Advertisement

Kasus Perjokian, Pengguna Jasa Tak Bisa Dipenjara

Sunartono
Rabu, 01 Agustus 2018 - 19:08 WIB
Laila Rochmatin
Kasus Perjokian, Pengguna Jasa Tak Bisa Dipenjara Rektor UAD Kasiyarno (kedua dari kiri) beserta sejumlah pimpinan UAD menunjukkan sejumlah barang bukti perjokian masuk FK UAD yang berhasil diungkap, Senin (30/7/2018). - Harian Jogja/Sunartono

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN--Pakar hukum pidana menyatakan calon mahasiswa pengguna jasa perjokian tidak bisa dijerat hukum. Sehingga blacklist menjadi salah satu hukuman sosial yang berat.

Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Mudzakir menjelaskan pengguna jasa perjokian masuk dalam perbuatan curang sehingga lebih erat kaitannya dengan etik daripada ke arah hukum pidana.

Advertisement

Menurut dia, hukuman etik justru lebih berat daripada pidana karena harus menanggung tekanan sosial. Bentuknya bisa berupa blacklist seperti yang disampaikan Kopertis Wilayah V DIY

"Kalau sudah diblacklist kan malah selesai dia, enggak bisa kuliah di mana-mana. Kecuali kalau pelaku joki itu yang tertangkap bisa masuk ke ranah pemalsuan dokumen," terangnya, Rabu (1/8/2018).

Ia mengatakan pengguna jasa perjokian masuk dalam kategori pelanggaran akademik sehingga sanksinya juga dalam bentuk akademik. Jika diblacklis di seputar wilayah Kopertis itu sah-sah saja. Bahkan blacklist di seluruh kampus di Indonesia pun bisa tetapi nanti bisa bertentangan dengan hak-hak memperoleh pendidikan.

"Hukumannya juga harus bersifat mendidik, andai harus diproses sanksi ya misalnya dengan waktu tiga tahun tidak boleh mendaftar. Kalau sanksinya tidak boleh kuliah di semua kampus nanti malah jadinya nggak baik, karena tindakan dilakukan di kopertis wilayah V mungkin sanksinya wilahah V saja," ucap dia.

Pelaku perjokian menurutnya bisa dipidanakan karena mereka mencari keuntungan dari perbuatan curang. Meski uang belum diserahkan sampai menunggu peserta diterima sebagai mahasiswa sekalipun tetap bisa dipidanakan karena sudah ada akad pengambilan keuntungan. Berbeda dengan calon mahasiswa atau pengguna jasa joki, dia tujuannya untuk mencari lembaga pendidikan.

"Kalau pelaku perjokiannya ini mahasiswa harusnya bisa dipecat dari kampusnya ini dia," katanya.

Rektor UAD Kasiyarno menilai pentingnya penanganan hukum pada kasus perjokian. Padahal kasus tersebut cukup meresahkan dan dapat menurunkan kewibawaan pendidikan tinggi karena ada kesan masuk pada jurusan tertentu bisa didapatkan melalui praktik curang.

Menurutnya, praktik yang berlangsung sejak lama itu belum sepenuhnya mendapat respons dari pemerintah dengan memberikan payung hukum yang tegas terhadap pelakunya. Ia berharap pemerintah memperhatikan persoalan ini sehingga pelaku perjokian tidak dengan bebas melenggang setelah melakukan aksinya.

"Karena kami sudah membuktikan saat ujian Fakultas Kedokteran gelombang pertama menangkap dua orang kami bawa ke polisi lalu dilepas dengan alasan tidak ada kerugian dalam proses tersebut," katanya.

Ia mengatakan dua kasus perjokian yang terjadi di UAD menjadi pelajaran penting untuk memperketat sistem penerimaan mahasiswa baru sehingga mampu menyaring mahasiswa berkualitas sesuai kemampuannya. Pihaknya sengaja menginformasikan kasus itu ke publik agar perguruan tinggi lain juga meningkatkan kewaspadaan akan kasus serupa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Berkekuatan Magnitudo 5,0

News
| Jum'at, 26 April 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement