Advertisement
Sigab Terus Berkomitmen Dampingi Difabel Berhadapan Dengan Hukum
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA–Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia berkomitmen untuk terus memberikan pendampingan pada kasus difabel berhadapan dengan hukum. Data yang dihimpun dari 2016 sampai 2024, totalnya terdapat 189 kasus difabel berhadapan hukum yang didampingi oleh Sigab.
Koordinator Divisi Advokasi dan Jaringan Sigab Indonesia, Purwanti, menjelaskan, pada 2016–2017, terdapat 24 kasus, terdiri dari 15 kasus kekerasan seksual, dua kasus penolakan masuk sekolah dan tujuh kasus non-litigasi seperti persoalan rumah tangga, KDRT, pengurusan KTP.
Advertisement
Pada 2017–2018, ada 27 kasus dengan rincian 19 kasus kekerasan seksual, empat kasus KDRT, satu kasus pencurian, satu kasus penganiayaan dan dua kasus pelaku pencurian sepeda motor. “Berlanjut pada tahun 2018–2019, ada 11 kasus yang meliputi sembilan kasus kekerasan seksual dan dua kasus KDRT,” katanya, Sabtu (1/2/2025).
Sedangkan pada 2019–2020, ada 29 kasus yang terdiri dari 19 kasus kekerasan seksual, tujuh kasus penganiayaan, dua kasus penelantaran anak difabel dan satu kasus perceraian.
Beranjak ke 2020–2021, tercatat 26 kasus perempuan difabel berhadapan dengan hukum, terdiri dari 16 kasus kekerasan seksual, enam kasus KDRT, dua kasus perdagangan orang, satu kasus prostitusi dan 1 kasus pengurusan KTP.
Pada 2021–2022, terdapat 26 kasus, mencakup 12 kasus kekerasan seksual dan 14 kasus KDRT. Pada tahun 2023 hingga sekarang, ada 46 kasus kekerasan berbasis gender, di mana perempuan difabel sebagai korban, dalam kasus kekerasan seksual dan KDRT.
“Dari data keseluruhan tersebut, tren kekerasan seksual dan Kekerasan dalam Rumah Tangga menjadi bentuk kekerasan yang paling dominan, dengan pola peningkatan kasus yang memprihatinkan dari tahun ke tahun,” katanya.
Tantangan kedepan dalam mendukung kesetaraan difabel ketika berhadapan dengan hukum adalah kekosongan hukum.
Masih ada kebijakan-kebijakan yang belum harmonis yang bersifat kontra produktif. Alih-alih menjadi dasar bagi penguatan peradilan yang inklusif, justru menjadi jurang yang memungkinkan terjadinya diskriminasi terhadap difabel.
“Salah satu contoh di UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Terkait pengakuan kapasitas hukum itu masih bertentangan di beberapa pasal di kebijakan lainnya” ungkapnya.
Adanya PP No. 39/2020 tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas, menurut Purwanti, mestinya menjadi semangat bagi Institusi penegak hukum untuk merefleksikannya kedalam beberapa kebijakan terkait. “Sebab, PP tersebut baru sebatas pada bagaimana memberdayakan difabel sebagai subyek hukum, tapi belum pada hukum beracara,” kata dia.
Direktur Sigab Indonesia, M. Joni Yulianto, menuturkan data tersebut bisa jadi hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang terjadi pada difabel dan belum tertangani di berbagai daerah. Data tersebut masih terbatas pada beberapa wilayah yang saat ini jadi dampingan Sigab.
Joni berharap, akan lebih banyak lembaga maupun organisasi yang juga memberikan dampingan terhadap difabel yang berhadapan dengan hukum di berbagai daerah.
“Data tersebut mungkin akan jauh lebih besar ketika banyak lembaga maupun organisasi yang turut mendukung dan memberikan pendampingan terhadap difabel yang berhadapan dengan hukum,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pesawat Medis Jatuh di Area Padat Gedung Philadelphia, Begini Kronologinya
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal SIM Keliling di Bantul, Sabtu 1 Februari 2025, Cek Lokasinya di Sini
- Jadwal DAMRI di Jogja Hari Ini, Sabtu 1 Februari 2025, Cek Lokasi Keberangkatan di Sini
- Jadwal SIM Keliling di Sleman Hari Ini, Sabtu 1 Februari 2025, Cek di Sini
- Cek Kondisi Cuaca di Jogja Hari Ini, Sabtu 1 Februari 2025, Cerah Berawan hingga Hujan Ringan
- Jadwal SIM Keliling di Gunungkidul Hari Ini, Sabtu 1 Februari 2025, Cek di Sini
Advertisement
Advertisement