Advertisement

Promo Desember

Komunitas Lempar Pisau Jogja: Jadi Sarana Hobi, Mengolah Emosi hingga Prestasi

Sirojul Khafid
Sabtu, 21 Desember 2024 - 17:27 WIB
Sunartono
Komunitas Lempar Pisau Jogja: Jadi Sarana Hobi, Mengolah Emosi hingga Prestasi Lempar pisau bisa menjadi sarana hobi, prestasi, meditasi, hingga penyembuhan diri. Lempar Pisau Jogja membabat alas teknik lempar pisau, dari tiada hingga berprestasi di mana-mana. - Istimewa.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Lempar pisau bisa menjadi sarana hobi, prestasi, meditasi, hingga penyembuhan diri. Lempar Pisau Jogja membabat alas teknik lempar pisau, dari tiada hingga berprestasi di mana-mana.

Saat kecil, Yolandra Kusuma senang membantu kakeknya berkebun. Alat dan benda tajam menjadi piranti yang sering mereka gunakan. Luka-luka kecil dari benda tajam tidak jarang menghiasi tubuh Bayu, panggilan akrab Yolandra Kusuma. Namun luka besar akibat benda tajam di tahun 2002 membekas cukup dalam.

Advertisement

Luka itu membuat Bayu phobia pada senjata tajam, atau aichmophobia. Saat sedang berkumpul dengan teman misalnya, ada orang yang membawa dan memperlihatkan pisau atau sejenisnya, Bayu lebih memilih menghindar. Bahkan saat teman terkena luka kecil dan berdarah lantaran pisau, dia seperti hendak pingsan.

“Belajar dari saya yang juga phobia raptile, dengan dipaksa memelihara ular, ternyata bisa sembuh, [coba juga di pisau],” kata Bayu, Kamis (12/12/2024).

BACA JUGA : Unik! Komunitas Motor Ini Rutin Riding Bareng ke Masjid untuk Salat Subuh Berjemaah

“Oh ternyata ada [olahraga] lempar pisau, yang pisaunya enggak tajem. Namun kala itu, tahun 2012 belum ada komunitasnya. Nyari dulu, ternyata ada orang yang juga mau bikin komunitas.”

Tahun itu, Komunitas Lempar Pisau Jogja mulai terbentuk. Ada yang ingin menyembuhkan aichmophobia seperti Bayu, namun terdapat pula orang yang memang suka dengan senjata tajam. Salah satunya Victor Mukhammadenis Hidayatullah. Saat kecil, Victor sering ‘blusukan’ di sawah hingga hutan. Pulangnya, dia membawa kayu bakar dan barang-barang lainnya.

Pisau, kapak, dan benda tajam seakan teman bermainnya saat kecil di pedesaan wilayah Temanggung, era-era 1996. Memasuki tahun 2007, Victor bekerja di perkebunan, membuatnya semakin akrab dengan benda tajam untuk mempermudah pekerjaan. “Lama-lama ketemu temen [sesama penyuka] pisau [di komunitas],” katanya.

Berlatih dan Melatih

Awal berdiri, para anggota Lempar Pisau Jogja banyak beruji coba. Melempar dengan berbagai teknik, dengan tujuan utama agar pisau menancap di bidang sasaran. Dari banyak percobaan, mungkin hanya satu dua kali pisau menancap. Sepertinya itu hanya unsur keberuntungan.

Internet belum banyak memberikan ruang belajar melempar pisau yang benar. Akhirnya Bayu ‘berguru’ teknik melempar pisau ke Jakarta pada 2013, kepada salah satu atlet. “Diajarkan [teknik lempar pisau], bawa ilmunya ke Jogja. Saya dan Victor kembangkan menjadi sebuah teknik yang mudah dipahami dan bisa dikuasai bagi orang awam,” kata Bayu.

Sebelum ada teknik yang disusun oleh Lempar Pisau Jogja, orang baru bisa melempar pisau dengan benar setelah latihan dua sampai tiga bulan. Itupun dengan persentase 50:50 keberhasilan. Setelah ada semacam kurikulum yang mereka buat, orang awam bisa menancapkan pisaunya dengan durasi belajar 15 menit. “Sejauh ini, [komunitas lempar pisau] yang punya metode latihan terukur baru kami, kami punya kurikulum yang bisa kita pakai untuk seterusnya,” kata Bayu.

Kini Lempar Pisau Jogja menaungi beberapa klub yang tersebar di DIY. Ada belasan klub. Bayu dan Victor kini menjadi pelatih lempar pisau dan juga perancang sertifikasi pelatih. Di samping mengajar di internal komunitas atau organisasi, anggota Lempar Pisau Jogja juga mengisi materi untuk eksternal, dari Tentara Nasional Indonesia hingga Bea Cukai.

