Meski Miskin, Orang Jogja Bahagia dan Panjang Usia
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA– Masalah kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang terus ditangani Pemda DIY. Meski angka statistik kemiskinan di DIY naik, namun orang disebut Jogja paling bahagia dan panjang usia.
Kepala Bappeda DIY Beny Suharsono menjelaskan rilis BPS yang menyatakan angka kemiskinan di DIY tertinggi se-Jawa merupakan angka statistik kuarter per kuarter. Jika dilihat antar kuarter per kuarter angka kemiskinan di DIY sedikit mengalami kenaikan namun jika dibandingkan tahun per tahun, angka kemiskinan di DIY justru mengalami penurunan.
Advertisement
"Jadi mohon tidak dibaca sepenggal-sepenggal [kuarter per kuarter] karena proses perjalanan pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan itu bisa bicara kuarter per kuarter atau akumulasi tahun per tahun. Yang kemarin dirilis [BPS], itu angka tiga bulan terakhir, kemiskinan naik 11,34 menjadi 11,59," katanya, Jumat (20/1/2023).
Benny menyebut pada angka-angka statistik yang lain di DIY seperti angka usia harapan hidup, angka kebahagiaan, angka harapan rata-rata lama sekolah, indeks kesejahteraan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), justru meningkat. Hal itu dinilai Benny memang sering kontradiktif, paradoks atau anomali bila dihadapkan pada angka kemiskinan.
Benny menyontohkan, di Kulonprogo kemiskinannya mendekati 18% namun usia harapan hidup warga Kulonprogo mencapai 75 tahun, paling tinggi di DIY bahkan secara nasional. Selain itu, angka harapan rata-rata sekolah di DIY, menurut Benny tergolong cukup tinggi yakni mencapai 15,59 atau nomor dua tertinggi setelah DKI Jakarta.
Bappeda DIY juga mencatat, pada tahun 2010 hingga 2022 IPM di DIY bertambah 5,37 poin. Dari 75,37 pada tahun 2010, menjadi 80,64 pada tahun 2022. "Ini fakta yang lain. Apa mungkin kalau kemiskinan ekstrim DIY tertinggi, angka-angka yang tadi tidak menjadi diskusi? Jadi ada angka-angka yang lain yang harus diperhatikan. Kami tidak dalam posisi meluruskan tetapi ada data-data lainnya yang juga perlu kami informasikan," katanya.
Menurut Benny, Pemerintah DIY terus berusaha untuk mengentaskan kemiskinan pada 2023 ini. Pemerintah, lanjutnya, secara nyata menyasar daerah-daerah tertinggal di mana angka kemiskinannya paling tinggi. Pemda DIY akan menfokuskan pengentasan kemiskinan di tiga kabupaten sisi selatan DIY meliputi Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X, lanjut Benny, sudah memerintahkan untuk segera memberikan perlindungan sosial dan jaminan sosial kepada para warga miskin. Saat ini, Pemda DIY melalui Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan verifikasi siapa-siapa saja penduduk yang masuk kategori miskin.
"Jadi ini tidak bicara sampling lagi, tapi aksi nyata, siapa dan dimana penduduk miskin tersebut. Nanti akan ketemu siapa dan di mana 463.000 itu. Kalau masih sampling lagi, nanti bisa salah sasaran lagi," katanya.
Pengamat Ekonomi UKDW, Murti Lestari mengatakan selama ini angka kemiskinan di DIY memang tertinggi se DIY berdasarkan angka statistik BPS. Untuk itu, pemerintah diminta untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. "Bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat kelas bawah, meningkatkan lapangan kerja kelas bawah, pendapatan petani dan sebagainya," katanya.
Diakui Murti, Pemda DIY memang melaksanakan program pengentasan kemiskinan, namun apakah betul program tersebut mampu meningkatkan pendapatan masyarakat kelas bawah atau tidak. "Apakah program pengentasan kemiskinannya cukup permanen atau temporer? Ini yang harus dievaluasi," katanya.
BACA JUGA: Pelaku Jual Beli Bayi Asal Gunungkidul Ternyata Sudah Tiga Kali Beraksi
Di luar DIY, banyak yang memiliki kawasan-kawasan industri yang menampung masyarakat kelas bawah untuk bekerja dengan upah UMR, lanjut Murti, itu sebenarnya itu sudah diatas garis kemiskinan. Hanya saja, di Jogja tidak banyak lokasi yang cocok untuk industri manufaktur.
"Karenanya untuk menggerakkan masyarakat bawah di DIY di atas garis kemiskinan dengan cara menggerakkan masyarakat dengan wirausaha kecil. Nah, cara itu apakah sudah meningkatkan pendapatan warga? Belum tentu pendapatannya di atas garis kemiskinan," katanya.
Memang, kata Murti, antara kemiskinan dengan angka harapan hidup, angka kebahagiaan, indeks pendidikan, merupakan termilogi berbeda. Kemiskinan dasarnya mengukur pendapatan dan pengeluaran. "Antara pengeluaran dan kebahagiaan berbeda terminologi. Namun orang bisa saja bahagia meskipun tidak punya uang, itu bisa berumur panjang. Jadi dimensi sosialnya lebih kental," katanya.
Murti sendiri tidak terlalu pusing dengan angka kemiskinan di DIY yang tinggi. Alasannya Jogja sudah berhasil menciptakan harmonisasi dan kerukunan sehingga orang Jogja bahagia dan panjang umur, meskipun belum bisa mendorong peningkatan penghasilan di atas garis kemiskinan.
"Angka kemiskinan di Jogja sebenarnya tidak tinggi-tinggi amat kok, di luar Jogja justru lebih tinggi. Yang penting, kehidupan di Jogja baik, tingkat kesehatan tinggi, pendidikannya baik, bahagia, tidak usah terlalu pusing yang penting hajat hidup orang bisa terpenuhi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
- Mendorong Pilkada yang Inklusif dan Ramah Difabel
- Terbukti Langgar Netralitas, Seorang ASN di Bantul Dilaporkan ke BKN
Advertisement
Advertisement