Pusat Kedokteran Tropis UGM Kembangkan Aplikasi TOMO untuk Pengobatan Pasien TB yang Resisten Obat
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Pusat Kedokteran Tropis UGM mengembangkan aplikasi TOMO (Tuberkulosis Monitoring) untuk pasien Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO). Lewat TOMO, pasien TB RO bisa menjaga konsistensi pengobatan yang bisa dipantau langsung oleh para dokter.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, dr. Riris Andono Ahmad menerangkan dalam pengembangannya, ada dua aplikasi TOMO yang diluncurkan. Satu, TOMO untuk pasien sedangkan lainnya TOMO CM untuk tenaga kesehatan yang mengawasi pasien.
Advertisement
Pada aplikasi TOMO untuk pasien, terdapat beberapa fitur yang berkaitan dengan pengobatan TB RO. Seperti progres minum obat, jadwal periksa dokter hingga catatan beberapa kali pasien tidak mengonsumsi obat TBC.
"Ada dashboard pengobatan di sini. Nanti akan ada informasi terkait dengan progres minum obat. Jadi paling atas itu berapa kali obat, kemudian juga jadwal pemeriksaan dokter, kapan dia harus berkunjung, kemudian progres pengobatan," terangnya pada Selasa (21/3/2023).
Aplikasi ini diharapkan membantu pasien TB RO dalam proses pengobatannya. Pasalnya pengobatan pasien TB RO bisa berlangsung selama 9-11 bulan untuk jangka pendek hingga 18-24 bulan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karenanya pengawasan pengobatan jangka panjang ini diharapkan mampu meningkatkan konsistensi pasien dalam penyembuhannya.
Mengingat proses pengobatannya yang panjang, aplikasi TOMO juga telah dilengkapi fitur fasilitas kesehatan terdekat. Fitur ini untuk mewadahi pasien dengan kemungkinan berpindah-pindah daerah, sehingga pengawasan yang dilakukan faskes pun ikut berpindah. "Misalnya kalau dia pindah, dia bisa memilih dia ingin dilanjutkan pengobatan dimana," terangnya.
Salah satu fitur unggulan aplikasi TOMO adalah fitur konsultasi pasien. Di sini pasien dapat berinteraksi dengan tenaga kesehatan pengawasnya agar mempermudah penyembuhan pasien. Riris menyisakan jika pasien TB RO mengalami gejala di waktu tertentu namun tak bisa ke faskes, mereka bisa menghubungi nakes pengawasnya lewat aplikasi TOMO. Sehingga pasien tahu apa yang harus dilakukan. "Respon time balasan dari dokter kurang lebih 20 menit dari pesan yang dikirimkan pasien," jelasnya.
Di sisi lain, tenaga kesehatan yang menggunakan aplikasi TOMO CM bisa secara cepat menangangi keluhan pasien. Termasuk memeriksa konsistensi dari konsumsi obat pasien TB RO. Aplikasi TOMO CM juga mempermudah case manager dan pihak puskesmas untuk mengatur jadwal kunjungan pasien dan memvalidasi informasi minum obat pasien setiap harinya.
Di sisi lain, TOMO CM juga mempermudah tenaga ahli klinis untuk mengobservasi keluhan pasien secara real time. Melihat jadwal kontrol rutin pasien hingga memberikan rangkuman informasi minum obat dan keluhan pasien.
"Berapa kali dia sudah minum obat dan programnya dalam kalender. Jadi tampilan ini bisa dilihat seberapa patuh pasien minum obat dan apakah petugas kesehatan sudah melakukan pengawasan. Kita bisa mencegah resistensi obat yang selanjutnya obat," jelasnya.
Ide pengembangan aplikasi TOMO ini terbilang cukup lama, yakni pada tahun 2018. Saat hendak mau diimplementasikan tahun 2020, ada pandemi yang membuat seluruh kegiatan berhenti. Kemudian pada 2021, TOMO mulai diaplikasikan ke RS Moewardi, lalu berkembang ke RSUP Surakarta dan RS Paru Respira Bantul.
Riris mencatat ada puluhan pasien yang telah menggunakan aplikasi ini. Penggunaanya telah tersebar di 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Setidaknya ada 53 pasien dan 23 puskesmas dari delapan kabupaten yang telah menjadi pengguna aktif aplikasi TOMO.
"Kita juga akan bekerja sama dengan dalam penjajakan dengan Sardjito, juga kemarin kita berdiskusi dengan Dinas Kesehatan Jateng apakah kita bisa, apabila mereka tertarik untuk diimplementasikan dalam skala provinsi," jelasnya.
Saat ditanya apakah aplikasi ini memungkinkan untuk diterapkan pada pasien penyakit lainnya, Riris menyatakan kalau potensi itu sangat mungkin dilakukan. Dia menjelaskan secara prinsip memang TOMO merupakan alat yang bisa digunakan untuk segala jenis penyakit yang sifatnya kronis. Penyakit yang membutuhkan monitoring, kepatuhan dari petugas kesehatan di satu sisi dan juga alat untuk melakukan konsultasi secara cepat dengan dokter dari sisi pasien.
"Jadi ini tools yang bisa diaplikasikan untuk manajemen penyakit kronis yang lainnya. Jadi enggak masalah," tegasnya. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Ribuan Eks-Jamaah Islamiyah Kembali ke NKRI, Kapolri Apresiasi BNPT
Advertisement
Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup
Advertisement
Berita Populer
- Grand Max Terguling di Bantul, Satu Orang Meninggal Dunia
- Aptisi DIY Ungkap Tantangan Sejumlah PTS di 2025
- Ratusan Perempuan Ikuti Olahraga Lari, Keliling Tempat Wisata di Jogja
- Gereja HKTY Ganjuran Bantul Gelar Empat Kali Misa Natal, Ini Jadwalnya
- KAI Tambah 1.400 Perjalanan Saat Libur Natal dan Tahun Baru
Advertisement
Advertisement