Advertisement
Pemkot Jogja Gencarkan Pemeriksaan Tuberkulosis

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja tengah menggenjot upaya pelacakan dan pemeriksaan di sejumlah wilayah terhadap warga yang mengidap tuberkulosis (TBC). Dari tiga kemantren yang dilakukan pemeriksaan tahap awal ditemukan sedikitnya 66 warga yang mengidap penyakit itu.
Wakil Walikota Jogja, Heroe Poerwadi mengatakan, beberapa bulan ke depan pihaknya bersama Zero TB Initiative Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM, Dinas Kesehatan dan juga Puskesmas di tiap wilayah akan melakukan pemeriksaan kepada sejumlah warga untuk memetakan zonasi dan juga kebijakan penanganan yang tepat terhadap penyakit itu.
"Kita sekarang tengah melakukan pemetaan untuk wilayah yang padat dan juga potensi serta ada temuan kasus TB. Dari situ kemudian kita petakan seberapa banyak orang yang sudah menderita TB, berapa yang terpapar dan kontak eratnya seperti apa, jadi pola kerjanya sama dengan pola kerja Covid-19," kata Heroe saat pemeriksaan TB di Kelurahan Gowongan, Mergangsan, Jumat (3/9/2021).
Dia menjelaskan bahwa, sampai saat ini pemeriksaan baru dilakukan di tiga kemantren yakni meliputi wilayah Gondomanan, Keraton dan Mergangsan. Dari tiga wilayah itu ditemukan sebanyak 66 warga yang mengidap TB. Karenanya pihaknya ke depan akan mengupayakan agar pemeriksaan berjalan ke semua wilayah agar kebijakan penanganan dapat dilakukan dengan optimal.
"Nanti kalau sudah ditetapkan semuanya, akan kita tentukan zona merah, kuning, hijau dan masing-masing zona nanti akan dibuat juga SOP penanganannya seperti apa," kata Heroe.
Baca juga: Partai Ummat: Kami Mendapat Banyak Dukungan dari Warga Muhammadiyah di DIY
Dalam proses pemeriksaan itu ia bekerja sama dengan Zero TB Initiative yang menggunakan mobile screening. Ada unit kendaraan khusus yang nantinya mengcapture kondisi paru warga dan mendeteksi secara akurat keadaan kesehatan. Biasanya, secara umum orang yang terinfeksi bakteri penyebab TB tidak memiliki gejala. Ketika pun ada biasanya gejala berupa batuk kadang berdarah, penurunan berat badan, berkeringat di malam hari, dan demam.
Direktur Zero TB Initiative, dr. Rina Triasih menyebut, proses pemeriksaan kepada warga itu dilakukan dengan cara rontgen lewat alat yang ditempatkan di mobile screening. Prosedur itu dilakukan dengan cara rontgen biasa, hanya saja pihaknya dibantu pula dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang nantinya bisa mendeteksi secara akurat hasil rontgen yang dilakukan.
"Kecerdasan buatan ini hanya untuk membantu saja, karena saat dokter membaca hasil rontgen itu kan biasanya interprestasinya beda dan subyektif, maka dengan AI ini diharapkan perbedaan diagnosis itu bisa diminimalkan," jelasnya.
Rina menjelaskan bahwa, dalam mendiagnosis itu ia mengolaborasikan antara penggunaan AI dengan kemampuan diagnosis dokter. Saat proses rontgen mengarah ke TB atau orang yang diperiksa mempunyai gejala TB semisal batuk lebih dari dua pekan atau batuk darah, maka akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dahak. Sebab, diagnosis terhadap orang yang mengidap TB harus dipastikan secara akurat apakah dahak orang yang diperiksa itu benar mengandung bakteri TB atau tidak.
"Kalau proses penentuan suspek [terduga] TB itu tidak sampai satu menit. Ketika orang yang diperiksa masuk ke mobile screening dia ambil nafas terus difoto kondisi parunya itu akan langsung kelihatan. Hasilnya langsung terhubung dan terlihat, kalau ada bercak hitam di area tertentu itu suspek. Jadi nanti kita hanya mengumpulkan saja hasil dahaknya untuk diperiksa ke rumah sakit," ungkap dia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy yang meninjau proses pemeriksaan itu mengapresiasi inovasi peralatan yang digunakan dalam mendeteksi TB. Dia menyebut, penggunaan alat itu juga bisa sekaligus dalam mendeteksi Covid-19, sebab proses dan cara pemeriksaan cenderung sama.
Dijelaskan, sampai saat ini terdapat 860.000 pengidap TB secara nasional. Angka itu menurut dia merupakan jumlah awal dan yang teridentifikasi saja, masih ada sebanyak 47 persen warga yang belum teridentifikasi. "Ini kan bisa disebut fenomena gunung es ya, karena penularannya hampir sama dengan Covid-19, apalagi di lingkungan keluarga, jadi kalau ada satu, bisa menyebar ke anggota lain," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Relokasi Industri Manufaktur ke Jateng Bisa Jadi Musibah bagi Jabar dan Banten
- BCA Jalan Beriringan! Digitalisasi Terus Tumbuh, Kantor Cabang Masih Dibuka
- Dirusak Massa Tawuran, Ini Sejarah Pendirian Museum Dewantara Kirti Griya
- Teror Begal Payudara di Ungaran, 2 Ibu-Ibu Muda Jadi Korban dalam Sehari
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Pengin Nikmati Air Terjun Swiss dan Kebun Tulip ala Belanda, Objek Wisata Ini Cocok untuk Anda
Advertisement
Berita Populer
- Bandara YIA Mulai Melayani Penerbangan Umroh Agustus 2023, Ini Maskapainya
- Pengeroyokan Anggota PSHT, 3 Tersangka Pelaku Utama, Senjata Tajam Jadi Misteri
- Prostitusi Anak Kerap Terjadi di Hotel, PHRI DIY: Kebanyakan Kelas Melati
- Dispar Sleman Klaim Wisata saat Hari Pancasila dan Waisak Melebih saat Lebaran
- Gaji ke-13 Belum Dicairkan, Ini Alasan Pemkab Gunungkidul
Advertisement
Advertisement