Advertisement

Barahmus: Menghidupkan Kembali Museum dengan Reimajinasi

Sirojul Khafid
Minggu, 09 Februari 2025 - 08:57 WIB
Sunartono
Barahmus: Menghidupkan Kembali Museum dengan Reimajinasi Para anggota dan kegiatan Barahmus DIY. -Ist - Barahmus DIY

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Museum harusnya bukan hanya tempat berkumpulnya koleksi-koleksi ‘mati’. Dengan sentuhan khusus, koleksi ini bisa hidup lagi dengan berbagai cara imajinasi.

Ada suatu masa, saat museum lebih lekat dengan nuansa kuno, usang, bahkan horor. Bahkan museum tidak jarang menjadi latar cerita film horor, yang lekat dengan koleksi kuno yang menyimpan arwah. Kesan ini rasa-rasanya perlahan terkikis. Kini, museum bukan hanya tempat untuk menyimpan koleksi, namun ruang masyarakat berkumpul dan melakukan banyak hal bersama.

Advertisement

Semangat itu yang coba Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY bagikan pada masyarakat. Tahun ini, Barahmus DIY akan memasuki usia ke-53 tahun. Ketua Barahmus DIY, Hajar Pamadhi, mengatakan kelompoknya merupakan ruang koordinasi museum-museum yang ada di DIY.

Hajar dan rekan-rekannya ingin mengembangkan gagasan museum, setidaknya dalam konsep yaitu pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata. Di beberapa museum, eksplorasi konsep sudah bisa masuk ke reimajinasi dan rekonstruksi. Perwujudannya, lanjut Hajar, bisa dalam inovasi penyampaian koleksi atau melalui edukator yang cakap. Sehingga edukator museum tidak hanya menunjukkan dan menyebutkan jenis koleksi, tapi masuk ke ranah bercerita dan memotivasi pengunjung.

BACA JUGA : Fadli Zon Dorong Pembangunan Ribuan Museum di Indonesia, Jogja Jadi Contoh

Contoh mereimajinasi dan merekonstruksi bisa bermula dari koleksi di museum. “Misal ada kisah Pangeran Diponegoro perang menggunakan payung. Bagaimana logikanya, misal payung terkena peluru harusnya bolong. [Bisa digali ceritanya] ternyata Diponegoro ahli mekanika, ketika payung diputar kenceng, peluru bisa lepas (ditepis). Ternyata orang-orang zaman dulu punya pemikiran luar biasa, ada konsep logika tinggi,” kata Hajar, beberapa waktu lalu.

Museum perlu lebih ‘bercerita’. Dengan segala tantangannya, mulai dari gedung yang bukan diperuntukkan untuk museum, minimnya pendanaan, kondisi sarpras yang tidak semuanya layak, dan lainnya, Barahmus DIY menggandeng kerja sama banyak pihak. Tidak hanya dinas kebudayaan sebagai marwahnya, namun juga dinas pendidikan; pariwisata; serta koperasi dan usaha kecil menengah (UKM).

“Tahun 2023 lalu, ada 4,5 juta lebih pengunjung museum di DIY. Tapi yang hidup hanya beberapa museum. Sekarang konsep kami kembangkan untuk museum-museum kecil, dengan menggandeng dinas pariwisata,” katanya. “Di museum juga untuk wadah UKM, agar semuanya hidup.”

Membuat Jogja City of Museums

Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) sudah selesai pembangunannya. Ada potensi meningkatnya keramaian kawasan yang berbatasan dengan Samudra Hindia tersebut. Barahmus DIY juga mencoba menghidupkan museum di Jogja bagian Selatan. Seperti dalam pewayangan, hangajengaken Samudra hangungkuraken wukir, atau menatap Samudra memunggungi gunung.

Menghidupkan museum sebagai jalan menuju Jogja City of Museums. Saat ini, ada sekitar 42 museum di DIY. Terbanyak di Kota Jogja, Sleman, dan Bantul. Beberapa benih museum masih dalam proses pengembangan di Kulonprogo.

Menurut Hajar, museum di Jogja menarik minat masyarakat dari seluruh Indonesia. “Berbagai acara dan pembelajaran kami laksanakan di berbagai museum, kami angkat museum yang belum banyak dikenal. Barahmus juga bekerja sama dengan hotel untuk program one museum one hotel, ide yang masih dikembangkan,” kata pria yang saat ini berusia 70 tahun tersebut.

