Advertisement
Budidaya Magot di Patuk untuk Atasi Masalah Pengelolaan Sampah

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Warga di kawasan wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Kalurahan Nglanggeran, Patuk mengembangkan budidaya magot. Kegiatan ini diklaim bisa mengatasi masalah pengelolaan sampah.
Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tunas Mandiri, Ahmad Nasrudin mengatakan, budidaya magot berasal dari larva lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly (BSF). Pengembangan budidaya ini sudah berjalan sejak beberapa bulan lalu dan sudah mulai membuahkan hasil.
Advertisement
Menurut dia, budidaya magot memiliki banyak manfaat karena di satu sisi masalah pengelolaan sampah bisa diatasi. Hal ini dikarenakan sampah jenis organik merupakan suplai makanan dari BSF yang setelah berkembangbiak akan menghasilkan larva magot. “Lokasi budidaya berada di dekat Tempat Pengelolaan Sampah di Nglanggeran,” katanya kepada wartawan, Rabu (16/12/2020).
Nasrudin mengungkapkan, tidak hanya untuk mengatasi pengelolaan sampah karena dari budidaya dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Ia menjelaskan, telur dari BSF laku dijual Rp1.000 per gramnya. Sedangkan untuk magot kering dipasarkan Rp70.000 per kilonya dan magot basah dijual Rp6.000 per kilonya.
“Budidaya magot ini untuk ketahanan ekonomi di tengah pandemi. Kami pun berencana mengembangkan secara lebih massif lagi,” katanya.
Hal tak jauh berbeda diungkapkan oleh Wantirah, salah seorang pengelola di tempat pengelolaan sampah Nglanggeran. Menurut dia, pengembangan magot sangat mudah karena suplai makanan untuk BSF tersedia melalui sampah yang dibuang masyarakat. “Hingga saat ini ada sekitar 130 kepala keluarga yang membuang sampah di sini,” katanya.
Wantirah mengungkapkan, untuk pengembangan BSF dibiarkan bertelur. Di saat menunggu proses pengembangbiakan ini, bisa dilakukan pemisahan sampah jenis oraganik dan non organik. Untuk non organik yang terdiri dari besi, plastik akan dijual ke pengepul. Sedangan untuk jenis organic akan diambil sebagai pakan.
Setelah tentara alat hitam bertelur nantinya akan dipisahkan. Sebab telur-telur yang berusia sepuluh hari diletakan ke dalam wadah yang berisi sampah organik. “Cuma diletakan saja. Nanti setelah menetas akan memakan sampah itu. Sisa dari sampah organic ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk pertanian,” katanya.
Menurut dia, larva dari BSF tidak hanya dijadikan magot, tapi juga dikembangkan untuk jadi indukan sehingga proses produksi bisa terus dijaga. “Untuk magot banyak manfaatnya karena selain untuk pakan ternak, juga bisa jadi umpan bagi pemancing,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Airlangga Hartarto Bela Prabowo Terkait Kritik Kabinet Gemuk
Advertisement
Menyelami Hubungan Manusia dengan Alam lewat Lukisan, Garrya Bianti Hadirkan Pameran Back to Nature
Advertisement
Berita Populer
- Bantul Kembali Terima 9.900 Dosis Vaksin PMK
- Latih Pengusaha Jasa Boga, Dinkes Jogja Pastikan Keamanan Pangan Siap Saji
- Kampoeng Kakao Menoreh Bakal Jadi Pendongkrak Ekonomi Warga Kulonprogo Utara
- Minat Masyarakat untuk Cek Kesehatan Gratis di DIY Tinggi, Namun Terkendala Ini
- Pemkab Sleman Kirim Jutaan Benih Ikan Nila ke Kawasan Pantura
Advertisement
Advertisement