Sejarah Kotagede hingga Kini Jadi Sentra Perak di Jogja
Advertisement
Harianjgja.com, JOGJA—Kotagede merupakan kota kuno bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam yang terletak di Jogja. Dalam perkembangannya, Kotagede tidak hanya dikenal sebagai cikal bakal Kraton Jogja tetapi juga sebagai sentra perak. Bagaimana sejarahnya?
Dikutip dari laman Kemantren Kotagede, Kotagede adalah sebuah kota lama yang berdiri pada 1532 M dan terletak di Jogja bagian selatan yang secara adminisratif terletak di Kota Jogja dan Kabupaten Bantul. Kotagede merupakan daerah budaya dengan banyak peninggalan sejarah yang terlihat dari arsitektur bangunan maupun kehidupan sosial budaya.
Advertisement
Sebagai bekas ibukota kerajaan Mataram Islam pada pemerintahan Panembahan Senapati, Kotagede menyisakan peninggalan arkeologis yang jauh lebih bermakna. Selain itu, ia tetap eksis sebagai kota lama yang berahan dengan dinamikanya hingga saat ini. Secara umum dapat dikatakan bahwa Kotagede masa lalu merupakan kota pusat kegiatan-kegiatan politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Meski demikian, sejarah perak justru dimulai dari suku Kalang atau yang dikenal sebagai wong kalang. Mereka adalah sekelompok orang yang hidup berkelompok serta nomaden. Mereka diperkirakan sudah mendiami pulau Jawa pada zaman megalitikum atau sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha. Berkat Wong Kalang inilah, Kotagede Jogja kini dikenal sebagai sentra kerajinan perak.
Dilansir dari Solopos.com, dari kanal Youtube Hayuningyokta, Kamis (11/11/2021), penamaan Kalang sebenarnya berasal dari bahasa Kawi atau Bahasa Jawa kuno yang berbunyi ‘kepalang’ yang artinya terpisah atau terhalang. Mereka memisahkan diri dari masyarakat umum semenjak adanya migrasi besar-besaran ras Austronesia ke nusantara yang melahirkan suku-suku moderat saat ini, salah satunya adalah suku Jawa.
Baca Juga
Menilik Between Two Gates di Kampung Alun-alun, Purbayan, Kotagede
Kotagede Mencari Bakat, Suguhkan Seni Budaya dan Produk UMKM
Mengenal Legomoro, Kuliner Wajib saat Hajatan di Kotagede Jogja
Saat masa kerajaan Hindu-Buddha runtuh pada abad ke-15 atau tepatnya tahun 1478, komunitas wong kalang yang sebelumnya menagsingkan diri pada masa Kerajaan Majapahit karena berbenturan dengan sistem kasta yang berlaku saat itu, mulai membaur dengan menyebar ke beberapa daerah, salah satunya di Yogyakarta yang saat itu dikuasai oleh Kerajaan Mataram Islam.
Komunitas wong kalang masuk ke bumi Mataram pada abad ke-17 yang kala itu berada dibawah kepemimpinan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Kedatangan mereka sempat ditolak oleh pengawal Bumi Mataram. Namun saat kedatangan wong kalang ini terdengar oleh Sultan Agung, akhirnya mereka diizinkan masuk ke bumi Mataram dan ditempatkan di hutan yang dikenal dengan sebutan alas mentaok yang sekarang dikenal dengan nama kawasan Kota Gede.
Permukiman Modern
Karakter wong kalang yang giat bekerja akhirnya mengubah kawasan alas mentaok tersebut menjadi permukiman modern yang saat ini dikenal dengan nama Kotagede. Saat itu, wong kalang dikenal ahli dalam kerajinan ukir kayu, emas, berlian dan perak. Banyak jasa-jasa ukir yang diinisiatif oleh wong kalang di kawasan tersebut akhirnya banyak dibuka lapangan kerja bagi masyarakat umum dan membantu perekonomian bumi Mataram, khususnya di Kotagede.
Pada awal abad ke-20, bidang pekerjaan wong kalang berkembang pesat, dari seni ukir merambah ke pegadaian. Hal ini membuat komunitas wong kalang terlihat menonjol dari segi perekonomian dibanding masyarakat umum. Banyak saudagar-saudagar kaya dari komunitas wong kalang yang muncul saat itu bahkan mereka membangun rumah-rumah yang mewah, memadukan kultur budaya Tionghoa, Jawa dan Belanda.
Oleh sebab itu, jika berkunjung ke Jogja dan menelusuri Jalan Tegal Gendhu, Kecamatan Kotagede, banyak ditemukan rumah-rumah mewah berjejeran dalam satu komplek jalan tersebut. Rumah-rumah itu dulunya dibangun oleh para saudagar kaya dari komunitas wong kalang. Saat kali pertama menginjakkan kaki di Kotagede, wong kalang dikenal memiliki interaksi yang baik dengan masyarakat umum.
Wong kalang banyak memberikan pelatihan-pelatihan bidang keahlihan, seperti bidang ukir hingga mengajari masyarakat umum tentang cara berdagang. Namun, karena watak wong kalang yang buruk, yaitu pemberian upah yang minim kepada pegawai, jarang bersedekah hingga menolak membayar pajak kepada pemerintah kolonial mengakibatkan konflik antara masyarakat Jawa, pemerintah Hindia Belanda dengan komunitas wong kalang.
Ditambah banyak rumor yang disebar terkait dengan wong kalang, dari anggapan sebagai keturunan binatang anjing dan kera karena memiliki ekor di bagian tulang ekornya hingga isu-isu rasial lainnya. Saat itu pemerintah Hindia Belanda dan masyarakat Jawa berbondong-bondong merampok dan merampas harta benda milik wong kalang. Bahkan banyak dari wong kalang yang dianiyaya hingga dibunuh.
Namun dari pembantaian itu tidak lantas menghilangkan keberadaan wong kalang. Sebab sejak menyebar ke berbagai daerah, salah satunya di Yogyakarta, wong kalang sudah membaur dengan masyarakat umum. Bahkan, sistem indogami yang dianut wong kalang, yaitu menikah dengan satu golongan juga ditinggalkan dan banyak dari wong kalang yang menikah dengan warga non kalang sehingga keberadaan mereka masih ada.
Salah satu tokoh wong kalang yang masih ada sekarang adalah Pak Te. Beliau lahir di Kotagede, Jogja dan dikenal sebagai saudagar kaya. Pak Te menceritakan wong kalang adalah golongan saudagar yang dulunya tinggal di hutan secara nomaden sehingga karakter liarnya masih ketara. Karena tinggal di hutan, wong kalang masih peduli dengan keadaan lingkungan sekitar serta satwa liar, seperti babi dan anjing
Selain rumah-rumah mewah dengan arsitektur dari tiga budaya, peninggalan wong kalang di Jogja, khususnya kawasan Kotagede adalah dengan dikenalnya kawasan tersebut sebagai sentra perdagangan dan juga kerajinan ukir yang selalu menarik para wisatawan, baik domestik dan internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Solopos.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BMKG Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem Periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kasus ASN Ikut Kampanye Pilkada Ditangani Bawaslu Bantul
- Pilkada 2024, KPU Kulonprogo Tetapkan 775 Daftar Pemilih Tambahan
- Polres Gunungkidul Bakal Terjunkan Ratusan Personel Pengamanan Pilkada 2024
- Aliansi Muda Muhammadiyah Janji Menangkan Kustini-Sukamto di Pilkada Sleman
- Kantongi Izin TRL, Teknologi Pemusnah Sampah Dodika Incinerator Mampu Beroperasi 24 Jam
Advertisement
Advertisement