Advertisement
Hukum di Indonesia Diklaim Alami Kemunduran sepanjang 2022, Ini Buktinya

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA — Guru Besar Bidang Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Profesor Ni'matul Huda menyoroti kemunduran demokrasi berkaitan dengan minimnya keterlibatan masyarakat dalam menghasilkan produk hukum perundangan.
Profesor Nikmatul Huda mengatakan proses pembentukan produk hukum selama 2022 mengalami kemunduran. Banyak produk hukum yang disusun secara kilat sehingga minim keterlibatan masyarakat. Dia menilai pada periode pertama rezim saat ini, proses pembentukan produk hukum tergolong bagus, namun pada periode kedua pemerintahan cenderung mengalami kemunduran.
Advertisement
Kondisi seperti ini memang hampir sebagian besar kepemimpinan, di mana saat periode kedua sudah tidak ada kepentingan lagi. "Kami menyebutnya dengan kemunduran, mengapa? Karena keterlibatan masyarakat dalam memberikan masukan terhadap pembahasan suatu produk hukum makin dipersempit," katanya dalam diskusi Refleksi Akhir Tahun Bidang Hukum sebagaimana ditayangkan via Youtube, Jumat (23/12/2022).
Proses pembuatan undang-undang dibuat dengan cepat, sehingga masyarakat tidak memiliki ruang kritik. Adanya sejumlah kelompok masyarakat yang berani melawan lewat uji formil di MK, ini patut diapresiasi.
BACA JUGA: Baru Dibuka, Tol Semarang Demak Dilewati 13.500 Kendaraan
Dia menilai selama ini MK dijadikan sebagai tameng ketika ada kritik dari masyarakat terkait pembentukan undang-undang. Beberapa kali demonstrasi terkait penolakan pengesahan RUU, jawaban DPR selalu meminta agar diarahkan atau dibawa ke MK. Begitu juga dengan UU Ibu Kota Negara (IKN) yang disahkan pada Februari 2022 lalu, dengan proses cepat, akhirnya saat ini harus direvisi lagi. "Karena proses pembahasannya cepat dan tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberi masukan," ucapnya.
Ruang publik yang melibatkan masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang saat ini semakin dipersempit. Terbukti adanya gugatan ke MK, yang kemudian MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja cacat secara formal dan harus dilakukan revisi dua tahun setelah disahkan.
"Banyak upaya pemerintah membajak demokrasi itu legal , dalam arti disetujui lembaga legislatif atau diterima yudikatif. Boleh jadi upaya itu digambarkan sebagai perbaikan demokrasi, membuat pengadilan Ebih efisien atau memerangi korupsi, ini kamuflasenya," katanya.
Di sisi lain akhir-akhir ini banyak masyarakat yang memberikan kritik namun kemudian berhadapan dengan hukum. Kondisi ini cukup memperparah kondisi demokrasi yang seharusnya bisa terus ditingkatkan keterlibatan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Capaian Nyata BPJS Kesehatan, Bukti Pemerataan Layanan JKN Hingga ke Pedalaman
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Subhan Nawawi Ingatkan Jangan Ada Perpeloncoan Saat MPLS
- Jadwal DAMRI Jogja ke Semarang, Senin 14 Juli 2025
- Jadwal Bus Sinar Jaya (Malioboro-Pantai Parangtritis dan Pantai Baron Gunungkidul), Senin 14 Juli 2025
- Rencana Integrasi Puskesmas Pembantu ke Koperasi Desa Merah Putih, Dinkes Sleman Tunggu Juknis
- Jadwal Perpanjangan SIM Ditlantas Polda DIY, Senin 14 Juli 2025
Advertisement
Advertisement