Mario Dandy Suka Pamer di Medsos, Begini Pandangan Psikolog Sosial UGM
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN — Perilaku suka pamer harta di media sosial atau flexing yang dilakukan Mario Dandy Satrio, anak pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo banyak diperbincangkan masyarakat belakangan ini.
Menanggapi hal ini, Pengamat Psikologi Sosial UGM Lu’luatul Chizanah mengatakan tindakan semacam ini sengaja dilakukan untuk menunjukkan kepemilikan material maupun properti yang dianggap bernilai bagi kebanyakan orang. Fenomena ini mencuat seiring dengan perkembangan media sosial.
Advertisement
"Kehadiran media sosial memberi kesempatan bagi orang-orang untuk lebih menunjukkan diri atas kepemilikan material atau properti yang dianggap memiliki nilai bagi kebanyakan orang," ucapnya, Rabu (1/3/2023).
Pamer di media sosial salah satunya ditujukan untuk mendapat pengakuan dalam kelompok. Dalam konteks pembentukan relasi atau pertemanan, membutuhkan pengakuan agar bisa diterima di lingkungan tertentu.
"Teknik manajemen impresi dengan memamerkan barang-barang mewah dilakukan untuk membuktikan jika ia layak masuk dalam komunitas tertentu," kata dia.
BACA JUGA: Mario Dandy Rubicon Ternyata Sering Berutang di Kantin
Melalui pamer barang mewah diharapkan muncul penilaian bisa masuk kalangan elite. Orang yang suka pamer di media sosial mengindikasikan self esteem atau harga diri yang lemah.
Tanpa disadari orang yang kerap pamer sebenarnya tidak mempunyai kepercayaan terhadap nilai dirinya. Pamer dilakukan sebagai upaya untuk menutupi kekurangan harga diri dengan membuat orang lain terkesan.
"Dengan memposting sesuatu yang dinilai berharga bagi kebanyakan orang dan di-like ini seperti divalidasi, merasa hebat dan berharga karena orang-orang menjadi kagum pada dirinya," tuturnya.
Lebih lanjut dia menyampaikan perilaku ini menimbulkan pandangan yang tidak tepat di masyarakat. Sebab apa yang diunggah dipercayai oleh pengguna media sosial akan pentingnya kepemilikan material. Sehingga bisa membentuk pandangan akan dihargai kalau punya sesuatu.
"Ini kan jadi pemahaman yang berbahaya sementara aspek lainnya akan diabaikan. Perilaku flexing ini juga akan berdampak buruk ke arah impulsif buying. Seseorang akan menjadi sangat impulsif untuk membeli barang-barang branded hanya untuk flexing," kata dia.
Perilaku suka pamer justru menghalangi seseorang untuk mengatasi self esteem secara efektif. Kalau flexing dilakukan sebagai awal pemantik perhatian dan selanjutnya menunjukkan sesuatu yang lebih esensial seperti kompetensi, personaliti yang baik itu tidak masalah. "Akan jadi masalah jika flexing ini jadi satu-satunya cara untuk manajemen impresi, jadi toksik bagi diri sendiri," ujar dia
Salah satu cara untuk mencegah seseorang dari perilaku suka pamer adalah dengan mencoba untuk melihat ke bawah. Terus melihat ke atas akan mendorong seseorang berperilaku pamer. Setiap orang ada potensi untuk menunjukkan perilaku ini.
"Kalau melihat ke bawah justru akan muncul rasa syukur. Flexing untuk menunjukkan pencapaian, sesekali tidak apa. Namun, saat kalau tidak posting menjadi cemas ini harus jadi alarm diri."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Erdogan Desak Negara Dunia Terapkan Putusan Penangkapan Netanyahu
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kantongi Izin TRL, Teknologi Pemusnah Sampah Dodika Incinerator Mampu Beroperasi 24 Jam
- Korban Apartemen Malioboro City Syukuri Penyerahan Unit, Minta Kasus Tuntas
- Tak Gelar Kampanye Akbar Pilkada Sleman, Tim Paslon Harda-Danang Bikin Kegiatan Bermanfaat di 17 Kapanewon
- Kembali Aktif Setelah Cuti Kampanye, Ini Pesan KPU Kepada Bupati Halim dan Wabup Joko Purnomo
- Semarak, Ratusan Atlet E-Sport Sleman Bertarung di Final Round E-Sport Competition Harda-Danang
Advertisement
Advertisement