Advertisement

Kusir Andong Ikut Lestarikan Budaya di Sepanjang Sumbu Filosofi

Sunartono
Rabu, 10 Agustus 2022 - 11:27 WIB
Bhekti Suryani
Kusir Andong Ikut Lestarikan Budaya di Sepanjang Sumbu Filosofi Salah satu andong keluar dari kawasan Malioboro menuju Jalan Suryatmajan, Kota Jogja, Selasa (9/8/2022). - Harian Jogja/Sunartono.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Salah satu angkutan tradisional yang dipertahankan di kawasan Sumbu Filosofi adalah Andong. Para kusir andong memiliki komitmen untuk menjaga kelestarian angkutan tradisional ini. Pemerintah telah memberikan perlindungan terhadap angkutan tradisional.

Alat transportasi andong pertama kali dikenalkan oleh seorang insinyur Belanda bernama Charles Theodore Deelman. Pada zaman dahulu andong dikenal sebagai transportasi mewah yang hanya digunakan kalangan bangsawan. Selain itu dipergunakan untuk transportasi di lingkungan kraton. 

Advertisement

Berdasarkan berbagai referensi menyebutkan pada masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII boleh digunakan untuk masyarakat umum meski terbatas. Saat itu misalnya digunakan sebagai angkutan barang.   

Secara fisik andong memiliki roda empat, biasanya untuk roda bagian depan ukurannya lebih kecil dibandingkan roda bagian belakang. Setiap roda bagian depan ini rata-rata terdapat jeruji 12 batang sedangkan bagian belakang ada 14 jeruji. Bahan utama pembuatan andong adalah kayu dan besi dengan jenis kayu jati atau waru yang memiliki kualitas bagus dan serat kayu halus. Nama-nama bagian dari andong antara lain mangkokan, gulungan, cincin, buntutan, palangan, per, as roda, ban karet, roda, ruji, bengkok dan pelah.

Sebagai angkutan tradisional, Andong memang sudah jarang ditemukan di jalanan. Akan tetapi jenis angkutan ini masih dapat ditemui di sepanjang Jalan Malioboro setiap harinya. Andong-andong ini parkir di cerukan yang telah disediakan untuk menunggu penumpang. Andong ini bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan di sepanjang sumbu filosofi.

Salah satu Kusir Andong, Apri Alfianto menjelaskan sebagian besar kusir sudah memahami bahwa kawasan Malioboro merupakan sumbu filosofi yang memiliki nilai sejarah budaya Jogja. Oleh karena itu semua berkomitmen untuk untuk tetap berkontribusi dalam melakukan penataan di kawasan tersebut. Salah satunya melalui kewajiban setiap kusir andong yang masuk di Malioboro harus menggunakan pakaian adat Jawa.

"Ini sudah lama kami semua kusir berkomitmen kalau masuk ke Malioboro harus pakaian adat Jawa. Minimal pakai Surjan dan Blangkon itu wajib, nanti bawahnya menyesuaikan. Ini adalah bagian dari upaya kami Nguri-uri Kebudayaan Jogja," kata warga Wirokerten, Banguntapan, Bantul ini saat ditemui Harianjogja.com, Selasa (9/8/2022).

BACA JUGA: Kapolri Sebut Tak Ada Tembak Menembak, Ferdy Sambo Minta Anak Buah Habisi Brigadir J

Ia mendukung berbagai kebijakan Pemda DIY melalui dinas terkait dalam rangka melakukan penataan kawasan Malioboro. Karena di kawasan tersebut menjadi lahan untuk mencari penghidupan. Saat ini kondisi wisatawan mulai beranjak naik dan penghasilan cukup meningkat dibandingkan saat pandemi.

"Kami sih mengikuti saja, kalau dulu di tempatkan di sebelah barat [jalur lambat], kemudian ditata sekarang ditempatkan di cekungan-cekungan Jalan Malioboro sebagai parkiran," katanya.

Ketua Paguyuban Andong Malioboro Purwanto menegaskan semua kusir andong memiliki komitmen untuk menjaga kelestarian budaya. Jumlah kusir andong di Malioboro sebanyak 574 orang, dari jumlah itu yang aktif mencari penumpang di Malioboro tercatat 170 andong. Memang tidak ada jadwal khusus, akan tetapi semua kusir sudah memahami jika berangkat pagi tentu akan balik jelang sore. Sedangkan yang mulai menarik pada siang akan pulang pada jelang malam hari. "Parkirnya di 13 cekungan untuk andong, sehingga harus bergantian. Selama ini termasuk cukup tempatnya karena tidak semua bersamaan setiap hari," ucapnya.

Purwanto mengatakan paguyuban mendukung langkah Pemda DIY melakukan penataan kawasan Malioboro, salah satunya menjadikan sebagai jalur pedestrian. Di mana transportasi yang berada di kawasan tersebut adalah tradisional berupa becak dan andong. "Kami sebagai salah satu angkutan tradisional yang juga sudah ada Perda yang melindungi tentunya mendukung penerapan jalur pedestrian itu," katanya.

Pelestarian Andong

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menyatakan penataan kawasan Malioboro terus berproses. Mulai dari penataan fasad Malioboro dan uji coba transportasinya. Angkutan tradisional yang memang diakui sesuai dengan Perda adalah becak dan andong. Oleh karena itu transportasi jenis ini akan diupayakan kelestariannya.

"Karena memang jumlahnya semakin sedikit, bagaimana angkutan tradisional ini bisa kita tetap pertahankan. Salah satunya memberikan ruang ada cekungan parkir khusus transportasi jenis ini," ujarnya.

Perda DIY No. 5 Tahun 2016 tentang Moda Transportasi Tradisional Becak dan Andong telah mengamanatkan pelestarian terhadap andong sebagai salah satu angkutan tradisional. Sehingga ke depan angkutan ini menjadi salah satu yang akan di pertahankan di kawasan Malioboro.

Kepala Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi DIY Dwi Agung Hernanto menyatakan sosialisasi terkait sumbu filosofi terus dilakukan kepada masyarakat di sepanjang kawasan tersebut. Harapannya melalui sosialisasi yang masih, masyarakat bisa ikut menjaga kawasan dengan berbagai atributnya. "Kami berharap masyarakat yang berada di sekitar kawasan Sumbu Filosofi ini bisa ikut menjaga dan melestarikan," katanya.

Di Sepanjang Malioboro misalnya banyak sekali bangunan bersejarah yang harus dilestarikan. Akan tetapi tidak semua bangunan tersebut termasuk atribut sumbu filosofi seperti halnya Gedung DPRD DIY dan Benteng Vredeburg. Adapun atribut sumbu filosofi di kawasan di antaranya Pasar Beringharjo dan Kompleks Kepatihan. “Terkait atribut ini terus berupaya kami sosialisasikan ke masyarakat, bersama komunitas dan masyarakat yang berada di sepanjang sumbu filosofi," ujarnya. 

Atribut Sumbu Filosofis Kota Jogja sedang dalam proses pengajuan ke Unesco sebagai warisan budaya dunia. Adapun pengajuan itu mengangkat tema The Cosmological Axis of Yogyakarta and It’s Historic Landmarks atau tentang poros kosmologi dengan sejarahnya. Hal ini erat kaitan dengan atribut tersebut memiliki makna filosofi sebagai sangkan paraning dumadi atau nasehat proses kehidupan manusia dari lahir, dewasa hingga menghadap ke Sang Pencipta.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Sheila on 7 Bikin Konser di Medan, Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Sumut Ikut Subur

News
| Kamis, 25 April 2024, 13:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement