Advertisement
Terkait Perang Diponegoro, Sri Sultan HB X Bilang Begini

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X menyatakan Perang Diponegoro merupakan upaya mempertahankan keberadaan bangsa yang juga melibatkan masyarakat hingga budaya.
Perang Diponegoro atau Perang Jawa sendiri tercatat berlangsung pada 1825-1830. “Perang Diponegoro melibatkan berbagai lapisan masyarakat, bangsawan, ulama, petani, dan rakyat bersatu melawan penjajah. Menariknya, tradisi Jawa juga turut mewarnai cara berperang,” ujar Sri Sultan dalam webinar yang dipantau secara daring dari Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Advertisement
BACA JUGA: Panen Perdana Kopi di Lereng Merapi, Ini Pesan Sri Sultan untuk Taru Martani dan Petani
Sultan menambahkan bahwa sejarawan mencatat adanya integrasi antara seni dan peperangan, misalnya untuk gamelan dan tarian perang yang mengobarkan semangat. “Hal ini menunjukkan perpaduan budaya dengan keterampilan bela diri masyarakat Jawa,” tegasnya.
Selama lima tahun perang yang menguras sumber daya antara kedua belah pihak, Diponegoro dengan siasat gerilya dan kolonial menggunakan siasat licik untuk menangkap sang pahlawan. Meski ditangkap kolonial, catatan perjalanan pengasingan Diponegoro mengungkapkan bahwa kepribadiannya tetap teguh dan berwibawa.
Sri Sultan mengatakan bahwa perjuangan Diponegoro tersebut menjadi sebuah nilai yang tampak setelah jarak sejarah memisahkan. Ia juga menilai Perang Diponegoro meninggalkan nilai dan ajaran leluhur yang relevan yang menekankan tingkah laku seorang pemimpin agar senantiasa memelihara watak yang sabar menahan diri, teliti dan berhati-hati dan menjauhi sifat tercela.
“Seorang pemimpin dituntut mengendalikan hawa nafsunya, antara lain dengan mengurangi kemewahan, disiplin dalam makan dan tidur demi mencapai kejernihan batin,” katanya lagi.
Perang Diponegoro juga membuktikan nilai-nilai lokal dan religi dapat menjadi landasan kuat untuk melawan dominasi asing. Daerah Istimewa Yogyakarta, lanjut dia, menjadi pusat kebudayaan Jawa yang hidup dan turut melestarikan tradisi-tradisi keraton, upacara adat, hingga karya-karya sastra klasik.
“Seperti halnya perang besar lain di dunia yang meninggalkan memori sosial mendalam, perang Diponegoro juga membentuk cara pandang kita hingga hari ini yang mengajarkan tentang mahalnya harga sebuah kemerdekaan dan pentingnya persatuan,” tukas Sultan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Agenda Wisata di Jogja Pekan Ini, 26-31 Juli 2025, Bantul Creative Expo, Jogja International Kite Festival hingga Tour de Merapi 2025
Advertisement
Berita Populer
- JCW Desak Kejati DIY Tetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan Bandwidth dan Sewa DRC Sleman
- Viral Sejumlah Pengendara Ayunkan Senjata Tajam di Pandak, Ini Tanggapan Polres Bantul
- Pemkab Bantul Tak Keberatan PSIM Jogja Gunakan SSA, Tapi Izin Resmi Baru Diberikan Bila Asesmen Kelaikan Stadion dan Pengaturan Penonton Telah Dipenuhi
- Polisi Dalami Temuan Mayat di Bawah Jembatan Glagah Kulonprogo, Ponsel dan Motor Diamankan
- Viral Pegawai Puskesmas Karaoke di Jam Kerja, Begini Tanggapan Dinas Kesehatan Gunungkidul
Advertisement
Advertisement