Advertisement

Promo November

Viral Seniman Menari di Antara Tumpukan Sampah, Respons Darurat Sampah di Jogja

Lugas Subarkah
Jum'at, 31 Mei 2024 - 08:17 WIB
Ujang Hasanudin
Viral Seniman Menari di Antara Tumpukan Sampah, Respons Darurat Sampah di Jogja Tangkapan layar aksi seniman menari di antara tumpukan sampah di Jogja. - Ujang Hasanudin

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Koreografer tari kontemporer Mila Rosinta Totoatmojo memiliki cara unik untuk merespon kondisi darurat sampah di Jogja saat ini. Ia bersama sejumlah penari lainnya menari di antara tumpukan sampah di sebuah gang.

Delapan orang perempuan dari usia remaja hingga dewasa menari-nari di antara tumpukan sampah di sebuah gang di Kota Jogja. Mereka mengenakan kostum yang berbeda-beda, ada yang memakai seragam SMP, seragam SMA, baju kerja formal, kebaya, kaos kasual, celemek, daster hingga jas laboratorium.

Advertisement

Walau kostumnya terlihat berbeda-beda, namun mereka menggerakkan tubuhnya dengan kompak, dalam sebuah koreografi yang sangat terstruktur dan terancang dengan baik. Para penari juga membawa kantong plastik sampah di tangannya masing-masing.

Tarian ini direkam dan dijadikan video berdurasi satu menit, kemudian diunggah dalam reels Instagram. Video ini kemudian di-repost beberapa akun media sosial Jogja yang kemudian mendapat sangat banyak apresiasi dari netizen.

Perempuan yang akrab disapa Milla itu menjelaskan selama ini dirinya menggeluti dunia tari kontemporer, dimana tak jarang karya yang dihasilkan merupakan respon atas situasi yang terjadi di sekitarnya. Maka ia pun turut merespon dengan karya, terhadap situasi yang sedang dihadapi Kota Jogja saat ini, yakni masalah pengelolaan sampah.

“Ada rasa ketidaknyamanan, sebenarnya ini adalah masalah bersama. Bukan masalah satu instansi saja, tapi masalah kita bersama di Jogja, perihal darurat sampah. Hal ini sudah berlarut berbulan-bulan. Kita harus duduk bersama untuk bisa mencari solusinya,” ujarnya, Kamis (30/5/2024).

Solusi tersebut menurutnya harus diupayakan baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Semuanya harus berkontribusi dalam penyelesaian darurat sampah ini. “Bagaimana masyarakat harus berubah, juga bagaimana pemerintah bisa memberikan sistem pengelolaan sampah,” katanya.

BACA JUGA: 60 Ton Sampah Kota Jogja Akan Diolah di Bantul

Saat ini di Kota Jogja banyak di temukan tumpukan sampah tidak pada tempatnya, di pinggir jalan dan di gang-gang. Sedangkan di depo-depo sampah pun kondisinya sangat memprihatinkan, dengan sampah yang sudah menggunung tidak terangkut.

Perempuan kelahiran Jakarta, 15 Mei 1989 ini menyindir tumpukan-tumpukan sampah tersebut bahkan sudah bisa menjadi spot foto estetik, yang kemudian dijadikan sebagai judul tarian, yakni Spot Estetik Baru Terkini. “Ketika aku keliling Jogja, ada di beberapa titik masyarakat membuang sampah dan menumpuknya, hingga ibaratnya bisa jadi spot foto estetik terbaru di Jogja,” kata dia.

Melalui konten ini, ia mengajak semua pihak agar sama-sama refleksi untuk memperbaiki kondisi darurat sampah ini. “Aku tidak menyalahkan satu pihak, tapi di konten ini aku mengajak untuk bisa berefleksi bersama apakah mau ke depannya destinasi wisata kita kedepan adalah tumpukan sampah,” ungkapnya.

Untuk melakukan tarian ini, Milla mengajak para murid dari kelas koreografi kontemporer miliknya, Milla Art Dance School. “Aku mengajak mereka bereksperimen untuk terjun ke lapangan, apa yang harus kita bicarakan lewat tubuh seni,” ujarnya.

Para penari berasal dari berbagai latar belakang, ada yang masih sekolah, kuliah, kerja hingga ibu rumah tangga. Hal ini pula yang disimbolkan dengan kostum yang berbeda-beda, yang juga mewakili semua kalangan masayrakat yang turut merasakan dampak darurat sampah.

Lokasi yang digunakan adalah sebuah gang di sekitar Tugu Jogja, dengan tumpukan sampah yang memang sudah ada di situ. Lokasi ini dipilih karena faktor keamanan, sebab titik-titik tumpukan sampah lainnya kebanyakan berada di pinggir jalan.

Di dalam tarian ini, ada gerakan yang menyimbolkan ketika orang membuang sampah, tidak diperbolehkan. Gerakan ini bermakna agar yang pertama perlu kita lakukan adalah tidak membuang sampah sembarangan, dimulai dari diri sendiri.

Kemudian simbol para penari membawa kantong plastik sampah sendiri-sendiri, yang bermakna setiap orang memiliki tanggung jawab atas sampahnya masing-masing. “Lalu tentunya juga pengelolaan pembagian sampah kering dan basah harus mulai dari rumah,” paparnya.

BACA JUGA: Jogja Darurat Sampah: Jangan Hanya Mau Terima Uangnya, tetapi tak Mau Sampahnya

Namun masalahnya, ketika masyarakat sudah memilah sampah, di depo sampah hanya ditumpuk jadi satu tanpa dipisahkan. Di sini lah peran pemerintah diperlukan untuk membuat sistem yang bisa memastikan sampah-sampah yang sudah dipilah oleh masyarakat tetap diklasifikasikan dengan benar agar apa yang sudah dilakukan masyarakat tidak sia-sia.

“Kalau di satu tempat tetap disatukan antara sampah basah dan sampah kering, lalu buat apa dipilah dari rumah? Maka sistem besarnya pun harus dibuat terpisah, atau mungkin bisa dimaksimalkan lagi menjadi barang baru yang bisa digantikan. Aku sering lihat di media sosial sampah plastik bisa jadi kursi atau barang lain dengan nilai ekonomis,” ungkapnya.

Kemudian dalam tarian ini juga ada gerakan para penari membuang sampahnya di kamera. Hal ini sekilas memperlihatkan masyarakat membuang sampah di satu tempat yang telah ditentukan. Namun padahal tempat itu adalah di pinggir gang.

“Tapi ternyata lokasi yang kita pilih itu bukan tempat sampah, tapi tumpukan sampah atas kegelisahan masyarakat yang bingung mau buang sampah di mana. Ini adalah keresahan tidak hanya saya, tapi juga banyak teman-teman yang merasakan itu,” katanya.

Selain dari pengamatan di lingkungan, keresahan ini juga berangkat dari pengalamannya pribadi. Di rumahnya, Milla sudah berupaya untuk memilah sampah dan menggunakan aplikasi swasta jasa bank sampah untuk sampah-sampah yang bisa dikelola.

Namun untuk sampah-sampah yang tidak bisa dikelola bank sampah, ia kebingungan mau dibuang kemana. “Sampah itu di rumah yang biasanya bisa pengambilan tiga sampai empat hari sekali, sekarang bisa sampai seminggu sampai 10 hari,” ungkapnya.

Maka ia berharap baik praktisi, akademisi, pemerintah daerah bisa duduk bersama untuk membuat sistem pengelolaan sampah. “Tentu tidak mudah, tapi kita bisa mencontoh kota-kota yang sudah bisa mengelola sampahya dengan baik,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement