Menguak Jejak Pengetahuan Nusantara di Pameran Abhinaya Karya 2022 Vidya-Mulya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA — Museum Sonobudoyo menggelar pameran Abhinaya Karya 2022 Vidya-Mulya, Jejak Pengetahuan Nusantara yang dibuka Rabu 28 September sampai dengan 22 Oktober mendatang.
Pameran ini diharapkan menjadi titik balik masyarakat masa kini untuk menengok ide-ide munculnya ilmu pengetahuan masyarakat nusantara tempo dulu.
Advertisement
Perkembangan munculnya ilmu pengetahuan di Nusantara dalam bentuk tradisi tulisan coba dirangkum Museum Sonobudoyo lewat pameran Abhinaya Karya 2022 Vidya-Mulya, Jejak Pengetahuan Nusantara.
Peralihan medium untuk mengabadikan ilmu pengetahuan dari abad ke abad ditampilkan secara lengkap. Berbagai macam koleksi berupa lontar, prasasti, atau perunggu yang berisi macam catatan seputar gaya hidup, kesehatan, atau politik dipajang lengkap dengan alih aksaranya.
BACA JUGA: Pemanfaatan Tanah SG Boleh untuk Investasi, Ini Syaratnya..
Pengunjung diajak untuk balik ke masa lalu untuk mengetahui bagaimana masyarakat nusantara tempo dulu memproduksi ilmu pengetahuan.
Berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun disampaikan secara lisan, mencakup cerita rakyat, mitos, legenda, hingga sistem kognitif masyarakat, sejarah, hukum, dan hukum adat dituangkan dalam bentuk tulisan dan menjadi tanda periode keberaksaraan di Nusantara.
Kebiasaan ini bukan saja sumber tentang masa lalu, tetapi juga historiologi dari masa lalu. "Pameran ini menjadi tahapan yang penting tentang tata nilai budaya DIY. Materi atau substansi pameran ini yang mengangkat naskah lalu koleksi Museum Sonobudyo sejak mulai Java Instituut sampai sekarang, itu adalah harta karun atau sumber ilmu pengetahuan yang sebenarnya masih perlu digali," kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Laksmi Pratiwi, Rabu (28/9/2022).
Ragam aksara yang ada di Nusantara bisa dilihat dalam pameran ini mulai dari Jawa kuna, Jawa masa kini, Batak, Lampung dan lainnya. Kemudian juga ada naskah yang dituangkan dalam berbagai macam medium dengan aksara berbagai jenis mulai dari lontar, prasasti atau lainnya.
Koleksi buku dari masa ke masa, mesin ketik dan lain sebagainya. Koleksi-koleksi itu dibagi ke dalam beberapa ruangan yang menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dari abad ke abad.
Misalnya saja pada ruangan pertama, dokumentasi aksara di sini lebih condong mengarah pada koleksi yang diproduksi pada abad ke-8 berupa aksara berbagai jenis dari daerah se-Nusantara, abjad dan sebagainya.
Pada ruangan kedua, tidak hanya koleksi jenis aksara yang dipamerkan tetapi juga material yang digunakan untuk mencatat ilmu pengetahuan itu atau di abad ke-9. Kalau sebelumnya aksara banyak ditulis pada batu, di masa ini medium telah berubah ke bentuk perunggu.
"Dilihat secara umum semua sumber ilmu pengetahuan itu muncul dari berbagai macam wujud mulai prasasti dalam bentuk batu, prasasti lontar, maupun naskah buku. Pameran ini hanya salah satu media agar masyarakat lebih mudah menangkap dan mengapresiasi tapi kajian itu menjadi bagian penting yang akan kami upayakan terus," ujar Dian.
BACA JUGA: Usut Kasus Suap Hakim Agung, KPK Lakukan Penggeledahan di Jogja
Tidak hanya menampilkan koleksi, dalam pameran ini pengunjung juga diajak untuk terlibat dalam misalnya membaca aksara kuna yang telah didokumentasikan dalam bentuk besar atau ruang foto yang bisa dimanfaatkan untuk bergambar dengan koleksi yang ada di tempat itu.
Menurut Dian, tidak semua koleksi bisa dialihaksarakan namun upaya-upaya ini ditempuh untuk mengajak masyarakat mengenal kembali tradisi luhur yang telah dimulai oleh masyarakat tempo dulu.
"Mungkin ini tidak bisa membuat kita membaca tetapi paling tidak ini lah jalan kita untuk menggali nilai yang dulu sangat kuat menjadi kehidupan masyarakat DIY dan nusantara yang bertahan sampai sekarang," ucapnya.
Soal aksara di Nusantara, J.G. de Casparis (1975) menerbitkan hasil telaahnya berjudul Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the Beginning to c. A.D. 1500.
Di buku tersebut, Casparis membagi perkembangan paleografi menjadi lima bagian, di antaranya, aksara-aksara di Indonesia sebelum pertengahan abad ke-8; Aksara Kawi Awal (c. 750-925); Aksara Kawi Akhir (c. 925-1250); aksara-aksara Jawa dan daerah pada periode Majapahit (c. 1250-1450); dan aksara-aksara di Indonesia dari pertengahan abad ke-15.
Caparis pun menduga bahwa genealogi aksara dan pelbagai tulisan yang tersebar di Asia Tenggara berasal dari India Selatan. Meski demikian, India Utara juga memiliki andil dalam memberi pengaruh dalam persebaran aksara di Asia Tenggara.
Di Indonesia, Sumatra lah yang menghasilkan teks-teks tertua berbahasa Melayu dengan penanggalan yang jelas dan tepat pada jaman Sriwijaya (670-1025).
Adapun teksnya berupa tiga buah prasasti agama Buddha antara 682 sampai 686 Masehi. Jawa menyusul dengan ditemukannya sebuah prasasti bertanggal 6 Oktober 732 Masehi yang dikeluarkan oleh Sanjaya.
Terakhir, Semenanjung Melayu dengan prasasti Ligor bertanggal 15 April 775 Masehi. Selama kurun waktu tersebut, prasasti-prasasti dari semua daerah memakai jenis tulisan Pallawa. Karenanya, dapat dikatakan bahwa dari abad ke-2 sampai ke-8, terdapat keseragaman dalam penulisan di seluruh Asia Tenggara.
Koleksi
Pada sisi keberagaman aksara, setidaknya naskah-naskah di Sonobudoyo saat ini menyimpan jenis Aksara Jawa dalam berbagai langgam, mulai dari aksara Pegon, aksara Bali, dan aksara Arab. Genre dari naskahnya pun bervariasi, antara lain berupa sejarah, sastra, piwulang, primbon, wayang, sastra wayang, adat-istiadat, seni pertunjukan, dan lain-lain.
Koleksi yang ditampilkan dalam pameran itu beberapa merupakan hasil warisan sejak masa Java Instituut yang merupakan cikal bakal dari perpustakaan Museum Sonobudoyo. Lembaga itu dulunya dibentuk dengan misi untuk mendokumentasikan pengetahuan. Riset-riset kebudayaan, baik Kebudayaan Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Lombok dilakukan secara masif.
Museum sebagai bagian dari penyangga kebudayaan dan ilmu pengetahuan, selanjutnya berperan dalam menjalankan riset dan dikemas melalui luaran yang lebih inklusif. Konteks pameran kemudian menjawab tantangan inklusif tersebut.
Mengusung payung ilmu pengetahuan, tawaran narasi tentang vidya-mulya menjadi seni komunikasi akademis yang dilakukan museum dalam pameran kali ini. Pameran ini menawarkan catatan jejak pengetahuan nusantara yang berujung pada pemaknaan kemuliaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menteri Lingkungan Hidup Minta Semua Pemda Tuntaskan Roadmap Penanganan Sampah
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Masa Tenang Pilkada, Bawaslu Jogja Berpatroli Cegah Praktik Politik Uang
- Jadwal Terbaru KRL Jogja-Solo Sabtu 23 November 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan dan Maguwo
- Jadwal SIM Keliling Sleman Sabtu 23 November 2024
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Sabtu 23 November 2024: Berangkat dari Palur Jebres, Stasiun Balapan dan Purwosari
- Jadwal KA Bandara YIA Kulonprogo-Stasiun Tugu Jogja, Sabtu 23 November 2024
Advertisement
Advertisement