Advertisement
Praktik Brandu Masih Jadi Momok Penyebaran Antraks, Ini Kata Guru Besar Mikrobiologi UGM
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Praktik brandu di Masyarakat menjadi tradisi yang sulit dihilangkan, meski menjadi penyebab utama kasus penyebaran antraks di wilayah DIY. Hal ini menjadi tantangan yang harus dipecahkan agar Masyarakat benar-benar paham berkaitan dengan konsumsi hewan yang tidak sehat dapat menyebabkan terjadinya penyakit.
Guru Besar Bidang Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Tri Wibawa mengatakan praktik brandu yang berkembang di Masyarakat tidak lepas kurangnya pemahaman tentang konsumsi daging ternak yang harus memiliki prinsip Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Menurutnya, mengonsumsi daging dari ternak yang sakit tanpa ada rekomendasi dari dokter hewan tidak dianjurkan. “Hal ini penting agar tidak kecolongan tertular penyakit seperti antraks,” kata Tri Wibawa saat dihubungi, Jumat (8/3/2024).
Advertisement
Ia sepakat praktik brandu di masyarakat harus diberantas. Meski demikian, Tri Wibawa berpendapat disusunnya peraturan untuk melarang praktik tersebut bukan menjadi solusi sehingga tradisi tersebut bisa dihilangkan. “Bisa dibuatkan aturan untuk pelarangan. Tapi, setelah terbit apa benar, praktik brandu bisa dihilangkan di Masyarakat? Belum tentu karena pelarangan tanpa adanya peningkatan kesadaran warga hasilnya juga tidak akan efektif,” katanya.
Baca Juga
Diduga Antraks, 7 Ekor Ternak Milik Warga Gayamharjo Prambanan Mendadak Mati
BREAKING NEWS:Kasus Antraks Kembali Ditemukan di Gunungkidul, Dinkes Terjunkan Tim Survei
Kronologi Seorang Warga Gunungkidul Suspek Antraks
Menurut dia, kunci utama menghilangkan praktik brandu dengan menggelar sosialisasi secara rutin di Masyarakat. Untuk pelaksananannya, tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah, tetapi juga bisa melibatkan tokoh Masyarakat maupun tokoh agama. “Wawasan dari Masyarakat harus ditingkatkan dan ini bisa efektif dengan melibatkan warganya sehingga bisa saling mengingatkan,” katanya.
Ia meyakini dengan adanya tokoh kunci yang berperan dalam edukator, maka pemahaman tentang bahaya brandu bisa lebih diterima dengan baik. “Bisa Pak Guru atau Pak Ustaz maupun orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan dan dipercaya oleh warga akan lebih efektif. Ketimbang adanya intervensi dari luar seperti peraturan pelarangan, malah belum tentu bisa ditaati,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menko Airlangga Isi Kuliah Tamu di LSE: Indonesia On-Track Capai Visi Indonesia Emas 2045
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Unjuk Rasa di Tugu Jogja, Ini Tuntutan Serikat Buruh pada Momen May Day
- Hari Buruh, Korban Apartemen Malioboro City Demo Perjuangkan Hak Kepemilikan
- Pemkot Jogja Masih Menunda Pembangunan TPS 3R di Piyungan, Ini Alasannya
- Peringati May Day, Pemkot Jogja Dorong Pekerja Tingkatkan Hard Skill dan Soft Skill
- Optimalkan Pelayanan dengan Penampilan Rapi dan Menarik, Hotel Harper Malioboro Yogyakarta Menggelar Beauty & Handsome Class
Advertisement
Advertisement