Advertisement
Klitih Titik Nol Jogja Coreng Citra Pariwisata, Begini Respons Dispar DIY

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Peristiwa kekerasan jalanan atau lazim disebut klitih yang terjadi di titik nol Jogja mencoreng pariwisata Jogja yang susah payah dibangun setelah pandemi. Pengawasan dan pengamanan pada objek vital seperti Kawasan Malioboro ke depan perlu ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharja mengatakan pelaku wisata di wilayah DIY telah bersusah payah membangun pariwisata setelah sempat terpuruk akibat pandemi dan saat ini sudah mulai bangkit. Akan tetapi dengan adanya kejadian viral yang terjadi di titik nol kilometer yang merupakan ikon wisata Jogja maka dapat menghilangkan perjuangan membangun citra pariwisata.
Advertisement
BACA JUGA : Pengakuan Korban Klitih Titik Nol Jogja: Mahasiswa Baru, Niatnya Jalan-jalan
“Para pelaku wisata sejak pandemi melakukan berbagai upaya untuk mendatangkan wisatawan, tenaga disertifikasi kita dan lain-lain, [upaya] ini akan hilang begitu saja dengan hadirnya satu kejadian [klitih viral di titik nol kilometer],” katanya kepada wartawan, Kamis (9/2/2203).
Oleh karena itu, Singgih berharap peristiwa kekerasan di titik nol kilometer itu dapat diusut tuntas dan tidak boleh terjadi lagi ke depan. Ia menyadari pemerintah tidak bisa membebankan tanggungjawab keamanan dan kenyamanan kepada petugas kepolisian, akan tetapi seluruh elemen masyarakat harus turut berupaya menciptakan rasa aman bagi wisatawan.
“Karena pariwisata adalah hospitality memberikan rasa aman dan nyaman selain kembangkan produk wisata, kenyamanan wisata itu sangat penting dan harus diciptakan bersama-sama,” ujarnya.
BACA JUGA : Klitih Titik Nol Jogja: Polisi Terima Laporan Korban, Ini Perkembangan Kasusnya
Singgih mengatakan peristiwa kekerasan jalanan yang terjadi di titik nol kilometer itu tentu berdampak pada wisata Jogja. “Pasti akan berdampak, sehingga perlu kemudian agar diambil langkah tegas dan serius agar tidak terulang,” ujarnya.
Terkait peristiwa yang terjadi di pusat keramaian itu, kata Singgih, memang perlu ada upaya patrol rutin serta partisipasi masyarakat. Jika melihat aktivitas mencurigakan sebaiknya melapor ke polisi, sebaliknya para orangtua perlu mengawasi anaknya agar tidak keluar pada malam hari.
Ia tidak menampik pentingnya penjagaan Malioboro selama 24 jam. Akan tetapi yang terpenting membangun ekosistem agar early warning terhadap peristiwa serupa dapat berjalan dengan baik
“Cara lebih mudah andalkan CCTV yang bisa kita lihat setiap sudut kota Jogja bisa CCTV. Komunikasi dan sebagainya itu bisa kita lakukan dengan bantuan teknologi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Fakta Uang Tunai Rp2,8 Milliar dan Pistol Baretta di Rumah Topan Ginting, Anak Buah Bobby Nasution
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Keputusan MK Pemilu dan Pilkada Dipisah, Ini Respons KPU Sleman
- Gratis! Tol Jogja-Solo Ruas Klaten-Prambanan Resmi Dibuka Mulai Hari Ini 2 Juli 2025, Waktu Tempuh Hanya 10 Menit
- Jemaah Haji 2025 Asal Sleman: Kloter 65 SOC Pertama Datang di Bumi Sembada
- Pemulangan Jenazah Mahasiswa KKN-PPM UGM Korban Kapal Tenggelam Menunggu Pihak Keluarga
- Program Rumat Sampah dari Rumah Mampu Atasi Masalah Sampah di Purwokinanti Jogja
Advertisement
Advertisement