Melebarkan keterjangkauan museum semakin luas perlu juga memperbanyak aksesnya. Salah satu yang penting tentang bahasa. Semua museum beserta koleksinya perlu memiliki keterangan dalam Bahasa Inggris. Nantinya museum di DIY tidak hanya menyapa masyarakat Indonesia, namun juga seluruh dunia. “Reach the world, [museum DIY] bisa melanglang buana ke [berbagai belahan] dunia,” kata Hajar, seniman dan juga kurator.

Kedekatan dengan Masyarakat

Masyarakat dan museum selayaknya merasa dekat. Tidak hanya datang sebagai pengunjung, dalam tahap tertentu, masyarakat bisa menjadikan museum ruang untuk mengerjakan banyak kegiatan. Bahkan pada tahap lebih lanjut, masyarakat bisa berkontribusi koleksi ke museum.

Gaya hubungan ini yang Hajar terapkan sejak mengelola Museum Pendidikan Indonesia (MPI) UNY. Kedekatan dengan masyarakat membuat MPI mendapatkan hibah koleksi. Beberapanya seperti sabak, buku berisi catatan Ki Hajar Dewantara, sampai benda pusaka.

“Kami beri mereka penghargaan, kami berikan catatan di penempatan koleksi, dan mereka dibebaskan masuk ke museum. Konsep seperti ini yang membuat museum hidup,” kata Hajar.

BACA JUGA : Sepanjang 2024, 100 Juta Wisatawan Kunjungi Museum Sains dan Teknologi di China

Upaya menghidupkan museum juga ingin Hajar coba dengan menggandeng komunitas jalan-jalan. Implementasinya bisa dengan program tracking dari satu museum ke museum lain, yang cukup berdekatan. Kegiatan bisa berlangsung di akhir pekan.

“Temen-temen yang seneng jalan kaki, misal komunitas olahraga nordic, bisa jalan misalnya dari Museum Sandi ke Museum Monumen Pancasila atau lainnya. Bisa sediakan acara nyanyi-nyanyi sampai makan bareng,” kata Hajar.

Museum yang Indah dan Fungsional

Pada tahun 2017, Hajar Pamadhi lulus program doktor atau S3. Setelah itu, Hajar ingin fokus mengajar dan berkarya. Namun keinginan itu tidak terwujud. Hajar ‘dimuseumkan’. Dia mendapat amanah menjadi Kepala Museum Pendidikan Indonesia (MPI) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di tahun tersebut.

Memang pekerjaannya menjadi semakin banyak. Namun Hajar merasakan kesenangan yang bertambah juga. Dia merasa ada yang kurang maksimal dari pengelolaan museum. Kesan museum lebih banyak menyeramkannya daripada menyenangkan. Menyeramkan secara kiasan dan juga nyata.

Menyeramkan secara kiasan, lantaran gedung museum umumnya gelap, dan penataan koleksi terkesan seadanya. “Dulu masuk ke museum takut, wah, lihat museum seperti ini. Kalau udah sore barang-barang [di museum MPI] bergerak sendiri, bener, serius, saya kepala museum kok. Saya tunggu sampai jam 11 malam, kadang barang itu pindah ke sana,” kata Hajar.

BACA JUGA : Museum di DIY Sedikit yang Berstandar Nasional, Ini Kendala dan Solusinya

Dengan bekal keilmuan seninya, Hajar merombak penampilan MPI dalam 100 hari pertama bekerja. Penataan koleksi untuk memudahkan pengunjung belajar. Sentuhan keindahan serta ruang-ruang yang fungsional agar siapapun yang masuk bisa betah. Tidak butuh waktu lama, MPI menjadi tempat mahasiswa berkumpul, dari belajar, diskusi, sampai membuat acara.

Tidak semua kegiatan berhubungan langsung dengan museum. Namun berbagai acara sebagai pemantik orang untuk masuk dan penasaran dengan cerita dari koleksi-koleksinya. Tata ulang ini membuat MPI mendapatkan penghargaan sebagai Museum Ramah dan Museum Cantik.

“Kami mengembangkan berbagai program museum. Kami mengajak masyarakat masuk museum, sulit sekali waktu itu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Gelora Baik dan Nasi Goreng Estetik

Gelora Baik dan Nasi Goreng Estetik

Jogjapolitan | 3 hours ago

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Terlibat Calo Penerimaan Polri, Seorang Anggota Polisi di Sulsel Dipecat

News
| Minggu, 09 Februari 2025, 11:57 WIB

Advertisement

alt

Liburan ke Garut, Ini Lima Tempat Wisata Alam Tersembunyi yang Layak Dinikmati

Wisata
| Senin, 27 Januari 2025, 21:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement