Advertisement
Begini Perbedaan Karakteristik Sampah antara Indonesia dan Negara Maju di Eropa dan AS

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Peneliti Senior Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Deendarlianto menyampaikan dalam mengolah sampah jangan berpikir untung dahulu.
Terlebih, menurutnya, karakteristik sampah di Indonesia berbeda dengan negara maju. Sampah kita 70% adalah organik, sementara di AS dan Eropa justru 30 persen yang organik. Berdasarkan data, sampah di Indonesia khususnya DIY jika diolah mendapatkan ekuivalen 4.900 kilokalori (kkal) per kg sampah,” kata dia, Selasa (15/8/2023).
Advertisement
"Sedangkan nilai batu bara muda itu 4.000-5.000 [kkal] jadi setara dengan batu bara muda. Sedangkan sampah yang ada, organik sisa makanan, plastik daur ulang, tekstil, karet dan lain-lain itu sampah yang ada di Piyungan 4.900 kkal per kg sampah. Pertanyaannya, bagaimana mengambil angka 4.900 kkal per kg sampah ini?” ucapnya.
Menurutnya sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan bisa dibuat tenaga listrik tenaga sampah.
Mengolah sampah menjadi listrik secara keekonomian memang tidak masuk. Sulit untuk mendapatkan keuntungan secara finansial. Pemanfaatan sampah menjadi listrik perlu dilihat secara terintegrasi, mulai dari terbentuknya lapangan kerja, perbaikan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
"Dari international benchmark yang kami lakukan kalau kita hanya melihat sampah hanya sebagai komoditas semata itu tidak akan pernah untung, kalau membuat sampah menjadi listrik," jelasnya.
BACA JUGA: Banyak Warga Bakar Sampah, Tren Kebakaran Kota Jogja Naik
Sementara terkait dengan sampah, hal yang pertama kudu dilakukan adalah pre-treatment yaitu ada pemilahan dan dikurangi ukurannya. Kemudian dengan teknologi biogas, pemanasan dan pembakaran. Dari sisi teknologi ada dua skema yang ditawarkan. Skema A yakni gasifikasi secara konvensional ditambah sanitary landfill. Lalu Skema B dengan insinerasi dikombinasikan dengan sanitary landfill.
"Melibatkan masyarakat sebagai tenaga pemilih artinya pada Skema A sampah dipilah pemulung, organik diarahkan ke sanitary landfill dan anorganik digasifikasi. Sehingga daya listrik lumayan menarik. Skema Hybrid B sampah organik masuk ke sanitary landfill dan anorganik masuk ke insinerator jadi dibakar. Secara umum teknologi ini sudah ada di pasaran tapi daya listrik belum menarik."
Lebih lanjut dia mengatakan secara hitungan investasi, Skema A itu 4x lebih besar daripada Skema B investasinya. Biaya operasi Skema A lebih kecil 1/3 dari Skema B. Kemudian pemasukan dari listriknya, Skema A 5x lebih besar dari Skema B.
"Kesimpulanya jangan terburu-buru bicara mengenai profit ketika akan kelola sampah. Dan pemerintah harus hadir di sini, artinya pemerintah harus keluarkan uang, karena di negara maju pun tidak ada listrik tenaga sampah yang benar-benar mandiri finansial. Pasti ada intervensi pemerintah," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Oknum Perwira TNI Terduga Pelaku Kekerasan Seksual pada 7 Bawahan Sempat Kabur
- Puluhan Penyandang Disabilitas Ramai-ramai Bikin SIM D di Polres Bantul
- Massa 212 Condong Jadi Pemilih Anies dan Prabowo, Ini Pilihan Tertinggi
- Dirilis di China, Ini Harga dan Spesifikasi Redmi Note 13 dan Redmi Note 13 Pro
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Wisatawan Mancanegara Mulai Melirik Desa Wisata di Bantul
Advertisement
Berita Populer
- Catat Tanggalnya! Ini Jadwal Rangkaian Hajad Dalem Sekaten yang Digelar Keraton Yogyakarta
- P3K Pemda DIY Dibuka! Ada 1.042 Lowongan Guru, Nakes, dan Tenaga Teknis
- Dinkes Jogja: Lebih dari Separuh Pegawai Pemkot Jogja Berperut Buncit dan Mengalami Obesitas
- Gelas Berlian Si Nuri, Wadah Lansia agar Berdaya
- Awas! Sejumlah Mata Air dan Belik di Jogja Kini Sudah Tercemar
Advertisement
Advertisement