Jogja Darurat Sampah: Jangan Hanya Mau Terima Uangnya, tetapi tak Mau Sampahnya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Masyarakat di daerah yang bergantung terhadap industri pariwisata seperti DIY diminta mengelola sampah dengan semangat kebersamaan. Jangan sampai masyarakat hanya mau mengerima uang dari pariwisata tetapi tidak mau menerima sampah.
Keberadaan tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) selama Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan ditutup sangat diperlukan dalam kondisi darurat.
Advertisement
“Perlu dipahami ketika masyarakat mengikhlaskan lahan untuk sampah, itu demi kebaikan sendiri, kebaikan bersama. Maka dari itu, arus ada rasa kebersamaan dalam mengelola sampah,” kata sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Rachmad K. Dwi Susilo saat dihubungi Harian Jogja melalui ponsel, Rabu (26/7/2023).
BACA JUGA : Ditolak Warga, Pemda DIY: Sambil Tunggu Lokasi Lain, TPSS Cangkringan Tetap Jadi Opsi
Menurut dia, warga DIY perlu mengedepankan sifat hamemayu hayuning bawana atau kesadaran bahwa interaksi alam dan manusia lain hendaknya bersikap arif, tidak merusak, dan memelihara apa yang telah alam sediakan. Semangat kebersamaan itu penting karena DIY sangat bergantung terhadap pariwisata dan sektor lainnya.
“Yang namanya kebersamaan berarti harus berpikir keseluruhan. Jangan hanya mau menerima uangnya tetapi tidak mau menerima sampahnya,” ujar dia.
Ketika Tempat Pembuangan Akhir Piyungan ditutup sementara, lokasi pembuangan sementara sangat diperlukan. “Kalau sampah tidak terangkut dan memenuhi banyak tempat, image pariwisata Jogja bisa terganggu. Pemerintah harus menyakinkan bahwa keberadaan tempat pembuangan sementara untuk kepentingan bersama. Lagi pula juga sementara,” ucap Rachmad.
Dalam konteks sumber daya alam (SDA), masyarakat harus mengikuti pola pengelolaan yang dibuat negara sebagaimana dimandatkan undang-undang.
Sementara, sosiolog UGM Hakimul Ikhwan mengatakan tempat pembuangan sampah sementara tidak akan menampung sampah selamanya.
“Pada kasus sekarang dalam situasi darurat, saya bayangkan tempat pembuangan sementara bisa digunakan, toh sifatnya sementara saja bukan jangka panjang. Ini terkait dengan penataan,” kata dia melalui sambungan telepon, Rabu (26/7).
Masyarakat perlu kepastian bahwa TPSS hanya bersifat sementara, dan pengolahan sampah di TPSS memenuhi standar lingkungan.
BACA JUGA : Pemkot Jogja Siapkan 3 Lokasi Sementara Menampung Sampah Selama TPA Piyungan Ditutup
Pemda DIY dan Pemkab Sleman mencari lokasi lain untuk mendirikan Tempat Pembuangan Sampah Sementara selama Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan ditutup. TPSS didesain tidak mencemari lingkungan.
Asisten Setda DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, mengatakan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) Cangkringan tetap menjadi opsi pertama untuk menampung sampah sementara hingga pembangunan Tempat Pembuangan (TPA) Piyungan Transisi Tahap 2 rampung dan bisa menampung sampah.
“Kami tidak menutup opsi itu. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa itu penitipan, bukan pembuangan,” katanya, Rabu (26/7/2023).
Pemda DIY sudah menyiapkan tanah kas desa dua hektare di Padukuhan Karanggeneng, Kalurahan Umbulharjo, Kemantren Cangkringan, Sleman, sebagai lokasi TPSS. Namun, warga sekitar menolak karena khawatir sampah akan membuat bisnis pariwisata lesu.
Tri tidak menyampaikan kapan TPSS Cangkringan dapat mulai beroperasi. “Tidak di hari ini [kemarin] yang jelas,” katanya.
Dia mengatakan Pemda DIY juga mencari lokasi alternatif untuk membuat TPSS di luar Cangkringan. “Nanti rembukan dengan Pemkab Sleman dan lain-lain,” katanya.
BACA JUGA : Lokasi Sampah Sementara TPA Piyungan di Sleman Ditolak Warga, Ini Respons Sultan
Tri menegaskan TPSS akan dibangun dengan memperhatikan aspek lingkungan. Teknologi yang digunakan menjamin sampah tidak akan berdampak buruk terhadap air atau udara. Sampah di TPSS akan diambil lagi dan dibawa ke Piyungan. Sampah yang dibuang di TPSS juga akan diseleksi secara ketat.
“Permukaan tempat pembuangan sampah akan dilapisi geomembran, kemudian sampah ditumpuk. Setelah [TPA] Piyungan siap lagi, sampahnya dibuang ke [TPA] Piyungan lagi,” katanya.
Sebelumnya, Kepala DLH Sleman, Epiphana Kristiyani, mengatakan TPSS dirancang untuk mencegah dampak-dampak yang dikhawatirkan masyarakat
DLH akan membuat tampungan air lindi dan memasang geomembran di dinding cekungan besar yang akan dipakai untuk menampung sampah.
“Geomembran harus dimiringkan, agar lindinya bisa mengalir ke suatu titik untuk ditampung. Setelah ditampung, air lindi kami sedot dan kami olah,” ungkapnya.
Sampah yang ditumpuk akan dikelompokkan dan disemprot menggunakan ecolindi, untuk menghilangkan bau. Sampah organik juga akan diberi mikro organisme lokal yang akan mempercepat fermentasi.
“Lalu tumpukan sampah ditutup dengan geomembran agar kalau hujan, air di penampungan sampah tidak banyak banyak dan agar tidak menimbulkan bau ke mana-mana serta mengundang lalat,” kata dia.
