Advertisement
Jogja Jangan Cuma Pentingkan Pembangunan Wilayah, tetapi Juga Ekologi

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Pemerintah di Jogja diminta tak hanya mementingkan pembangunan wilayah tetapi juga mengutamakan masalah lingkungan dan mitigasi iklim.
Hal itu disampaikan oleh akademisi UGM menyusul cuaca di Jogja yang kini makin panas. Hal itu ditengarai karena minimnya ruang terbuka hijau dan penebangan sejumlah pohon perindang di jalan-jalan utama di wilayah ini.
Advertisement
Ketua Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja, Suratman mengatakan tata ruang kota perlu memikirkan sisi tata hidrologi. Pohon perindang di jalan-jalan layaknya harus tetap ada.
Salah satunya agar mengatur alur angin. Dengan adanya pohon perindang, potensi terciptanya koridor angin kencang yang bisa menimbulkan angin puting beliung tidak akan muncul.
BACA JUGA: Update 13 Desember 2021: Kasus Baru Covid-19 di DIY Tinggal 5 Kasus
“Pohon perindang harus ada, tidak hanya dipertahankan. Daunnya bisa untuk menyerap debu, kemudian pencemaran, daun-daun fungsinya seperti itu, selain untuk mengendalikan laju perubahan suhunya. Pohon perindang juga perlu ada di perkantoran pemerintah, seperti di Kepatihan harus dijaga,” kata Suratman, Sabtu (11/12/2021).
Pohon yang sudah berumur lama juga tidak perlu ditebang. Pohon-pohon tersebut bisa menjadi investasi lingkungan. Menanam baru butuh waktu yang panjang. Setidaknya perlu lima tahun menumbuhkan pohon sampai bisa berfungsi baik.
“Pohon yang sudah ratusan tahun, itu investasi jangka panjang. Motong pohon dengan umur yang panjang sayang, menunggunya lama,” kata Suratman yang merupakan Guru Besar di UGM.
Selain pohon perindang, keberadaan RTH juga penting. RTH menjadi penyedia oksigen, tempat rekreasi, cadangan air, pengendali hujan asam, hingga bisa difungsikan sebagai ruang belajar.
Menurut Suratman, perubahan suhu, tidak cukup diatasi dengan sebatas RTH dan pohon perindang. Faktor lain yang mempengaruhi yakni letak geografis, luas lahan hutan, jumlah kendaraan, penggunaan teknologi seperti pendingin ruangan dan lainnya.
Desain bangunan juga mempengaruhi.
Rumah tua zaman Belanda, atapnya lancip sehingga berdampak pada dinginnya ruangan. Namun rumah-rumah sekarang sudah tidak lancip dan menggunakan bahan baja. “Disarankan untuk bangunan di kota ada green roof, di hotel-hotel diberi atap tanaman-tanaman. Mengurangi laju panas kota,” kata Suratman.
Menurut dia, nilai ekonomi tidak harus terus dikejar dalam pembangunan wilayah. Ekologi harus tetap dilestarikan sehingga desain kota perlu memiliki visi tangguh iklim.
“Mendukung untuk wisata dan pendidikan. Suhu menjadi penting agar belajarnya nyaman, berwisata enak, tidur juga nyaman,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya Pemkot Jogja mengorbankan sejumlah pohon perindang untuk mendukung rekayasa lalu lintas agar arus kendaraan lebih lancar.
BACA JUGA: Update 13 Desember 2021: Kasus Baru Covid-19 di DIY Tinggal 5 Kasus
Terbaru, Pemkot Jogja menebang seluruh pohon yang berada di pembatas Jalan Mayor Suryotomo, Jogja, setelah jalan tersebut dibuat searah.
Menebang pohon untuk memperlancar arus lalu lintas, bukan kali ini saja dilakukan Pemkot Jogja. Beberapa waktu lalu, sejumlah pohon yang berada di sebelah barat Bundaran UGM menuju Mirota Kampus juga ditebang untuk mendukung rekayasa lalu lintas.
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut suhu udara di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta semakin panas, lantaran tingginya laju alih fungsi lahan, selain emisi gas rumah kaca.
Dwikorita mengatakan temperatur rata-rata di Jateng dan DIY mengalami tren kenaikan selama 30 tahun terakhir. Kenaikan tersebut tidak terjadi secara merata. Wilayah daratan tengah mengalami kenaikan lebih tinggi daripada pesisir.
Mengacu pada data Pemerintah Kota Jogja, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Gudeg baru tercapai sekitar 8,11% dari total luas Kota Jogja. Idealnya, Kota Jogja memiliki 30% RTH dari luasan wilayah. Sebanyak dua per tiga RTH merupakan kontribusi dari pohon perindang yang ada di jalan-jalan.
Sementara sisanya berada di RTH permukiman warga. Kepala Seksi Pertamanan dan Perindang Jalan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja, Pramu Haryanto mengatakan persentase minimal RTH sebanyak 30% terbagi 20% RTH dari Pemkot, dan 10% dari swasta.
“RTH di Kota Jogja belum tercapai 20 persen, baru 8,11 persen. Untuk RTH swasta lebih banyak, sudah tercapai sekitar 15 persen,” kata Pramu, Jumat (10/12/2021).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Wisata Jogja Dekat Malioboro: Ada Pameran, Museum Vredeburg Buka Sampai Malam Akhir Pekan Ini
Advertisement
Berita Populer
- Begini Cara Membeli Tiket Kereta Bandara YIA
- Jadwal Keberangkatan KA Bandara YIA dari Stasin Tugu Jogja, Cek di Sini
- Jadwal Keberangkatan KRL Jogja Solo dan KRL Solo Jogja, Kamis 21 September 2023
- Jadwal, Rute dan Tarif Bus Damri ke Bandara YIA, Kamis 21 September 2023
- Tarif, Rute dan Jalur Bus Trans Jogja, dari Prambanan, Adisucipto, Condongcatur dan Jombor
Advertisement
Advertisement