Meski di Lempar Pisau Jogja kegiatannya untuk olahraga, pelatihan untuk instansi tertentu bisa berkembang untuk beladiri dan sejenisnya. “Ketika membagikan ilmu lempar pisau ke aparat berwenang, salah satu bentuk pengabdian kami ke negara. Tapi semisal ada warga sipil yang minta diajari hal serupa (lempar pisau untuk beladiri), kami tolak, dan ada beberapa yang minta. Itu tanggung jawab moral,” kata Victor, yang merupakan Ketua Pengprov Lempar Pisau Jogja.

Mengolah Emosi

Kita bisa menjadikan lempar pisau sebagai hobi, olahraga (prestasi), serta pengembangan diri. Dalam konteks pengembangan diri, lempar pisau bisa menjadi media untuk meditasi. Mungkin gerakannya terkesan sederhana, namun dalam melempar pisau yang benar, ada unsur pengaturan emosi hingga fokus.

BACA JUGA  Komunitas Tali Tasbih Didirikan untuk Jembatani Seniman Jogja dan Menghidupkan Budaya Kota

Tidak jarang orang datang ke Komunitas Lempar Pisau Jogja untuk melampiaskan emosinya. Mungkin emosinya tersalurkan, namun dia tidak akan berhasil menancapkan pisau dengan tepat. “[Melempar pisau yang benar] enggak bisa menggunakan emosi berlebih, entah marah maupun senang, berpengaruh pada kestabilan lemparan,” kata Bayu, Wakil Ketua dan Kepala Pelatih Lempar Pisau Jogja.

“Orang yang [terbiasa] ngelempar pisau dengan benar, orangnya santai-santai, lama-lama biasa mengendalikan emosi. Saya guru SD, sebelumnya meja saya tendang pecah, begitu [rutin latihan] lempar pisau, malah lebih tenang,” kata Victor.

Olahraga melempar pisau juga yang berhasil menyembuhkan Bayu dari aichmophobia. Setidaknya butuh waktu sekitar dua tahun, hingga phobianya benar-benar bersih. Kini Bayu justru menjadi atlet, pelatih, hingga penjual pisau lempar dan pisau tajam.

“Semoga Lempar Pisau segera masuk KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Banyak masyarakat yang tertarik ikut, enggak memandang pisau sebagai benda kriminal, tapi pisau bisa digunakan menjadi sarana yang berprestasi,” kata Victor.

Jalan Menuju KONI

Dua belas tahun berdiri, sudah banyak prestasi yang anggota Lempar Pisau Jogja torehkan. Victor pernah menyabet Juara 1 Kelas Tactical di Piala Dansat Bravo 90 Kopasgat. Dari sekian prestasi juga, Bayu pernah menjadi Juara 1 Kelas Beregu di Kejurnas Lempika 1 Piala Kadisjas AD. Terbaru, sekitar bulan lalu, anggota Lempar Pisau Jogja, Laila Khusnul Mar'ati, menjadi Juara 3 pada Panglima TNI Open Tournament 2024.

Mereka juga tidak jarang menjadi juara lempar pisau di berbagai turnamen internasional. Perolehan juara tersebut, kemudian terakumulasi dan terperingkat oleh International Knife Thrower Hall of Fame (IKHTOF). Bayu merupakan peringkat satu dunia lempar pisau kategori intermediate. Sementara Victor peringkat 14 lempar pisau dunia kategori expert.

Saat ini, Lempar Pisau Jogja dan komunitas sejenis di wilayah lain, sedang berjuang untuk masuk dalam KONI. “Belum masuk KONI, lagi proses. Sudah 14 hingga 15 provinsi [yang terdapat komunitas lempar pisau], kurang 3 hingga 4 provinsi lagi [sebagai syarat masuk KONI],” kata Victor.

Semua komunitas berada dalam naungan Persatuan Olahraga Lempar Pisau dan Kapak Indonesia (Porlempika). Serangkaian proses lain dalam rangka masuk KONI juga sudah terlampaui. Beberapa di antaranya seperti pelatihan juri, pelatihan pelatih, dan lainnya. “Sudah kami lewati semua, pas acara di Piala Panglima juga dibuka oleh Koni Pusat, menuju olahraga resmi di Indonesia. Targetnya tahun 2025 [Lempar Pisau] udah masuk [KONI],” kata Bayu.

Berbeda dengan beberapa jenis olahraga lainnya, atlet atau pemain lempar pisau bisa sampai usia tidak terbatas. Bisa saja hingga usia 60 atau 70 tahun, seseorang masih menjadi pemain lempar pisau. “Bisa jadi juga, semakin tua semakin tajam [cara bermainnya], ini tentang efektivitas permainan. Ada pemain yang dia duduk di kursi roda waktu ngelempar pisaunya,” kata Victor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

18 Polisi Terlibat Kasus Pemerasan di DWP, Pengamat: Harus Disanksi Pemecatan

News
| Sabtu, 21 Desember 2024, 20:37 WIB

Advertisement

alt

Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup

Wisata
| Sabtu, 21 Desember 2024, 10:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement