Mengenakan Batik Sehari-Hari, Cara Warga Giriloyo Lestarikan Budaya
Advertisement
BANTUL—Salah satu cara ampuh mewariskan kebiasaan baik dengan cara mencontohkannya. Ini yang dilakukan warga Kampung Giriloyo dalam mewariskan pengamalan nilai-nilai baik dalam batik. Di setiap momen penting kehidupan serta aktivitas sehari-hari, pemakaian batik tidak luput menjadi bagian.
Penewu Imogiri, Slamet Santosa, mengatakan berbagai kegiatan maupun upacara di Giriloyo masih lekat dengan penggunaan batik sebagai unsur prosesinya. Contoh acara itu seperti merti dusun, tingkeban (tujuh bulanan kehamilan), pernikahan, kelahiran, khitanan, dan lainnya.
Advertisement
BACA JUGA : Melirik Kampung Giriloyo, Pusat Masyarakat Mataram Membuat Batik
“Batik itu sudah menjadi kebutuhan pokok warga,” kata Slamet. “Setiap ada momen khusus, harus memakai pakaian-pakaian tertentu, batik dengan jenis tertentu.”
Misalnya menjelang kelahiran seorang anak, orang tua bisa mendoakan sembari memakai batik motif wahyu tumurun. Ini sebagai harapan dengan lahirnya anak, maka lahir pula keberkahan dan anugerah yang membersamainya dari yang Maha Kuasa. Berkah bisa berupa banyak hal, bisa kesehatan, kedudukan, keilmuan, dan lainnya.
Dalam momen pernikahan, warga akan memakai batik motif sidoasih atau sidomukti. Sidomukti secara bahasa berasal dari kata sido (jadi) dan mukti (mulia). Orang yang memakai batik motif tersebut diharapkan menjadi orang yang mulia. Sementara untuk sidoasih, berasal dari kata sido (jadi) dan asih (tresno). Harapannya, orang yang menggunakannya akan mendapatkan rahmat berupa kasih sayang dari sesama manusia.
“Kalau untuk orang tua biasanya pakai batik truntum. Makna truntum semacam tuntunan, jadi ketika orang sudah menikahkan anaknya, dia akan menjadi orang tua, orang yang diharapkan menjadi contoh, memberikan tuntunan bagi anak dan cucunya,” katanya.
Motif batik wahyu tumurun dengan latar truntum pernah dipakai oleh Kaisar Jepang Naruhito. Dengan kombinasi warna coklat, biru, dan hitam, motif tersebut nampak padu-padan dengan raut muka teduh dari Kaisar Naruhito saat berkunjung ke Candi Borobudur, Magelang, tahun 2023 ini.
Ada batik motif lain yang bisa dipakai sesuai dengan momennya. Berpakaian tidak hanya sebatas estetis, namun juga cara menjaga etis. Doa yang terpanjat tidak hanya dalam kata, namun juga pakaian yang harapannya berlanjut ke tindakan. Semua unsur memancarkan doa dan kebaikan.
BACA JUGA : Datangi Kampung Batik Giriloyo, Delegasi ATF 2023 Disuguhi Sayur Lodeh dan Gudangan
Pelestarian batik oleh warga Kampung Giriloyo semakin berarti dengan menjadikannya mata pencaharian. Saat ini, ada sekitar 15 kelompok dengan 500 lebih pembatik yang ada di daerah tersebut. Menjadi salah satu bukti melestarikan budaya bisa berjalan beriringan dengan upaya memajukan ekonomi.
Tidak ingin berhenti pada penguatan dan pemahaman internal, Kampung Batik Giriloyo membuka kesempatan masyarakat lain, maupun wisatawan, untuk belajar membuat batik. “Kami menyediakan living museum, yang berisi proses membatik dari awal sampai akhir. Masyarakat umum bisa belajar sampai bisa, kami sediakan pengurus dan juga fasilitasnya, silakan mampir,” kata Slamet. (BPKSF)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Sejumlah Kota Besar di Indonesia Potensi Hujan Lebat Disertai Petir, Termasuk DIY
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Ketua MPR RI Bertemu Sri Sultan HB X, Ini yang Dibahas
- Senin Depan, Sekretariat DPRD Bantul Gelar Paripurna PAW Rony Wijaya Indra Gunawan
- Bansos Beras Kembali Disalurkan di Kabupaten Sleman
- Gelapkan Dua Sepeda Motor Rental, Perempuan asal Sedayu Ditangkap Polisi, Begini Modusnya
- Eko Suwanto: Tata Kelola Informasi Publik Baik Bisa Dorong Partisipasi Masyarakat Di Perencanaan Pembangunan
Advertisement
Advertisement