Advertisement
Sampah Bisa Saja Diolah Jadi Bahan Bakar, Asalkan...

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM, Pramono Hadi menyampaikan sampah punya value panas, dengan syarat kandungan airnya kurang dari 20%.
Jika kandungan air di bawah 20% maka sampah bisa dijadikan bahan bakar. Untuk menjadikan bahan bakar diperlukan sentuhan teknologi.
Advertisement
"Apakah bahan bakar dipakai sendiri untuk istilahnya waste to energy, untuk menghasilkan listrik. Atau sampah yang sudah jadi bahan bakar tadi dikirim ke pabrik semen. Untuk jadi co-firing, jadi bahan bakar alternatif ini kan harus ada prakondisi, proses inilah yang harus dipikirkan," paparnya.
Menurutnya ini perlu dihitung, berapa biaya yang dibutuhkan, siapa yang berkontribusi, dan siapa yang punya kepentingan, apakah pemerintah atau masyarakat. Dia berpandangan masyarakat mestinya ikut dibebani dengan cost sharing sehingga muncul sampah berbayar.
Sampah berbayar ini akan membuat masyarakat berpikir dua kali untuk membuang banyak sampah. Sampah yang bisa diolah akan diolah untuk kompos dan lainnya, sehingga yang dibuang hanya residu saja.
"Kalau mereka [masyarakat] sudah merasa membayar, kemudian ada yang secara ilegal membuang seenaknya maka gak akan terima jika ada yang buang sembarangan. Nanti dibuat aturan masyarakat boleh mengajukan keberatan atau memperkarakan orang buang sampah sembarangan," jelasnya.
BACA JUGA: 5 Investor Tawarkan Teknologi Pengolahan Sampah, Begini Penjelasan Pemda DIY
Masalah sampah di DIY terjadi secara berlarut-larut dan belum ada solusinya. Pramono mengatakan hal tersebut terjadi karena tidak ada daya paksa. Ini menjadi poin penting yang harus diperhatikan. "Kalau berbayar kan harus dilindungi Perda harus ada Peraturan Menteri tentang namanya berbayar."
Lebih lanjut dia mengatakan perlu disadari sampah ini sumbernya dari masyarakat. Di mana gaya hidup yang berubah menyebabkan persentase sampah plastik yang dihasilkan meningkat di angka 40%. Sampah plastik jika hanya ditimbun tidak akan terurai.
"Memang ada TPS 3R [Reduce, Reuse, Recycle] yang mengambil plastik yang memiliki nilai jual. Tapi yang dikurangi tidak banyak, hanya 5-6 persen, jadi sedikit sekali, tidak signifikan. Mereka berjalan karena ada faktor ekonomi."
Ada cara lain yang digunakan dengan proses sirkular ekonomi. Namun ini hanya memperpanjang saja dengan dibuat tas dulu dan lainnya. "Supaya secara ekonomi bergulir tapi quote unquote namanya sampah juga," ungkapnya.
Sementara Sekretaris Perusahaan PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Mamit Setiawan mengaku memberikan pendampingan kepada tim percepatan penanganan sampah Pemda DIY. Hal itu dilakukan agar masalah sampah bisa dilaksanakan dengan skema yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Melalui prinsip Multiple Products Waste Management Circular Economy, di mana salah satu produk pengolahan sampah yang berbentuk BBJP [Bahan Bakar Jumputan Padat] akan dimanfaatkan untuk co-firing batubara di PLTU [Pembangkit Listrik Tenaga Uap]," ucapnya, Selasa (15/8/2023).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Hasil Kunjungan Presiden Prabowo: Indonesia dan Arab Saudi Sepakati Investasi Senilai Rp437 Triliun
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Pemulangan Jenazah Mahasiswa KKN-PPM UGM Korban Kapal Tenggelam Menunggu Pihak Keluarga
- Program Rumat Sampah dari Rumah Mampu Atasi Masalah Sampah di Purwokinanti Jogja
- Tabrakan Mobilio vs Fortuner di Jalan Nasional di Gunungkidul, Seluruh Penumpang Dilarikan ke Rumah Sakit
- Pelatih PSIM Jogja Van Gastel Soroti Perbedaan Sepak Bola Indonesia dan Belanda, Singgung Pembinaan Usia Dini
- Masih Ada Sekolah Negeri Kekurangan Siswa di Kota Jogja, Hasto Wardoyo Upayakan Peningkatan Kualitas
Advertisement
Advertisement