Advertisement
Inisiator Sekolah Pagesangan Beri Saran untuk Penyelenggaraan MBG

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berjalan sepuluh bulan. Selama program ini bergulir, ada banyak kritik yang datang dari sejumlah kalangan baik masyarakat sipil, aktivis pangan, hingga akademisi. Salah satu kritik dilontarkan oleh inisiator Sekolah Pagesangan, Diah Widuretno.
Dalam aksi yang digelar oleh Komunitas Suara Ibu Indonesia di Yogyakarta di Bundaran UGM, Jumat (3/10/2025), Diah menyampaikan ada hal yang perlu diperbaiki dalam penyelenggaraan program MBG. Salah satunya adalah tentang menu.
Advertisement
Menurut dia, penyelenggaraan program MBG sentralistik. Sistem ini harus dibuat lebil melokal atau lokalistik berbasis komunitas.
“Menu juga harus mengakomodir bahan pangan lokal yang diproduksi petani lokal dan kita tahu bagaimana bahan pangan ini diproduksi, asal-usulnya. Anak-anak juga perlu dikenalkan dengan bahan pangan lokal, ini untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan anak bertahan hidup di setiap daerah,” kata Diah ditemui di Bundaran UGM, Jumat.
Menu MBG tidak bisa diseragamkan secara nasional. Harus mengakomodir pangan lokal atau menyesuaikan dengan sumber daya alam dan karakteristik masyarakat lokal. Masyarakat yang tidak mengonsumsi makanan lokal, kata dia biasanya karena ketidaktahuan.
Maka perlu edukasi tentang pentingnya menguasai produksi dan konsumsi hingga distribusi pangan. Selain edukasi perlu praktik nyata yang menjadi contoh banyak komunitas lain. Produksi bahan pangan yang bisa dikontrol sendiri oleh komunitas masih berjalan di Provinsi DIY.
Sistem pangan meliputi produksi, pengelolaan, dan konsumsi. Dia memberi contoh sistem pangan di Kabupaten Gunungkidul. Di Bumi Handayani, utamanya di desa-desa, masih ada pola produksi alami yang mana masyarakat menghidupi keluarga dari produksi di lahan milik sendiri.
Orientasi budidaya tani di banyak desa di Gunungkidul lebih mengamankan pangan keluarga. Pemerintah menyebutnya dengan ketahanan pangan.
“Masih banyak praktik seperti itu di Gunungkidul, walaupun apa yang ditanam sudah mengalami penurunan jenis. Dulu, tumpang sari bisa digunakan untuk sepuluh spesies tanaman di satu titik lahan. Sekarang berkurang,” katanya.
Praktik produksi bahan pangan lokal bisa direplikasi di wilayah perkotaan. Sistem pangan yang bisa dikontrol komunitas. Konsumen bisa ikut terlibat dalam sistem produksi ini dijalankan.
“Kembali lagi ke persoalan MBG, menurut saya program ini perlu dihentikan, tapi tidak selamanya. Perlu ada evaluasi ada hal-hal yang diperbaiki. Sekali lagi sistemnya terlalu sentralistik dan menunya harus lebih mengakomodir menu lokal,” ucapnya.
Pegiat Komunitas Suara Ibu Indonesia di Yogyakarta, Kalis Mardiasih, mengkritik sejumlah kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Badan Gizi Nasional, seperti rekruitmen koki dan pembelian CCTV.
“Kritik kami itu fokusnya penyelenggaraan program MBG yang sentralistik dan militeristik. Desain tata kelola,” kata Kalis.
Kalis menyampaikan Komunitas Suara Ibu Indonesia akan terus bersuara dan mempertajam pengetahuan mengenai bagaimana produksi pangan berbasis komunitas diselenggarakan dan menjadi alternatif penyelenggaraan program MBG.
Sebab itu, aksi yang digelar Komunitas Suara Ibu Indonesia juga menghadirkan akademisi dan praktisi di bidang yang berkaitan.
“Susu yang kotak-kotak pabrikan itu juga jadi bagian menu MBG. Peternak lokal tidak dilibatkan. Belum lagi menu spaghetti dan burger, petani Indonesia mana yang menanam gandum,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Penangkapan Bjorka Diragukan, Polisi Janji Berikan Bukti Labfor
Advertisement

5 Tempat Nongkrong sambil Ngopi di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo
Advertisement
Berita Populer
- Rumah Warga di Dlingo Ludes Terbakar, Kerugian Rp25 Juta
- Satpol PP Bantul Bakal Patroli Rutin Tiap Malam di Pantai Pandansimo
- Diduga Keracunan Menu MBG, 6 Siswa SD di Gunungkidul Masuk Rumah Sakit
- Sultan HB X Dukung Penuntasan Kasus Korupsi Mantan Bupati Sleman SP
- Bus Transigrak untuk Siswa Disabilitas Kulonprogo, Sopir Belajar Bahasa Isyarat
Advertisement
Advertisement