Advertisement

Budidaya Magot di Patuk untuk Atasi Masalah Pengelolaan Sampah

David Kurniawan
Kamis, 17 Desember 2020 - 10:07 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Budidaya Magot di Patuk untuk Atasi Masalah Pengelolaan Sampah Proses budidaya magot di Tempat Pengelolaan Sampah di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk. Foto diambil beberapa waktu lalu. - Ist

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Warga di kawasan wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Kalurahan Nglanggeran, Patuk mengembangkan budidaya magot. Kegiatan ini diklaim bisa mengatasi masalah pengelolaan sampah.

Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tunas Mandiri, Ahmad Nasrudin mengatakan, budidaya magot berasal dari larva lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly (BSF). Pengembangan budidaya ini sudah berjalan sejak beberapa bulan lalu dan sudah mulai membuahkan hasil.

Advertisement

Menurut dia, budidaya magot memiliki banyak manfaat karena di satu sisi masalah pengelolaan sampah bisa diatasi. Hal ini dikarenakan sampah jenis organik merupakan suplai makanan dari BSF yang setelah berkembangbiak akan menghasilkan larva magot. “Lokasi budidaya berada di dekat Tempat Pengelolaan Sampah di Nglanggeran,” katanya kepada wartawan, Rabu (16/12/2020).

Nasrudin mengungkapkan, tidak hanya untuk mengatasi pengelolaan sampah karena dari budidaya dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Ia menjelaskan, telur dari BSF laku dijual Rp1.000 per gramnya. Sedangkan untuk magot kering dipasarkan Rp70.000 per kilonya dan magot basah dijual Rp6.000 per kilonya.

“Budidaya magot ini untuk ketahanan ekonomi di tengah pandemi. Kami pun berencana mengembangkan secara lebih massif lagi,” katanya.

Hal tak jauh berbeda diungkapkan oleh Wantirah, salah seorang pengelola di tempat pengelolaan sampah Nglanggeran. Menurut dia, pengembangan magot sangat mudah karena suplai makanan untuk BSF tersedia melalui sampah yang dibuang masyarakat. “Hingga saat ini ada sekitar 130 kepala keluarga yang membuang sampah di sini,” katanya.

Wantirah mengungkapkan, untuk pengembangan BSF dibiarkan bertelur. Di saat menunggu proses pengembangbiakan ini, bisa dilakukan pemisahan sampah jenis oraganik dan non organik. Untuk non organik yang terdiri dari besi, plastik akan dijual ke pengepul. Sedangan untuk jenis organic akan diambil sebagai pakan.

Setelah tentara alat hitam bertelur nantinya akan dipisahkan. Sebab telur-telur yang berusia sepuluh hari diletakan ke dalam wadah yang berisi sampah organik. “Cuma diletakan saja. Nanti setelah menetas akan memakan sampah itu. Sisa dari sampah organic ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk pertanian,” katanya.

Menurut dia, larva dari BSF tidak hanya dijadikan magot, tapi juga dikembangkan untuk jadi indukan sehingga proses produksi bisa terus dijaga. “Untuk magot banyak manfaatnya karena selain untuk pakan ternak, juga bisa jadi umpan bagi pemancing,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja
Jual Miras, Toko di Berbah Ditutup

Jual Miras, Toko di Berbah Ditutup

Jogjapolitan | 8 hours ago

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Konflik Israel di Gaza, China Serukan Gencatan Senjata

News
| Selasa, 16 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement