Advertisement

Gerakan Sadar Krisis Iklim Dikemas dalam Sonic/Panic

Anisatul Umah
Selasa, 05 Desember 2023 - 23:17 WIB
Mediani Dyah Natalia
Gerakan Sadar Krisis Iklim Dikemas dalam Sonic/Panic Rangkaian Sonic/Panic di Jogja digelar di Libstud, Sleman pada Sabtu (2/12 - 2023). (Dok Istimewa)

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN— Iklim menjadi isu yang banyak dibahas oleh semua kalangan dewasa ini, termasuk musisi. Sebanyak 13 musisi Indonesia merilis album kompilasi Sonic/Panic yang membicarakan tentang isu iklim. Setelah perilisan digelar di Jakarta dan Bali, Jogjakarta juga berkesempatan menjadi tuan rumah perilisan dengan tajuk 'Sonic/Panic di Jogja' yang digelar di Libstud, Sleman pada Sabtu (2/12/2023).

Iksan Skuter, Navicula, FSTVLST, Nova Filastine, dan Made Mawut hadir dan meramaikan perilisan Sonic/Panic di Jogjakarta. Sonic/Panic merupakan album perdana dari Alarm Records, yang menampilkan kompilasi 13 lagu dari 13 musisi Indonesia dari berbagai genre. Mulai dari hip-hop, rock, blues, elektronika, reggae, pop.

Advertisement

Vokalis FSTVLST, Farid Stevy mengatakan acara semacam ini menjadi kesempatan untuk membuka kesadaran atas isu krisis iklim. Acara ini digelar dalam rangka perayaan atau syukuran album Sonic/Panic.

"Alarm Records, record label yang disepakati oleh 13 musisi ini. Record label pertama yang konsen pada isu iklim, produk pertamanya Sonic/Panic ini. Musisi bercerita tentang hal-hal yang melingkupi krisis iklim," ucapnya.

Vokalis Navicula, Gede Robi menganalogikan musisi ibarat chef. Di mana tugas pertama chef adalah membuat makanan yang enak, hal yang sama juga musisi lakukan dengan membuat musik yang enak. Namun lama-lama enak saja tidak cukup, tapi butuh makanan yang enak dan bernutrisi.

"Naik kelas kan. Sama juga di musik, lama-lama enak dan bernutrisi," ucapnya.

Setelah bisa mengemas makanan yang enak dan bernutrisi, ternyata menu yang sama sudah banyak di restoran lain, lalu chef tersebut naik kelas lagi dengan menekan bahan-bahan impor, dan meningkatkan komposisi bahan baku dari lokal.

"Seniman meningkat terus, selama ini di dunia musik ini sadar value dari musik diperkecil, oleh industri musik itu dianggap sebagai penghibur tok," paparnya.

Ia menyebut album ini merupakan hasil keroyokan dari anak-anak musik. Apa yang bisa dilakukan seniman saat melihat isu lingkungan. Tidak muluk-muluk dengan followers yang lebih banyak dan suara yang lebih keras maka dirilis lah album ini.

"Kami punya suara lebih [keras] karena pegang mikrofon, kami influence. Ada karya yang bisa gerakkan hati nurani orang, itu saja," lanjutnya.

Menurutnya selama masalah iklim masih menjadi isu yang ekslusif, misalnya untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen di bidang ini, dan pemerintah. "Secara global sebenarnya campaign No Music On A Dead Planet sudah beberapa tahun terakhir, awalnya UK diinisiasi oleh teman-teman musisi juga," ungkapnya.

Langkah kecil kepedulian pada lingkungan dimulai dari langkah kecil dalam konser yang digelar di Libstud, Sleman pada Sabtu (2/12/2023). Tidak ada kemasan sekali pakai seperti gelas plastik dan botol plastik. Panitia menyediakan air minum isu ulang dan penonton dihimbau untuk membawa tumbler, sehingga minim sampah. (Anisatul Umah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jerman Bantah Netanyahu yang Menyebut Tak Ada Korban Sipil di Rafah

News
| Sabtu, 27 Juli 2024, 06:57 WIB

Advertisement

alt

Taman Balekambang Solo Resmi Dibuka Kamis 25 Juli 2024, Segini Tarif Masuk dan Jam Operasionalnya

Wisata
| Rabu, 24 Juli 2024, 15:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement