Advertisement
Rektor UII: Korupsi Sulit Diberantas Tanpa Ada Program Kejutan Luar Biasa

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN--Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menilai tindak pidana korupsi di Tanah Air masih sulit dihilangkan tanpa muncul kejutan luar biasa dalam upaya pemberantasan.
"Melihat perkembangan mutakhir, tanpa kehilangan optimisme kolektif sebagai bangsa tampaknya korupsi masih memerlukan waktu panjang untuk musnah dari bumi Indonesia, jika tidak ada kejutan luar biasa dalam pemberantasan," kata Fathul dalam webinar Eksaminasi Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU KPK Sabtu (31/7/2021).
Advertisement
BACA JUGA : Undang Abdul Somad, Rektor UII Jogja: Saya yang Akan Jadi
Ia menyebut kaderisasi koruptor di Indonesia ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Hal itu merujuk pada data yang dikumpulkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada semester pertama 2020. Dari 393 terdakwa kasus korupsi yang terdeteksi umurnya, sebanyak 14 orang di antaranya bahkan berusia di bawah 30 tahun.
Berikutnya, lanjut Fathul, data dari Mahkamah Agung (MA) sampai 18 September 2020 menguatkan temuan ICW tersebut, dimana dari 1.951 kasus korupsi di Indonesia, pelaku 553 (28,3 persen) kasus berusia antara 30-39 tahun.
"Ilustrasi singkat tersebut, seharusnya menjadi pembuka mata kita semua, akan risiko dahsyat korupsi terhadap bangsa Indonesia," kata dia.
Oleh karena itu, pemberantasan korupsi merupakan pekerjaan rumah besar yang harus segera diselesaikan.
Menurut dia, ada implikasi dari praktik korupsi pada kesejahteraan bangsa dalam horison waktu yang sangat panjang. Anggaran infrastruktur yang dikorupsi, misalnya, akan menghasilkan infrastruktur dengan kualitas lebih rendah, memperpendek umur, serta menambah biaya perawatan.
BACA JUGA : Pemerintah Pusat Ancam Jatuhkan Sanksi, Rektor UII Jogja
"Menghambat distribusi komoditas pokok, menjadikan harga komoditas semakin mahal, menurunkan daya beli warga negara, dan ujungnya dapat berupa pemiskinan warga negara yang lebih luas," ujar Fathul.
Sebagai bentuk kontribusi memperkuat pemberantasan korupsi, Pimpinan UII melakukan kajian dan ikut memberikan catatan saat RUU KPK keluar.
"Tampaknya suara kami dan gemuruh penolakan di banyak penjuru Indonesia belum mendapatkan respons yang memadai, sampai akhirnya UU KPK disahkan oleh DPR RI pada 17 September 2019," kata dia.
Pada awal November 2019, UII memutuskan memohon judicial review atas UU KPK tersebut. "MK menolak permohonan formil dan menyetujui beberapa permohonan materiil kami meski dengan argumen yang berbeda. Saya personal mengikuti pembacaan putusan tersebut dari menit awal sampai akhir yang memakan waktu hampir sehari penuh," kata dia.
BACA JUGA : Rektor UII: Bagaimana Mungkin Diskusi Belum Digelar Tetapi
Untuk jajaran pimpinan UII, sebut Fathul, permohonan judicial review adalah bentuk jihad konstitusional dan bukti mencintai Indonesia.
"Kami sadar putusan MK bersifat final, tetapi kami masih galau dan mencari cara meyakinkan diri bagaimana memahami secara logika dan argumen yang dibangun dalam putusan tersebut, menjadi ilmiah," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Tenggelam di Selat Bali, Ini Daftar Penumpang Kapal Tunu Pratama Jaya
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Keputusan MK Pemilu dan Pilkada Dipisah, Ini Respons KPU Sleman
- Gratis! Tol Jogja-Solo Ruas Klaten-Prambanan Resmi Dibuka Mulai Hari Ini 2 Juli 2025, Waktu Tempuh Hanya 10 Menit
- Jemaah Haji 2025 Asal Sleman: Kloter 65 SOC Pertama Datang di Bumi Sembada
- Pemulangan Jenazah Mahasiswa KKN-PPM UGM Korban Kapal Tenggelam Menunggu Pihak Keluarga
- Program Rumat Sampah dari Rumah Mampu Atasi Masalah Sampah di Purwokinanti Jogja
Advertisement
Advertisement