Geomembran berfungsi melindungi air tanah agar tidak tercemar. Selain itu, dua sumur pantau juga akan dibangun untuk menguji kualitas air di sekitar TPSS.
“Nanti secara periodik akan kami uji kualitas airnya,” katanya.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, mengatakan TPSS Cangkringan hanya dipakai sementara. “Hanya satu bulan kok. Terserah Pak Lurah [Umbulharjo, Cangkringan]. Pak Lurah yang menyetujui kok, rembugane [sosialisasi dengan warga] bagaimana [pembicaraannya bagaimana jadinya] saya enggak tahu,” katanya.
Sultan berharap masyarakat juga ikut berusaha mengatasi persoalan sampah dengan mengurangi sampah masing-masing. Sultan mengimbau masyarakat memilah sampah untuk mengurangi volume sampah yang disetorkan ke tempat pembuangan sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sleman, Epiphana Kristiyani, mengatakan warga menolak keberadaan TPSS di Karanggeneng. Penolakan tersebut disampaikan saat sosialisasi. Mereka khawatir TPSS mengganggu aktivitas pariwisata.
Beberapa masyarakat yang bergelut di usaha kuliner takut dagangan mereka tidak laku karena terkena image makanan berasal dari lokasi dekat TPSS.
“Ada yang punya restoran, ada yang usaha makanan kecil, lalu mereka takut image-nya,” ujarnya, Rabu.
Epi mengatakan Pemkab Sleman berupaya mencari lokasi lain yang memungkinkan sebagai tempat penitipan sampah sementara. Namun, dia tidak menyebutkan lokasinya.
Sekda Sleman, Harda Kiswaya, menghormati aspirasi warga Karanggeneng yang menolak TPSS. Setelah muncul penolakan, Pemkab Sleman mencari lokasi lain. “Kami hormati warga yang tidak setuju. Kami kan enggak boleh memaksakan kehendak di negara ini. Kami cari lokasi lain," kata dia.
Harda optimistis pemerintah segera mendapatkan lokasi penitipan sampah karena ini menyangkut kepentingan orang banyak. "Pasti dapat, karena ini kepentingan umat, kepentingannya orang banyak, masih ada jalan keluarnya. Ini saya sudah rembuk-rembuk. Insyallah dapat," katanya.
Namun Harda enggan menyebutkan nama wilayah alternatif yang bakal digunakan sebagai TPSS. “Nanti kalau sudah deal, kami minta semua warga tanda tangan, baru nanti diumumkan,” ujarnya.
Harda menegaskan TPSS akan menggunakan teknologi pengelolaan sampah yang sama, yakni dengan teknologi geomembran dan dilengkapi sumur pantau. "Ini untuk mengurangi lindi supaya enggak ke mana-mana," ujarnya.
Warga Karanggeneng yang 30% bekerja di sektor wisata khawatir TPSS pengganti sementara TPST Piyungan akan berdampak pada aktivitas wisata.
Warga Padukuhan Karanggeneng, Naryono, mengatakan penolakan disampaikan dalam sosialisasi pembangunan TPSS, Selasa (25/7). "Sosialisasi dihadiri pemerintah desa sampai pemerintah kabupaten. Mayoritas masyarakat menyatakan tidak setuju," katanya.
Penolakan ini, kata Naryono, didasari sejumlah kekhawatiran. "Mungkin dari udaranya, mungkin dari lalatnya yang di situ, tentunya ketakutan kami ini akan mengganggu aktivitas ekonomi, aktivitas masyarakat, kesehatan," ungkapnya.
Calon lokasi TPSS Cangkringan hanya berjarak 200 meter dari pemukiman. "Itu tuh dampaknya berapa meter, berapa kilo ini yang kami enggak tahu, yang jelas yang terdekat [rumah warga] adalah 200 meter," ungkapnya.
BACA JUGA : Manajemen TPA Piyungan Dipegang Pemda, ORI DIY: Semakin Amburadul
Menurutnya, jika TPSS tetap di Cangkringan warga mengajukan syarat yakni aspek kesehatan diperhatikan.
"Yang penting seandainya itu sudah diputuskan sudah menjadi kebijakan yang terbaik, harapan kami dari unsur kesehatan tadi, terus dari dampak mungkin perekonomian dari kami, terus mungkin ada program-program yang ada di kami ini mohon diperhatikan," katanya.
Pasalnya, Karanggeneng diproyeksikan sebagai Kampung Wisata Edukasi Permainan Anak. Nantinya kawasan tersebut akan dikembangkan menjadi kampung cahaya. Di sana juga ada Pasar Majapahit yang sempat berhenti karena pandemi.
Adapun di Gunungkidul, petugas di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Wukirsari menghalau dua truk dari luar daerah yang akan membuang sampah di tempat itu sejak TPA Piyungan sejak 23 Juli lalu.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Lingkungan Hidup Gunungkidul, Heri Kuswantoro, menduga truk-truk dari luar Gunungkidul kesulitan membuang sampah setelah TPA ditutup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Warga Keluhkan Pembakaran Sampah oleh Transporter, DLH Bantul Siap Bertindak
- 2 Sekolah di Kulonprogo Ini Berpotensi Terdampak Pembangunan Tol Solo-Jogja-YIA
- Viral Aksi Mesum Parkiran Abu Bakar Ali Jogja, Satpol PP Dorong Adanya Kontrol Sosial
- Pemkot Berkomitmen Selesaikan Sampah dari Hulu sampai Hilir
- Dorong Pilkada Lebih Fair dan Bermartabat, PDIP Kulonprogo Bentuk Satgas OTT Politik Uang
Advertisement
Advertisement