Tipikor Jogja. “Beberapa kasus memang dilakukan sidang jarak jauh, tantangannya masial teknis tapi masih bisa ditangani dengan baik,” ujarnya.
Setiap kasus yang ditangani Pengadilan Tipikor Jogja, jelas Heri, ditangani secara spesifik. “Setiap vonis diperhatikan dengan detail kasusnya, keterlibatan terdakwa, bukti kasus, peran-peran pihak lain semuanya dicermati dengan teliti agar vonis adil, jadi tidak bisa disamaratakan,” jelasnya.
Kebanyakan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor, lanjut Heri, berjenis suap dimana memang aturan hukumannya ada batasnya lima tahun. “Jadi dalam memutuskan memang selalu mengikuti hukum yang ada, semuanya tentu tidak bisa disamakan vonisnya karena berbeda beda kasuistik perkaranya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Ini Dia 3 Karya Budaya Indonesia yang Diusulkan Masuk Menjadi WBTb ke UNESCO
- Ini Kegiatan Kampanye Terakhir Ketiga Calon Wali Kota Jogja Jelang Masa Tenang
- Pasangan Agung-Ambar Tutup Kampanye dengan Pesta Rakyat
- Konstruksi Tol Jogja-Bawen Seksi 1 Ruas Jogja-SS Banyurejo Capai 70,28 Persen, Ditargetkan Rampung 2026
- Lewat Film, KPU DIY Ajak Masyarakat untuk Tidak Golput di Pilada 2024
Advertisement
Advertisement