Advertisement
Ketua MLKI: 25 Tahun Reformasi, Jumlah Penghayat Kepercayaan Berkurang Signifikan

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Kabupaten Bantul menilai kuantitas warga penghayat kepercayaan semakin berkurang setelah 25 tahun reformasi. Di masa orde baru jumlah masyarakat yang menjadi penghayat kepercayaan diklaim signifikan, tetapi semakin berkurang di era sekarang.
Ketua MLKI Bantul Heri Sujoko mengatakan, di masa orde baru masyarakat penghayat secara populasi dan jumlah relatif masih cukup banyak, meski tidak banyak regulasi yang dikeluarkan pemerintah pada masa itu. Sementara di era reformasi ini jumlahnya semakin menyusut secara signifikan.
Advertisement
BACA JUGA : Keberlangsungan Penghayat Kepercayaan di Jogja
Menurutnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 yang menyatakan kata agama dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang Undang No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan disahkan, kehidupan penghayat yang terkait dengan kesetaraan dan perlakuan serta pemihakan pihak eksternal masih dirasakan belum optimal dan efektif sesuai yang diharapkan.
"Masih dibutuhkan sosialisasi dan literasi berkelanjutan, bukan saja terhadap kalangan internal penghayat sendiri, namun juga penting di pihak lain selaku bagian pemangku kepentingan," katanya Jumat (26/5/2023).
Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan DIY, jumlah penduduk DIY semester II tahun 2021 berdasarkan agama, pada aliran kepercayaan tercatat ada 356 orang dengan komposisi laki-laki 185 orang dan perempuan 171 orang.
"Eksistensi penghayat juga bisa dikaji melalui beberapa pendekatan, seperti pendekatan struktural, kultural, yuridis, edukatif maupun sosiologis," jelasnya.
Manajer Program LKIS Tri Noviana menjelaskan, perjuangan kelompok penghayat kepercayaan tidak berhenti pasca putusan MK November 2017. Pelbagai tantangan sudah menunggu untuk segera diselesaikan dan dihadapi oleh seluruh pihak. Bahkan resistensi dari berbagai kelompok masyarakat muncul sesaat setelah putusan judicial review.
"Dalam implementasinya masih banyak diskriminasi yang masih dialami kelompok penghayat kepercayaan baik dari sisi adminduk, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Gunung Dukono Erupsi Lagi, Tinggi Kolom Letusan Tercatat 1,1 Km
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Sempat Alami Darurat Sampah, Kampung Suryoputran Jogja Sukses Olah Sampah Nyaris 1 Ton Per Bulan
- Ubah Sampah Menjadi Energi Alternatif, Solusi Bangun Indonesia dan dan Got Bag Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Pantai Teluk Awur Jepara
- Bamuskal hingga Panewu Akan Dilibatkan Tahapan Pengangkatan dan Pemberhentian Lurah di Bantul
- DPRD DIY Apresiasi Realisasi APBD 2024, Dorong Optimalisasi Aset untuk Tambah PAD
- Porda XVII DIY 2025: Sleman Mulai Siapkan OPD Pendamping Cabor Demi Membidik Juara Umum
Advertisement
Advertisement