Advertisement

Ribuan Mahasiswa Kampus Negeri Jogja Kesulitan Bayar Uang Kuliah

Triyo Handoko
Minggu, 15 Januari 2023 - 20:52 WIB
Budi Cahyana
Ribuan Mahasiswa Kampus Negeri Jogja Kesulitan Bayar Uang Kuliah Ilustrasi mahasiswa. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Ribuan mahasiswa kampus negeri di Jogja kesulitan membayar uang kuliah. Penentuan uang kuliah tunggal (UKT) yang tidak tepat sasaran disinyalir menjadi penyebabnya.

Di UGM, sekitar 3.000 mahasiswa mengajukan penurunan UKT tiap tahun. Di UNY, separuh mahasiswa harus bekerja agar dapat membayar UKT.

Advertisement

Ketua BEM UGM Muhammad Khalid menjelaskan banyak mahasiswa mengajukan penurunan UKT karena keluarga mereka terkena dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. Khalid mengatakan UGM memberikan banyak mekanisme untuk membantu meringankan beban UKT mahasiswanya. “Di beberapa fakultas, penurunan UKT terlalu ketat, sedangkan di fakultas lain cenderung longgar,” ujar dia.

Sementara itu, nasib lain dialami ribuan mahasiswa UNY. Survei UNY Bergerak terhadap 1.045 mahasiswa perwakilan fakultas, angkatan, dan jalur masuk dengan sampling error 3,1% menyebut 97,8% responden merasa keberatan dengan besar UKT yang harus dibayarkannya.

Survei pada 21 Desember 2022–2 Januari 2023 ini menyebutkan 50,05% responden harus bekerja agar dapat membayar UKT, kemudian 24,11% harus berutang, dan 12,82% harus menjual barang yang mereka miliki untuk tetap melanjutkan kuliah. Di masa pembayaran UKT yang akan berakhir pada 20 Januari mendatang, ada 15,3% mahasiswa mempertimbangkan cuti.

Aktivis UNY Bergerak yang ikut menyusun survei ini, Mushaf Aulia Yahya, menjelaskan penurunan UKT di kampusnya tak cukup akomodatif. “Hanya ada empat skema penurunan UKT, skema pertama karena orang tua meninggal atau bangkrut, sisa skema lainnya karena mahasiswa sudah semester akhir, sedang mengerjakan skripsi, dan yudisium. Indikator skema pertama ini tidak mengakomodasi kondisi ekonomi mahasiswa,” ujar dia, Minggu (15/1/2023).

Mushaf menyebut kasus kematian salah satu mahasiswa UNY yang terhimpit ekonomi dan kesulitas membayar UKT menjadi contoh paling ekstrem masalah ini. Nur Riska Fitri, mahasiswa angkatan 2020 Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNY meninggal dunia Maret 2022 lalu saat kesulitan membayar uang kuliah. Dia meninggal dunia karena hipertensi. Kisah itu viral setelah dibagikan kakak angkatannya di media sosial pada 11 Januari 2023 lalu, atau hampir setahun setelah kepergian Riska. Riska disebut membayar uang kuliah tunggal hingga Rp3,14 juta tiap semester. Riska adalah anak penjual sayur dengan gerobak di pinggir jalan.

BACA JUGA: Kisah Pilu Mahasiswa UNY Perjuangkan Keringanan Biaya Kuliah hingga Kematiannya

Sementara, pengamat perguruan tinggi menyebut sistem sistem pembayaran UKT di kampus negeri harus segera dievaluasi. UKT terbit sejalan dengan berlakunya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2013.

Besaran UKT terbagi dalam paling sedikit dua kelompok. Kelompok I adalah besaran UKT paling tinggi Rp500.000 sedangkan kelompok II paling rendah Rp 501.000 dan paling tinggi Rp 1.000.000. UKT ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua, atau pihak lain yang membiayai. UKT tidak ditentukan lewat jalur penerimaan.

Penetapan kemampuan ekonomi tersebut, merujuk pada pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga. Oleh karena itu, sebelum menentukan besaran UKT, calon mahasiswa umumnya akan mengisi formulir yang berisi gaji atau pendapatan, harta benda seperti rumah, kendaraan, dan pengeluaran keluarga.

Kampus negeri kemudian akan menentukan seorang mahasiswa masuk dalam golongan atau kelompok UKT beserta total UKT yang mesti dibayarkan. Sementara, ketentuan mengenai tata cara penetapan kelompok besaran UKT diserahkan kepada pemimpin perguruan tinggi.

“UKT diterapkan sejak 2013 lalu, tujuannya agar ada subsidi silang. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Banyak mahasiswa kesulitan membayar uang kuliah. Kasus kematian mahasiswa di UNY itu contoh paling nyata,” kata peneliti Pusat Studi Perguruan Tinggi (PSPT), Panji Mulkan pada Minggu sore.

Sistem pembayaran kuliah dengan UKT, menurut Panji, tidak terpantau dengan baik oleh pemerintah. “Karena sepenuhnya yang menentukan kampus, tiap kampus punya kebijakannya masing-masing. Ada yang menggunakan slip gaji, nota pembayaran listrik, dan surat lainnya untuk menentukan besaran UKT mahasiswanya, tanpa ada pengecekan pemerintah,” jelasnya.

Minimnya pengawasan pemerintah terhadap penetapan kelompok UKT mahasiswa melahirkan praktik-praktik buruk penyelenggaraan perguruan tinggi negeri. “Kampus negeri jadinya malah seperti bisnis, bukan lembaga pendidikan milik negara. Ini tentu tidak baik,” ujarnya.

PSPT menduga banyak salah penggolongan UKT di kampus negeri. Mahasiswa dari keluarga kelompok ekonomi bawah digolongkan dalam UKT kelompok II yang seharusnya dibayarkan mahasiswa dengan ekonomi menengah ke atas.

“Kampus negeri berbadan hukum seperti UNY ini sumber pemasukannya kebanyakan dari mahasiswa, bukan dari unit bisnisnya atau pemerintah. Tentu banyak mahasiswa yang kesulitan membayar UKT,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Es Krim Magnum Ditarik karena Mengandung Plastik dan Logam, Ini Kata BPOM

News
| Rabu, 24 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement