Advertisement
Matangkan Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi, Pemda DIY ke Bali Belajar Soal Subak

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pemda DIY berkunjung ke Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV Bali untuk memperdalam sistem pengelolaan warisan budaya dunia subak. Kunjungan ini diharapkan bisa memperluas dan menambah wawasan untuk melestarikan kawasan Sumbu Filosofi yang beberapa waktu lalu telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco.
Sekda DIY, Beny Suharsono mengatakan setelah penetapan Warisan Dunia Sumbu Filosofi Jogja pihaknya telah melakukan beberapa langkah strategis.
Advertisement
Di sisi regulasi, telah terbit Keputusan Gubernur DIY Nomor 360/KEP/2023, tentang Sekretariat Bersama Pengelolaan Warisan Dunia Sumbu Filosofi Jogja. "Keputusan Gubernur ini digunakan sebagai fondasi untuk memastikan fungsi komunikasi, penyiapan kebijakan dan strategi pengelolaan, koordinasi-integrasi perencanaan, operasional, monitoring, dan evaluasi serta mendukung fungsi pelaporan," katanya, Senin (27/5/2024).
Menurut Beny, semua fungsi itu menjadi urgensi, karena atribut Warisan Dunia Sumbu Filosofi Jogja sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni adanya tekanan pembangunan, tekanan lingkungan, kesiapsiagaan bencana, isu pariwisata berkelanjutan, dan eksistensi sosial-budaya masyarakat sekitar.
"Maka, kami merasa tepat memilih Bali sebagai tujuan studi banding karena Subak telah lebih dulu ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pada 2012 silam. Bahkan hingga saat ini, masih konsisten mempertahankannya. Kami berharap dengan kunjungan hari ini, dapat menjadi sarana untuk diskusi terkait pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan," kata Beny.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV Kemendikbudristek Abi Kusno mengatakan, Subak ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco pada 2012 lalu. Warisan budaya yang diakui Unesco pada Subak bukan pada hanya sawahnya saja, melainkan unsur sistem yang membentuk lanskap area tersebut. "Ada substansi filosofi di dalam Subak yakni konsep perwujudan Tri Hita Kirana," katanya.
Ada tiga poin penting yang dilihat oleh Unesco pada Subak sebagai manifestasi filosofi Tri Hita Kirana yakni keunikan tradisi budaya yang masih berlaku, contoh luar biasa tentang permukiman manusia dan tata guna lahan serta peristiwa dan tradisi yang masih berlaku yang mengenalkan hubungan harmonis antara dunia spiritual, manusia dan alam. "Perwujudan filosofi Tri Hita Kirana pada Subak itu meliputi tiga hal yakni Parahyangan, Pawongan dan Palemahan," jelasnya.
Adapun luas lanskap Subak kurang lebih sekitar 21.000 hektare yang terdiri dari lima klaster yakni Danau Batur 1.816,40 hektare, Pura Ulun Danu Batur 32,50 hektare, Lanskap Subak DAS Pakerisan 717,10 hektare, Lanskap Subak Catur Angga Batukaru 18.350,40 hektare dan Pura Taman Ayun sebesar 58 20 hektare.
"Salah satu hal yang menjadi tantangan dari pengelolaan Subak adalah konversi lahan dan regenerasi petani. Subak yang diketahui adalah area sawah ada yang hilang beralih fungsi jadi restoran dan ada juga yang muncul baru sawahnya. Kemudian juga risiko bencana hidrometeorologi dan pembentukan lembaga pengelola," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Petugas Lapas Gagalkan Penyelundupan Sabu-sabu Menggunakan Drone
Advertisement

Destinasi Wisata Puncak Sosok Bantul Kini Dilengkapi Balkon KAI
Advertisement
Berita Populer
- Pengendara Motor KLX Laka Tunggal di Kulonprogo, Pembonceng Meninggal Dunia
- Ini Alasan Pieter Huistra Tetap Bertahan di PSS Sleman
- Kasus Penggantian Plat Nomor BMW Mahasiswa UGM Naik ke Tahap Penyidikan
- Antisipasi Covid-19, Kulonprogo Siapkan Laboratorium hingga Fasyankes dari Puskesmas hingga Rumah Sakit
- Bantuan Subsidi Upah Cair, Disnaker Bantul: Penerima PKH Tidak Berhak
Advertisement
Advertisement