Warung Sate Puas, Saksi Bisu Perjuangan Gerilyawan Republik Mempertahankan Kemerdekaan
Advertisement
JOGJA—Pengendara yang melewati Jalan Gamelan Kidul No 1, di Kampung Gamelan, Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Kota Jogja sekilas tentu tahu dan pernah melihat Monumen Perjuangan Gamel yang terletak di sisi Timur jalan. Di seberang monumen itu dulunya merupakan saksi bisu perjuangan masyarakat Jogja dan pihak kraton dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
Bangunan yang direvitalisasi oleh Dinas Kebudayaan DIY itu dulunya merupakan halaman rumah milik Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Danudipuro seorang Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sarat dengan nilai historis. Banyak kisah yang mewarnai bangunan itu dulunya bagi para pejuang kemerdekaan.
Advertisement
Ketua Kampung Gamelan, Suharto menjelaskan, setiap kampung di wilayah setempat punya ciri khas dan ceritera yang menarik berkaitan dengan kesejarahan. Salah satunya yakni bangunan di seberang Monumen Perjuangan Gamel yang dulunya lebih dikenal para kombatan Republik dengan nama Warung Sate Puas. "Monumen Gamel itu pada 1940-an dipakai sebagai markas para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan," katanya.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tantangan yang dihadapi oleh negara baru itu banyak dilewati dengan kisah heroik. Kisah peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 juga tidak lepas dari cerita tentang Warung Sate Puas tersebut. Untuk mempertahankan kemerdekaan, banyak cara yang ditempuh oleh para pejuang termasuk strategi kamuflase.
BACA JUGA: Masjid Pathok Negara Mlangi, Tempat Bersejarah, Kini Jadi Wisata Religi
Di masa perang kemerdekaan, bangunan itu digunakan sebagai tempat para pejuang untuk berkumpul dan menyusun strategi. Agar tidak terlalu mencolok dan menimbulkan kecurigaan maka di bagian samping belakang rumah menghadap jalan yang ada di sampingnya dibuka warung sate yang diberi nama Puas.
Di bagian barat daya dari lahan bangunan dan di seberang jalan sebelah selatan terdapat monumen dan relief yang menggambarkan perjuangan rakyat khususnya di kawasan Gamelan dalam perang kemerdekaan.
"Warung sate itu dulu hanya sebagai simbol saja agar bisa mengelabui musuh. Di bawah meja warung banyak senjata yang sudah disiapkan para pejuang untuk menghadapi musuh," kata Suharto.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pada masa itu juga kerap berkunjung ke Warung Sate Puas. Dia bersama para gerilyawan kemerdekaan bersama-sama menyusun strategi dan taktik mengusir para penjajah di tempat itu. Pun rencana aksi penyerangan ke Kota Jogja oleh para TNI dan gerilyawan pada 1 Maret 1949 silam salah satunya juga dilakukan di Warung Sate Puas ini.
"Seiring berjalannya waktu, bangunan itu sempat mau dijual oleh yang punya dan akhirnya dibeli Disbud DIY dan ditetapkan sebagai cagar budaya kemudian di depannya dibangun relief untuk mengingat perjuangan masa lalu," ujarnya.
Revitalisasi dan rehabilitasi bangunan itu dilakukan pada 2012. Pekerjaan rehabilitasi dilakukan di bangunan pendapa, ndalem, gadri, gandhok tengen dan gandhok kiwa, pekiwan atau bangunan penunjang seperti kamar mandi, sumur dan dapur. Selain itu pekerjaan dilakukan juga di bangunan kamar mandi dan sumur di bagian kanan depan dan pagar keliling.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- PakNas Desak Penyusunan Kebijakan Pertembakauan Melibatkan Konsumen
- Kisah Ilustrator, Dari Banguntapan, Gundala dan Gojira Menyala di GBK
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
Advertisement
Advertisement