Advertisement

Topo Pepe Tak Direspons Kraton, Lima PKL Gondomanan Mengadu ke Sri Sultan HB IX lewat Ziarah Makam Raja

Ujang Hasanudin
Senin, 11 November 2019 - 22:07 WIB
Bhekti Suryani
Topo Pepe Tak Direspons Kraton, Lima PKL Gondomanan Mengadu ke Sri Sultan HB IX lewat Ziarah Makam Raja Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) yang biasa berjualan di Jalan Brigjen Katamso, Gondomanan, Kota Jogja menggelar aksi tapa pepe atau berjemur di Alun-Alun Utara Jogja, tepatnya di depan Pagelaran Kraton, Senin (11/11/2019) siang. - Harian Jogja - Desi Suryanto

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL- Lima pegadang kaki lima (PKL) di Jalan Brigjen Katamso, tepatnya di Simpang Empat Gondomanan, berziarah ke Makam HB IX di Komplek Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul, Senin (11/11/2019). Ziarah tersebut dilakukan sebagai bentuk pengaduan karena lapak mereka akan digusur oleh pengadilan.

Lima PKL tersebut adalah Agung, Budiyono, Sugiyadi, Suwarni dan Sutinah. “Saya berdoa kepada Raja HB IX supaya mendapat berkah dan berharap supaya tidak digusur,” kata Agus.

Advertisement

Sebelum berdoa PKL ini sempat melakukan topo pepe atau aksi berjemur diri di depan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mereka mengadu kepada HB X supaya eksekusi lahan yang akan dilakukan Pengadilan Negeri Jogja batal.

Namun karena tidak mendapat tanggapan dari pihak Kraton, para PKL langsung berziarah ke makam HB IX. Mereka tiba di kompleks pemakaman sekitar pukul 16.30 WIB lengkap dengan pakaian peranakan dan langsung menuju makam HB IX. Namun karena sudah ditutup, ziarah dilakukan di depan kompleks.

Kuasa Hukum PKL, Budi Hermawan mengatakan para PKL mengadu pada HB IX karena sudah tidak ada jalan lain. Setelah mengadu kepada HB X tidak direspons, akhirnya mengadu ke HB IX. “Dulu HB IX yang membolehkan mereka berjualan,” kata Budi.

Ziarah tersebut, kata Budi, juga sekaligus mengingatkan kepada HB X atas janjinya bahwa takhta untuk rakyat. Saat ini PKL yang merupakan warga Jogja terancam tergusur dari tempat berjualan yang sudah bertahun-tahun mereka tempati. Mereka dianggap telah menempati lahan pengusaha yang baru mendapat surat kekancingan dari Kraton pada 2011 silam. Sementara PKL mendapat lahan dari HB IX sejak 1960-an untuk berdagang.

PKL mengajukan surat permohonan pinjam pakai atau kekancingan pada 2010 namun ditolak Kraton, “Serat kekancingan yang diajukan pengusaha Eka Aryawan justru diterima,” kata Budi. Eka Aryawan kemudian mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jogja karena merasa PKL telah menempati bagian lahannya seluas 73 meter. Gugatan tersebut menang sampai tingkat kasasi.

Menurut Budi ada tiga putusan hakim yang memenangkan Eka, yakni menetapkan Eka sebagai pemilik kekancingan lahan 73 meter persegi, memerintahkan tergugat untuk mengosongkan lahan 28 meter persegi. Budi menilai sampai sekarang putusan tersebut tidak menjelaskan apakah lahan 28 meter yang ditempati PKL bagian dari 73 meter persegi yang dikuasai Eka, “Hasil pengukuran 2013 lalu faktanya PKL tidak menduduki tanah kekancingan milik Eka,” ujar Budi.

Atas keyakinan tersebut Budi meyakinkan PKL akan tetap bertahan. Agung menegaskan keyakinan kuasa hukumnya tersebut, “Penggusuran dilakukan pukul 09.00 WIB, Kami akan tetap bertahan,” kata Agung. Ia mengaku keluarganya sudah menempati lahan yang ia tempati sejak puluhan tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement